SOLOPOS.COM - YF Sukasno (JIBI/SOLOPOS/dok)

(Solopos.com)-Pembakaran Balaikota 20 Oktober 1999 meninggalkan sejumlah cerita. Termasuk pula kisah dari Ketua DPRD Solo, YF Sukasno yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua Ranting Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres, Solo.

BLOKADE -- Petugas keamanan memblokade Jalan Jenderal Sudirman di depan Balaikota Solo setelah kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran sejumlah objek vital, di antaranya Balaikota Solo, terjadi, 20 Oktober 1999. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Sukasno pun melihat sendiri bagaimana massa merangsek masuk Balaikota dan melakukan perusakan. ”Saya saat itu ada di depan Gereja Katholik Santo Antonius Purbayan, Keprabon, Solo yang berada di sebelah utara kompleks Balaikota Solo. Saya melihat langsung saat ribuan orang mulai mendatangi kompleks Balaikota dan mendesak masuk ke dalam kompleks tersebut,” ujarnya.

Menurut Sukasno, tidak diketahui secara pasti sumber dan pemicu terjadinya pembakaran di kompleks Balaikota tersebut. Sukasno pun menegaskan PDIP sempat dipojokkan gara-gara kasus itu. Termasuk soal hasil rekomendasi dari Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Komisi A DPRD Kota Solo kala itu.

Hasil rekomendasi TPF mengungkapkan kerusuhan itu diduga dipicu oleh kalahnya Megawati bersaing dengan Gus Dur dan pelaku kerusuhan kebanyakan massa PDIP Solo. ”Padahal kala itu kami tidak melihat ada massa yang mengenakan atribut partai politik,” tegasnya.

YF Sukasno (JIBI/SOLOPOS/dok)

Menyikapi rekomendasi TPF bentukan Komisi A DPRD, Sukasno menuturkan PDIP pun membentuk Tim Pencari Fakta Hati Nurani (TPFHN) yang menelusuri dan mengumpulkan berbagai keterangan sejumlah saksi dari sejumlah kalangan. ”Atas izin Ketua PAC yang saat itu dijabat oleh Pak Rudy (Hadi Rudyatmo, saat ini Ketua DPC PDIP Kota Solo-red), kami bentuk TPFHN untuk menelusuri fakta yang ada di lapangan,” terangnya.

Dijelaskan, tugasnya TPFHN ini untuk mencari fakta tetapi dengan hati dan nurani. Sebab menurut dia, peristiwa saat itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politis yang mendiskreditkan PDIP. ”Rekomendasi TPF yang dibentuk DPRD kala itu rekomendasinya tidak benar dan cenderung politis merugikan PDIP. Setelah dilakukan kajian dan wawancara dengan saksi-saksi dan klarifikasi dengan Komisi A DPRD kala itu, mereka meminta maaf atas rekomendasi TPF yang salah,” ungkapnya.

Septhia Ryanthie

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya