SOLOPOS.COM - Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu. (Antara/Muhammad Zulfikar).

Solopos.com, JAKARTA–Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai terdapat kekhilafan yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) terkait tuntutan dan replik (jawaban atas pleidoi terdakwa) terhadap Richard Eliezer alias Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua (Brigadir J).

“Pertama, rekomendasi LPSK bukan untuk dipertimbangkan oleh jaksa tapi itu bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (2/2/2023).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal tersebut, kata Edwin, sesuai dengan perintah undang-undang yang menyatakan rekomendasi dimuat dalam tuntutan.

Kedua, Edwin menilai JPU kurang memahami justice collaborator. Padahal, sudah banyak kajian nasional maupun internasional tentang justice collaborator.

“Jaksa minim pustaka memahami justice collaborator,” kata dia.

Selain itu, ia menilai JPU tidak memahami justice collaborator yang diperlukan untuk mengungkap kasus yang pembuktiannya sulit. Atas dasar itu, bantuan seorang justice collaborator dibutuhkan dan ia berhak mendapatkan reward.

Terakhir, lulusan ilmu hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut menilai jaksa mendramatisasi derita yang dialami Brigadir J. Padahal, keluarga almarhum Brigadir J sudah memaafkan Bharada E. Sebaliknya, keluarga korban malah mempertanyakan tuntutan JPU terhadap Putri Candrawathi yakni dengan pidana delapan tahun penjara.

Sebagai informasi, tim JPU dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menolak pledoi atau nota pembelaan Richard Eliezer atau Bharada E.

Selain itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan yang telah dibacakan pada Rabu (18/1/2023), yakni pidana penjara selama 12 tahun.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta LPSK) tidak mengintervensi jaksa dalam tuntutan pidana terhadap Eliezer.

Eliezer adalah eksekutor/penembak Brigadir Yosua atau Brigadir J. Dia menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana mengatakan bahwa jaksa lebih tahu mengenai apa yang harus dilakukan dalam tuntutan terhadap Richard Eliezer.

“LPSK tidak boleh intervensi atau memengaruhi jaksa dalam melakukan penuntutan. Kami tahu apa yang harus kami lakukan, bener tahu bener karena pengalaman pengetahuan dan ada aturan, tahu persis saya itu,” ujar Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (19/1/2023).

Selain itu, Fadil mengatakan untuk penetapan justice colabolator (JC) nantinya akan ditetapkan oleh majelis hakim dan pihak LPSK hanya merekomendasikan.

“LPSK di dalam persidangan tidak dimintai keterangan, dia hanya merekomendasi bahwa ini ada JC. Belum ada penetapan hakim jadi yang menetapkan JC itu hakim,” ucap Fadil.

Namun, Fadil tidak mempersalahkan jika LPSK terlalu berkomentar terhadap hal ini. Sebab, Fadil melihat memang tugas dari LPSK untuk melindungi korban.

Kejagung menyampaikan itu lantaran LPSK mengomentasi tuntutan terhadap. LPSK menyesalkan pemberian tuntutan 12 tahun penjara kepada Richard Eliezer.

Baca Juga

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya