SOLOPOS.COM - Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution (tengah) yang memakai rompi tahanan keluar dari Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (21/4). KPK menahan Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan peninjauan kembali (PK) yang diajukan pihak swasta ke PN Jakarta Pusat, dimana sebelumnya Edy tertangkap OTT KPK pada Rabu (20/4/2016) bersama Doddy Aryanto Supeno selaku pihak swasta yang juga tersangka dalam kasus itu. (JIBI/Solopos/Antara/Sigid Kurniawan)

Mafia peradilan dan hakim nakal menjadi isu panas setelah operasi tangkap tangan KPK. Selama ini, rekomendasi Komisi Yudisial mentah di MA.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) menyambut baik pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim yang baru-baru ini dibahas di DPR terutama terkait penguatan kewenangan eksekutorial mereka. Poin itu membuka peluang bagi KY untuk mengeluarkan rekomendasi yang lebih mengikat kepada para hakim nakal.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Juru Bicara KY Farid Wajdi memaparkan selama ini rekomendasi yang dikeluarkan tidak semuanya ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung (MA). Tak jarang mereka hasus menunggu itikad baik dari lembaga tersebut untuk menindaklanjuti rekomendasi mereka.

“Pelaksanaan rekomendasi itu kan menunggu itikad baik dari MA, selama ini ada bunker [tempat berlindung] yang jadi penghalang yakni term teknis yudisial,” ujar Farid kepada Bisnis/JIBI, Kamis (26/5/2016).

Sepanjang 2015 kemarin KY telah mengeluarkan rekomendasi sanksi sebanyak 116. Dari jumlah tersebut 11 merupakan sanksi teguran, 105 merupakan sanksi ringan, sedang, dan berat. Namun, hanya 45 rekomendasi yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.

“Selebihnya sampai sekarang belum jelas infonya. Mereka berasalan tidak menjalankan usulan sanksi tersebut karena masuk ke wilayah teknis yuridis,” imbuh dia.

Dia berharap dengan rancangan undang-undang tersebut, terutama dengan poin penguatan kewenangan eksekutorial Komisi Yudisial. Setiap rekomendasi yang dikeluarkan oleh KY bisa ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung. Selain itu, RUU tersebut diharapkan agar dapat memperbaiki carut marut dunia peradilan.

Kasus suap yang menjerat hakim dan panitera membuat sejumlah pihak menanyakan efektifitas pengawasan terhadap para penegak keadilan. Rabu (25/5/2016) kemarin sejumlah pengamat dan pegiat antikorupsi memberikan komentar soal permainan perkara di lembaga peradilan.

Juru Bicara MA Suhadi menanggapi pernyataan dari komisioner Komisi Yudisial tersebut. Menurut dia pihaknya selalu menjalankan setiap rekomendasi dari KY. Hanya saja, ada beberapa persoalan yang sebenarnya bukan domain Komisi Yudisal.

“Sudah diatur dalam kode etik dan tata cara kehakiman, bahwa kewenangan Komisi Yudisial itu terkait dengan kode etik dan perilaku hakim tersebut,” kata Suhadi.

Menurut dia, KY tidak berwenang masuk ke masalah teknis yuridis. Dengan demikian, kalau ada rekomendasi yang menyangkut hal tersebut, tidak masuk ke dalam kewenangan KY. Suhadi mengklaim selama ini jika ada persoalan yang terkait dengan kode etik dan perilaku hakim tidak ada masalah.

Dia menambahkan, sudah banyak hakim yang melanggar etik disidangkan oleh empat komisioner Komisi Yudisial dan tiga Hakim Agung. Sepanjang catatan mereka dari sejumlah persidangan tersebut ada hakim yang sudah diberhentikan dan diberikan sanksi lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya