SOLOPOS.COM - ilustrasi (googel img)

ilustrasi (googel img)

Lorong Puskemas Manahan, Solo, Rabu (20/6) pagi, ramai. Puluhan pengunjung bergiliran mendaftar di loket kemudian menanti giliran di ruang tunggu. Wajah pucat, suara batuk berat hingga lengkingan tangis anak balita menambah riuh suasana.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mereka yang berwajah sehat langsung menuju ke ruangan belakang, tak berkumpul dengan pasien lain di ruangan depan. Walau penampilan mereka kelihatan segar, sebenarnya penyakit yang mereka derita sangat parah. Mereka itu adalah pecandu narkotika.

Di ruangan belakang itulah para pecandu mendapatkan pengobatan. Bukan dengan rehabilitasi atau detoksifikasi namun dengan cara mengonsumsi metadon. “Efeknya sebenarnya sama dengan heroin. Namun metadon adalah heroin sintesis yang di dalamnya ada obat untuk penyembuhan,” jelas petugas pelaksana, dr Suwarji.

Kepala Puskesmas Manahan, dr Guntur Lawu Wibowo, menambahkan berbeda dengan putaw yang menyebabkan pecandu tak bisa berbuat apa-apa kecuali tidur, obat dalam metadon justru membuat para pecandu tetap bisa beraktivitas. Intinya mereka bisa melakukan hal-hal yang produktif dengan substitusi itu. Di bawah kontrol tiga dokter, para pecandu mengonsumsi metadon setiap hari yang dosisnya disesuaikan. Dari mulai yang tinggi, menurun hingga kemudian hilang sama sekali.

Walau sudah empat tahun berjalan, diakui Guntur, belum ada pecandu yang pulih kesehatan mereka. Menurutnya, butuh waktu lama pecandu bisa hidup normal seperti sedia kala. Maklum, penyakit kecanduan melibatkan serangkaian syaraf di otak manusia.

“Kerja narkotika itu kan menyerang otak. Tidak ada kaitannya dengan moral karena kerusakan yang diakibatkan dari penyalahgunaan narkotika ini adalah kerusakan syaraf otak. Sembuh pun tidak bisa. Yang bisa kami lakukan hanyalah memulihkan supaya bisa hidup normal tanpa narkoba,” ujarnya.

Suwarji menyamakannya dengan penyakit diabetes. Walau sudah diobati, penyakit itu akan tetap ada di tubuh. Salah satu cara untuk mencegahnya kambuh adalah dengan mengontrol gaya hidup mulai perilaku makan, berolahraga dan lainnya. Narkotika pun seperti itu.

Meski metadon memberikan banyak manfaat, menurut Suwarji, jumlah pecandu yang mengakses metadon di Puskesmas Manahan relatif sedikit. Dari yang hanya satu orang saat kali pertama klinik dibuka pada 2009, jumlah pasien kini hanya 30 orang.

Kecilnya minat pecandu mengakses metadon juga diakui koordinator lapangan Harm Reduction Penasun Mitra Alam, Walidi. Menurutnya, dari 108 pecandu yang dijangkau Mitra Alam untuk mengakses metadon di Puskesmas Manahan maupun RSUD dr Moewardi, kebanyakan drop out di tengah jalan. Lembaganya mencatat hanya 55 pecandu yang masih aktif mengakses metadon hingga kini.

“Ada anggapan yang salah di kalangan pecandu mengenai metadon. Mereka mengira metadon sama-sama membuat kecanduan. Di satu sisi betul tapi kan metadon juga mengandung obat. Kemudian penekanan penting lainnya adalah kesembuhan pecandu dengan metadon bukan diukur dari singkatnya waktu melainkan makin lama makin bagus. Kesinambungannyalah yang dicari supaya pecandu benar-benar bisa pulih.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya