SOLOPOS.COM - Makanan khas Weru Sukoharjo yang diberi nama Alakathak. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Makanan tradisional Sukoharjo, di Kecamatan Weru terdapat satu jenis penganan yang menjadi ciri khas.

Solopos.com, SUKOHARJO–Nama penganan tradisional alakathak barang kali masih asing bagi masyarakat Sukoharjo secara umum. Namun, sebenarnya penganan itu merupakan legenda kuliner dari Kecamatan Weru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa yang kali pertama membuat dan kapan alakathak menjadi bagian dari masyarakat di kecamatan yang berbatasan dengan Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu. Hal yang pasti alakathak hingga kini masih terjaga keautentikkannya berkat tangan-tangan para penjaga tradisi.

Alakathak terdiri atas tempe olahan berbahan utama koro benguk dan mi yang dibuat dari tepung singkong, masyarakat menyebutnya tepung kanji. Keduanya dibungkus daun jati yang masih hijau. Alakathak dijual di pasar-pasar tradional di Weru dan sekitarnya saban pasaran tertentu (hari berdasar kalender Jawa).

Alakhatak dapat dijumpai di Pasar Tawangkuno, Tawang, Weru setiap Kliwon dan Pahing, di Pasar Kelir saban Wage dan Legi, Manyaran, Wonogiri pada Pon dan Kliwon, dan Semin, Gunung Kidul pada Pon.

Pedagang menjualnya dari pagi hingga pukul 10.00 WIB. Biasanya pedagang membuat alakathak sendiri. Berkat tangan-tangan mereka lah penganan itu bisa dinikmati hingga sekarang.

Saat Solopos.com mencicipi, rasa koro benguk pada tempe kuat dan bertekstur lembut. Sedangkan mi bertekstur kenyal dengan rasa hambar.

Salah satu pembuat sekaligus penjual alakathak, Poniyem, 55, saat ditemui Solopos.com saat berjualan di Pasar Tawangkuno, Selasa (26/1/2016), mengatakan dirinya membuat alakathak sejak masih remaja saat dia membantu orang tuanya. Warga Dukuh Karanganyar, Desa Karanganyar, Weru, itu tidak mengetahui kebiasaan membuat alakathak di keluarganya ada sejak kapan. Setahu dia alakathak ada sejak nenek moyang.

Pembuatan alakathak tidak sesederhana tampilannya. Proses pengolahan tempe alakathak memakan waktu berhari-hari. Pertama koro benguk direbus hingga matang lalu direndam selama tiga hari. Setelah itu benguk dikukus beberapa lama. Selanjutnya benguk ditumbuk hingga halus. Setelah halus dibungkus menggunakan daun jati atau daun pisang dengan ukuran kecil-kecil dibiarkan satu hari.

“Setelah tempe jadi lalu dimasak. Bumbunya kunir, parutan kelapa, tumbar, kemiri, daun salam, daun jeruk, dan laos. Semua bumbu dimasak menggunakan santan. Setelah mendidih tempe dimasukkan, 15 menit kemudian angkat,” ulas Poniyem.

Pembuatan mi sebagai bahan tambahan lebih singkat. Pertama tepung kanji dibikin adonan menggunakan air mendidih. Lalu adonan dibuat pipih menggunakan botol atau paralon. Selanjutnya dirajang memanjang dengan lebar sekitar 1 cm. Hasil rajangan lalu direbus hingga mengapung. Setelah itu ditiriskan dan diberi minyak.

“Alakathak enaknya sama diceplusi [dimakan bersama] cabai. Rp500 sudah dapat sebungkus yang isinya dua buah tempe dan mi. Kalau Rp1.000 tempenye empat buah. Banyak perantauan dari Weru kalau pas pulang kampung langsung memborong. Katanya alakathak ini ngangeni. Waktu merantau lagi mereka membawa sampai ke Kalimantan, Jakarta, Semarang, dan lain-lain,” imbuh Poniyem.

Pembuat alakathak asal Gaden, Jatingarang, Weru, Ngatiyem, 60, menambahkan alakathak makanan khas Weru. Kalau di wilayah lain ada alakathak dia memastikan penganan itu dari Weru. Menurut penikmat alakathak, Sri Larasati, 45, rasa alakathak bagi orang luar Weru mungkin tidak enak karena belum terbiasa memakannya. Tetapi bagi dia makanan itu selalu membuatnya kangen dan ingin menyantapnya terus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya