SOLOPOS.COM - Ilustrasi kilang gas (Rahmatullah/JIBI/Bisnis )

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan memberikan hukuman yang berat terhadap TNI dan Polri yang terlibat dengan sindikat pencurian minyak milik PT Pertamina (Persero).

Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro. mengatakan langkah Komite Reformasi Tata Kelola Migas membongkar kasus pencurian minyak yang diduga melibatkan aparat TNI dan Polri adalah tepat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya kira ini masuk wilayah tupoksi lembaga yang dipimpin Pak Faisal [Basri]. Praktik ini sudah sangat merugikan negara dan juga mengancam keselamatan warga sekitar,” katanya, Selasa (25/11/2014).

Dia berharap komite tersebut bisa memberikan rekomendasi yang tepat untuk penyelesaian masalah yang sudah lama terjadi tersebut. Menurutnya, di era transparansi yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), oknum TNI dan Polri yang terlibat kejahatan mendapat hukuman lebih berat.

“Karena kasus pencurian ini menyangkut hajat hidup masyarakat luas,” katanya. Komaidi menambahkan sebenarnya aparat keamanan sudah mengetahui cara pengungkapan kasus pencurian minyak tersebut sehingga masing-masing pihak harus bekerja dengan baik dan benar.

Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, menjanjikan akan membongkar kasus pencurian minyak terutama di provinsi Sumatra Selatan yang merugikan negara, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat TNI dan Polri. “Memangnya mereka kutu, tidak bisa dilihat,” katanya.

Bahkan, jelasnya, pihaknya akan membongkar praktik pencurian minyak yang lebih parah lagi. “Insya Allah ada kasus yang lebih gila lagi akan kami bongkar. Tunggu saja,” katanya.

Faisal Basri mengungkapkan selama ini praktik pencurian minyak masih terus terjadi karena memang tidak ada niat aparat penegak hukum untuk memberantasnya. Dia meminta masyarakat melaporkan dugaan pencurian minyak yang merugikan negara. “Orang yang punya data, tapi takut mengadu, bisa ke clearing house,” katanya.

Bisnis/JIBI mencatat PT Pertamina EP menyatakan kasus pencurian minyak (illegal tapping) di Asset 2 di Prabumulih meningkat 123% pada 2014. Para pencuri mengambil minyak dengan modus melubangi pipa (illegal tapping). Praktik yang sudah beberapa tahun terjadi tersebut hingga kini belum berhasil diungkap.

Diduga pencurian melibatkan sindikat dengan pemodal besar dan didukung oknum aparat tentara dan polisi nakal. Pertamina EP sudah melakukan upaya penanganan dengan menanam pipa minyak di tanah lebih dalam lagi, tetapi illegal tapping masih terjadi. Hasil pencurian minyak mentah tersebut sebagian dijual dan lainnya dijadikan BBM dengan alat penyulingan sederhana.

Manajer Humas Pertamina EP Muhammad Baron mengatakan kasus pencurian minyak dengan melubangi pipa (illegal tapping) di Pertamina Asset 2 mengalami kenaikan dari 13 kasus pada 2013 menjadi 29 kasus pada 2014. “Dalam beberapa pelan ini makin meningkat,” katanya.

Dari sejumlah itu, tambahnya, sebanyak 19 kasus merupakan murni pencurian minyak. Sisanya sebanyak sembilan kasus diduga sabotase untuk menuntut ganti rugi. Dia menuturkan pencurian minyak saat ini telah beralih dari pipa sepanjang Tempino hingga Plaju ke pipa Prabumulih-Plaju. “Disinyalir banyak jalur illegal tapping yang belum diungkap,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya