SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat serta “obstruction of justice” atau menghalangi proses hukum, Ferdy Sambo tiba dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (17/10/2022). Sidang lanjutan tersebut beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

Solopos.com, JAKARTA — Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri anjlok hingga 13%. Kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang melibatkan mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo menjadi faktor utama menurunnya kepercayaan publik terhadap Polri.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan hasil survei yang dilakukan LSI Denny JA menyebut kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan masyarakat terhadap Polri menurun 13%. Dari sebelumnya tingkat kepercayaan publik 72,1% menjadi 59,1%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Survei tersebut dilakukan pada 11-20 September 2022 dengan melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi. Survei ini menggunakan metode riset kualitatif dengan analis media, Focus Group Discussion (FBG), dan indepth interview. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan margin of error survei ini sekitar 2,9%.

Ardian menyampaikan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri kali ini paling jeblok dibandingkan survei tahun-tahun sebelumnya. Dia mencatat tingkat kepercayaan publik kepada Polri pernah mencapai 87,8% pada tahun 2018. Namun, setelah Pilper 2019 kepercayaan pada Polri menurun pada angka 72,1%. Sementara kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan publik terhadap polisi terjun ke angka 59.1%.

Baca Juga: Menyesal, Bharada E: Saya Tak Memiliki Kemampuan Menolak Perintah Jenderal

Lebih lanjut, dia menyampaikan ketika kepercayaan pada polisi menurun, maka semakin banyak segemn masyarakat yang tidak percaya pada polisi sebagai sebuah institusi. Khususnya, masyarakat di perkotaan.

“Masyarakat yang tinggal di kota, sebanyak 51,3% menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Masyarakat yang tinggal di pedesaan, sekitar 32,1% menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi,” jelas dia di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Sedangkan dari sisi gender, laki-laki yang lebih banyak tidak percaya dengan polisi. Sebanyak 39,3% masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Sementara, sebanyak 36,1 persen masyarakat yang berjenis kelamin perempuan menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Sedangkan dari sisi pemeluk agama, kata Ardian, pemeluk yang beragama Islam lebih banyak yang tak percaya. Sekitar 38,6 persen masyarakat yang memeluk agama Islam kurang/tidak percaya terhadap polisi dan sekitar 29,3 persen masyarakat yang beragama non-Islam menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Baca Juga: Hakim Minta JPU Hadirkan 12 Saksi dari Pihak Brigadir J Pekan Depan

Kasus Ferdy Sambo, kata dia, menjadi faktor utama dalam menurunnya kepercayaan publik karena kasus ini paling dramatis pada tahun ini. Menurut dia, ada lima hal yang membuat kasus pembunuhan Brigadir J ini paling dramatis.

Pertama, kasus Ferdy Sambo didengar atau diketahui oleh mayoritas masyarakat Indonesia (di atas 75 persen). Tak banyak dalam sejarah kasus yang didengar lebih dari 75 persen populasi negaranya, ujarnya.

Masyarakat yang tidak pernah mendengar kasus ini hanya 7,1 persen dan sebanyak 5,4 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Kedua, kasus Ferdy Sambo didengar oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat usia, yang berusia di bawah 30 tahun (94,4 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 30–39 tahun (88,5 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 40– 49 tahun (89,1 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini.

Baca Juga: Sebelum Menembak, Bharada E Serahkan Senjata Brigadir J ke Ferdy Sambo

“Bahkan, yang berusia di atas 50 tahun [81,6 persen] menyatakan pernah mendengar kasus ini,” ujarnya.

Ketiga, kasus Ferdy Sambo bertahan menjadi pembicaraan publik berbulan-bulan.

Keempat, kasus Ferdy Sambo seperti drama yang penuh isu panas dan perubahan karakter. Dari kasus polisi tembak polisi, berubah ke isu perselingkuhan. Lalu kasus ini bertambah kaya dengan adanya elemen obstruction of justice (aparat negara yang berbohong menghalangi terbuka nya kasus yang sebenarnya. Akibat tindakannya itu, pencari keadilan terhalangi).

Motif kasus berubah lagi menjadi kasus suami bela istri, penyalahgunaan jabatan, juga tuduhan uang gelap judi daring, hingga uang narkoba. Kasus Ferdy Sambo cukup dramatis selayaknya sinetron yang populer.

Faktor kelima, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaan pada polisi menurun 13 persen, dari 72,1 persen (sebelum kasus) menjadi 59,1 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya