SOLOPOS.COM - Tanda kepesertaan program penjaminan simpanan dari LPS terlihat di pintu sebuah bank. (Dok)

Lembaga penjamin simpanan berencana menaikkan premi.

Harianjogja.com, JOGJA-Rencana penaikan premi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) belum disambut positif di kalangan perbankan. Baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menilai kenaikan premi justru akan mengurangi pendapatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Persatuan BPR Indonesia (BPR) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Ascar Setiyono menyampaikan, wacana kenaikan premi penjaminan dinilai lebih sensitif dibandingkan penurunan BI Rate. Pasalnya, kenaikan premi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan bank, padahal menurutnya premi penjaminan sebesar 0,1% yang ditanggung BPR selama ini sudah cukup berat.

“Premi naik, jelas dananya akan naik padahal kami juga masih menanggung iuran-iuran lainnya,” paparnya, Kamis (7/4/2016).

Jika premi penjaminan benar akan dinaikkan, Ascar menilai kebijakan itu dirasa memberatkan bank. Menurutnya penaikan premi penjaminan perlu diperhitungkan dari beberapa sisi, salah satunya suku bunga.

“Jadi perlu perhitungan yang harus dikritisi karena kalau premi naik, pendapatan kita turun. Di sisi lain, BPR diminta mencukupkan modalnya,” kata Ascar.

Pengurus Perbarindo Bidang Pendidikan Kusmintarjo Yatendro yang juga pimpinan BPR Alto Makmur Sleman menambahkan, LPS perlu transparan terkait penggunaan pungutan dana premi penjaminan tersebut. Pihaknya tidak mempermasalahkan adanya penaikan premi asal LPS juga mau meningkatkan nilai penjaminan.

“Enggak cuma Rp2 miliar,” tandasnya.

Dari bank umum sendiri, Atta Alva Wanggai selaku Vice President  Bank Mandiri Area Jogja menilai, kenaikan premi berpotensi mengurangi laba. Premi penjaminan merupakan salah satu unsur dalam biaya yang harus dikeluarkan bank sehingga saat biaya bertambah sementara pendapatan tetap, maka berakibat pada penurunan pendapatan. “Tentu premi ini akan menggerus laba kita,” tegasnya.

Terlebih lagi, lanjutnya, Net Interest Margin (NIM) yang akan diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan memicu semakin kurusnya laba yang diterima. Selama ini, OJK masih melepas NIM perbankan.

Dalam kondisi seperti ini, cara yang dapat dilakukan Bank Mandiri yakni menekan biaya dan meningkatkan biaya transaksi. Atta menyebut, biaya operasional yang dapat ditekan untuk memaksimalkan laba seperti menekan sewa kendaraan yang selama ini dipandang berlebihan.

Sementara dari sisi transaksi, bisa dilakukan misalnya dengan meningkatkan biaya administrasi tabungan.
“Kalau sebelumnya Rp10.000 bisa dinaikkan jadi Rp11.000 [per transaksi],” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Selasa (5/4/2016) lalu.

Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY Bambang Setiawan menyebut kenaikan premi penjaminan hanya akan memberatkan bank. Menurut dia, premi yang ditanggung saat ini sudah memadai dan akan membebani bank jika dinaikkan.

“Masalahnya kami juga bayar premi ke OJK. Kalau beban makin banyak, yang kena imbasnya masyarakat,” kata Bambang.

Ia berpendapat, target suku bunga single digit yang diinginkan pemerintahan Presiden Joko Widodo juga sulit terpenuhi jika biaya yang harus dibayarkan bank semakin besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya