SOLOPOS.COM - Penjelasan tentang pembubaran Petral Group di Jakarta, Rabu (13/5/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Sigid Kurniawan)

Mafia migas menjadi isu utama yang mendorong dilakukannya audit Petral. Namun, tak ada kejelasan siapa mafia itu.

Solopos.com, JAKARTA — Hasil audit Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang memakan biaya US$1 juta berakhir antiklimaks. Tidak ada nama atau perusahaan yang disebutkan, tidak ada jumlah kerugian negara, dan tidak ada kejelasan akan dibawa ke ranah hukum atau tidak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) telah mengumumkan hasil audit Petral. Audit yang dilakukan oleh Kardamentha mulai 1 Juli hingga 30 Oktober 2015 itu menelisik seluruh transaksi Petral dari 2012 hingga 2014.

Bisnis mencatat pengumuman hasil audit Petral kepada publik telah dilakukan sebanyak dua kali. Pertama digelar oleh Sudirman Said melalui konferensi pers pada Minggu (8/11/2015). Konferensi pers tesebut sebenarnya untuk memaparkan evaluasi setahun kinerja Kementerian ESDM, yang salah satunya mengumumkan hasil audit Petral.

Sehari kemudian atau pada Senin (9/11/2015), disusul Pertamina yang mengadakan konferensi pers serupa. Undangan konferensi yang awalnya dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB sempat dibatalkan, namun akhirnya terlaksana pada pukul 14.30 WIB. Pertamina tidak menyebutkan alasan jelas penundaan tersebut.

Substansi kedua konferensi pers itu kurang lebih sama. Baik Sudirman Said maupun Dirut PT Pertamina Dwi Soetjipto sama-sama mengumumkan hasil akhir audit Petral yang mencakup tiga poin utama yakni kebijakan pengadaan minyak mentah & BBM Petral, kebocoran informasi tender, dan adanya pihak ketiga yang mengintervensi.

Masyarakat berharap audit Petral mampu membuka fakta mengenai pihak-pihak yang menjadi pemburu rente dalam proses pengadaan minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) anak usaha Pertamina tersebut. Publik mengistilahkan pemburu rente ini dengan sebutan mafia migas. Menteri ESDM Sudirman Said juga pernah menyebutkan salah satu tujuan dilakukannya audit forensik Petral untuk mengungkap fakta-fakta, termasuk fakta mengenai mafia migas.

Salah satu pejabat teras Kementerian ESDM yang enggan disebutkan namanya menyayangkan tindakan PT Pertamina yang tidak secara spesifik menyebut nama orang yang mengintervensi Petral. Perusahaan pelat merah itu juga enggan mengumumkan perusahaan yang mendominasi perdagangan minyak mentah dan BBM kepada Petral.

Selama ini beredar nama M. Riza Chalid yang disebut-sebut sebagai kelompok yang mendominasi pembelian minyak mentah dan BBM melalui Petral. Menurutnya, hasil audit akan lebih bertaji jika mampu membeberkan apakah benar pihak-pihak yang mengintervensi Petral itu adalah M. Riza Chalid.

Sudirman Said dan Dwi Soetjipto memang sama-sama mengumumkan adanya pihak ketiga yang mengintervensi proses pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) di tubuh Petral. Namun sama sekali tidak menyebutkan nama pihak ketiga yang dimaksud.

Sudirman menyebutkan dalam berbagai dokumentasi terbukti adanya pihak ketiga di luar manajemen Petral, Pertamina, dan pemerintah yang ikut campur dalam pengadaan minyak mentah dan BBM yang dilakukan Petral. Intervensi meliputi pengaturan dan pembocoran harga serta penggunaan instrumen karyawan Petral untuk kepentingan mereka. Akibat dari campur tersebut, Pertamina dan masyarakat harus membayar BBM dengan harga lebih mahal.

Senada dengan Sudirman, Dwi membenarkan adanya pihak ketiga yang mengintervensi pengadaan di tubuh Petral. Namun lagi-lagi, setali tiga uang dengan Sudirman, dia juga enggan menyebutkan nama pihak ketiga yang mengintervensi Petral. “Saya tidak bisa menyebutkan nama,” katanya.

Antiklimaks kedua dari hasil audit Petral terjadi karena tidak ada penyebutan nominal kerugian negara. Dalam wawancara dengan sebuah stasiun TV swasta, Sudirman Said dengan gamblang menyebutkan pemenang tender Petral didominasi tiga atau empat perusahaan trader. Setelah ditelisik, tiga atau empat perusahaan ini dimiliki oleh satu orang yang sama. Selama tiga tahun, ketiga atau keempat perusahaan ini bertransaksi senilai US$18 miliar dengan Petral.

Dwi membantah keberadaan angka US$18 miliar ini. Menurutnya, hasil audit tersebut tidak menyebutkan jumlah kerugian negara dari 2012 hingga 2014. Hasil audit yang dilakukan KordaMentha juga tidak menyebutkan nominal transaksi tidak jelas selama tiga tahun periode audit. “Di laporannya tidak ada angka US$18 miliar,” tegasnya.

Terakhir, hasil audit Petral antiklimaks karena tidak terdapat kejelasan untuk menyeret pihak yang melakukan penyelewenangan di dalam Petra ke ranah hukum. Sudirman mengaku tengah mengkaji untuk membawa hasil audit Petral ke ranah hukum.

Namun, pihaknya terkesan ragu-ragu karena masih harus menunggu adanya indikasi hukum baru menyeret pelaku. Padahal, jelas-jelas mantan Direktur Utama PT Pindad ini menyebutkan ada pihak ketiga yang mengintervensi Petral sehingga rakyat harus membayar BBM lebih mahal.

Pertamina juga belum memberikan kepastian untuk menyeret pelaku penyelewengan di tubuh petral baik dari internal maupun eksternal ke meja hijau. Dwi masih menunggu arahan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sebelum membawa masalah ini ke ranah hukum.

Sementara itu, Rini belum memiliki keputusan pasti terkait Petral. Dia berencana membahas hasil audit Petral dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri ESDM. “Akan dibicarakan kepada Bapak Presiden lanjutannya seperti apa,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya