SOLOPOS.COM - Ilustrasi BP Migas (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Komite Reformasi Tata Kelola Migas akan memberikan rekomendasi terkait Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelum akhir tahun ini.

Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas yang sekaligus Direktur Gas Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Djoko Siswanto, mengatakan akan memanggil Petral pekan depan untuk membuka data impor bahan bakar minyak (BBM) secara rinci.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sebelum akhir tahun akan kami keluarkan rekomendasinya,” kata Djoko Siswanto seusai rapat internal Komite Reformasi Tata Kelola Migas, Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Dia menyatakan pemanggilan Petral seharusnya dijadwalkan hari ini namun tidak jadi. Penyebabnya, Ketua Komite Faisal Basri tidak bisa menghadiri rapat yang digelar di Kementerian ESDM.

Nantinya, Komite Reformasi Tata Kelola Migas akan meminta Petral membuka data besaran potongan harga yang diterimanya dari pembelian BBM. Selama ini, menurutnya, besaran potongan harga yang diterima pemerintah hanya 1,58%. “Kenyataannya sebesar itu atau lebih kan kita tidak tahu,” ungkapnya.

Selain itu, Komite Reformasi Tata Kelola Migas juga mempermasalahkan kantor pusat Petral yang berada di Hongkong dan beroperasi di Singapura. Alhasil, pajak penghasilan Petral dibayarkan kepada pemerintah Hong Kong Singapura. “Itu pajak sekian ratus triliun lumayan,” lanjutnya.

Nantinya, rekomendasi tentang Petral terkait biaya pokok produksi BBM bersubsidi yang saat ini menjadi polemik setelah merosotnya harga minyak dunia. Selain itu, tambahnya, Tim Reformasi juga akan mengeluarkan rekomendasi yang berkaitan dengan penghitungan kuota BBM bersubsidi.

Dia menjelaskan Pertamina hanya memiliki data distribusi BBM bersubsidi hingga ke depot. Setelah keluar dari depot, lanjutnya, Pertamina tidak memiliki data apakah penyaluran BBM benar-benar ke masyarakat atau diselewengkan.

Padahal, tambahnya, pembelian agen dari depot dikenai harga di bawah subsidi. “Bisa saja agen beli lalu dijual ke industri,” tegasnya.

Sementara itu, anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas, Agung Wicaksono, mengatakan rapat yang digelar kemarin masih dalam tahap mengkaji sehingga belum ada perkembangan signifikan. Sebelum akhir tahun, katanya, Komite Reformasi Tata Kelola Migas akan memberikan rekomendasi terkait Petral dan transparansi biaya pokok produksi BBM bersubsidi.

“Dalam dua pekan ini tim kami akan resmi memberikan kajian kepada Menteri ESDM,” tuturnya.

Di sisi lain, pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengungkapkan wacana pembubaran Petral telah bergulir sejak lama. Pada 2012, Dahlan Iskan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menggagas ide pembubaran Petral. “Faktanya tidak berjalan,” tuturnya.

Dia menuturkan pembubaran Petral tidak serta merta menyelesaikan persoalan penyediaan BBM bersubsidi. Menurutnya, inti persoalan terletak pada upaya pemerintah untuk membeli BBM dan minyak mentah dengan skema yang tepat, yaitu kerja sama pemerintah (goverment to government/g to g). “Pemerintah harus mengadakan seluruh transaksi dengan skema g to g,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya