SOLOPOS.COM - Mahasiswa KKN UNS dan IPB menyiapkan drone untuk pemetaan wilayah di Desa Songbledeg, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Rabu (20/7/2022). (Istimewa/Salwa Afifah Rimbawati)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebanyak 20 mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan dua mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) kemitraan di Desa Songbledeg, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, 4 Juli-18 Agustus 2022. Dua kampus negeri itu menerjunkan 22 mahasiswanya guna membenahi data-data desa yang dinilai tidak akurat dengan kondisi yang sebenarnya.

Para mahasiswa menggunakan citra drone untuk mengetahui data spasial secara akurat, seperti infrastruktur, batas wilayah, dan penggunaan lahan. Selain itu, mereka menggunakan aplikasi Merdesa dalam mengumpulkan data numerik, seperti sandang, pangan, dan papan, kesehatan, pekerjaan dan jaminan sosial, dan kehidupan sosial.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua kelompok 18 KKN Kemitraan UNS dan IPB, Daniel Kristian Nugroho, mengatakan dua kelompok KKN ini memiliki program Data Desa Presisi. Tujuan dari program tersebut, yaitu membuat buku monografi untuk Desa Songbledeg.

Buku monografi berisi informasi lengkap, luas, dan detail tentang desa. Data itu bisa menjadi acuan bagi pemerintah, terutama pemerintah desa dalam menentukan arah kebijakan. Data yang terkumpul memiliki tingkat akurasi tinggi.

“Kami menemukan data yang dimiliki pemerintah desa itu sangat tidak akurat dengan apa yang di lapangan. Bahkan tingkat keakuratannya hanya 20 persen. Dengan data yang tidak akurat, pemerintah desa sangat berpotensi mengambil kebijakan yang salah,” kata Daniel saat dihubungi Solopos.com, Rabu (27/7/2022).

Baca Juga: Murah Banget! Belajar Tari di Dalem Pasinaon Wonogiri Cuma Rp3.000

Sebelum dilakukan pemetaan menggunakan citra drone, batas wilayah Desa Songbledeg itu terlalu luas. Bahkan mencaplok tanah milik Desa Songbanyu yang sudah masuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Setelah dilakukan pemetaan menggunakan citra drone, batas wilayah desa dibenahi. Semula luas desa 734 ha, sekarang menjadi 650 ha. Data awal bersumber dari Google Maps, Website Tanah Air, dan Badan Informasi Geospasial

Melalui citra drone dapat diketahui penampakan asli desa dari udara atau biasa disebut ortophoto. Dengan orthophoto bisa didapatkan peta adminstrasi desa, batas-batas wilayah dusun, dan RT/RW dapat dengan mudah diketahui secara akurat.

Selain itu, dapat diketahui pula peta penggunaan lahan di desa, seperti tegalan, sawah, pendidikan, pemukiman, dan lahan tak terpakai. Peta penggunaan lahan bisa digunakan menentukan zonasi wilayah desa.

Baca Juga: Kisah di Balik Plintheng Semar Wonogiri

“Peta infrastruktur seperti sarana prasarana, jalan, irigasi, dan bangunan juga bisa diketahui menggunakan drone. Terakhir, melalui pendekatan drone, kami bisa mendapatkan peta topografi, yaitu peta yang menampilkan kontur tanah, perbukitan, gua, dan lainnya. Semakin pekat warnanya pada tampilan maka tanah itu semakin tinggi,” jelas dia.

Target pemetaan sebanyak 46 misi. Satu misi seluas 400 meter x 500 meter. Tetapi mereka hanya bisa menuntaskan sebanyak 37 misi. Hal itu dikarenakan medan di Desa Songbledeg berbukit-bukit dan sulit dijangkau. Bahkan beberapa kali mereka harus naik ke bukit yang belum terjamah manusia guna mendapatkan peta yang seakurat mungkin.

Ketua Kelompok 17 KKN Kemitraan UNS dan IPB, Muhamad Abied Baihaqi, menambahkan, selain data spasial, mahasiswa mengumpulkan data numerik melalui sensus. Pendataan sensus menggunakan aplikasi Merdesa. Sensus tersebut menyasar kepada setiap keluarga di Desa Songbledeg.

“Pertanyaan sensus mengenai sandang, pangan, dan papan, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, pekerjaan dan jaminan sosial, kehidupan sosial, perlindungan hukum dan HAM, dan lingkungan hidup,” ujar Abied.

Baca Juga: Siapakah Ki Ageng Donoloyo yang Difilmkan di Wonogiri?

Mahasiswa mengikutsertakan warga dan pemerintah desa mulai dari RT/RW hingga aparat desa. Mereka bertugas mengoperasionalkan pengumpulan data. Sementara mahasiswa mendampingi.

“Semua terlibat dalam menciptakan Data Desa Presisi,” katanya.

Tujuan dari program Data Desa Presisi, yakni membenarkan data pemerintah desa yang semula tidak akurat menjadi akurat. Dengan data yang akurat, diharapkan kebijakan yang diambi pemerintah desa tepat guna dan tepat sasaran. Misalnya, bantuan sosial dapat disalurkan secara merata ke warga yang berhak.

“Keluaran dari program ini adalah buku monografi. Buku yang bisa menjadi acuan dalam menentukan kebijakan baik pemerintah desa, daerah, maupun pusat. Misalnya, soal pengadaan vaksin atau bantuan sosial. Jika data yang disajikan atau diserahkan pemerintah pusat itu akurat, ketimpangan dan konflik antarwarga bisa terhindari,” imbuh dia.

Baca Juga: 6 Fakta Unik Kecamatan Terkecil di Wonogiri

Kepala Desa (Kades) Songbledeg, Slamet, mengaku pemerintah desa sangat terbantu dengan adanya program Data Desa Presisi dari mahasiswa KKN UNS dan IPB. Meski selama ini pemerintah desa terus melakukan pembaruan data, kelak buku monografi bisa menjadi acuan dalam menentukan arah kebijakan.

“Kami sangat senang. Mereka melibatkan warga dan perangkat desa dalam program ini. Harapannya nanti, hasilnya bisa bermanfaat bagi desa. Kebijakan yang kami ambil bisa tepat sasaran dan efisien,” kata Slamet saat dihubungi Solopos.com, Rabu sore.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya