SOLOPOS.COM - Para petani penggarap yang merupakan warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu ketika berdialog dengan Kepala ATR/BPN Grobogan mengenai pengurusan sertifikat, Rabu (29/6/2022). (Solopos/Arif Fajar S)

Solopos.com, PURWODADI — Belasan warga dari Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu mendatangi Kantor Kementrian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kantor Pertanahan Grobogan, Rabu (29/8/2022).

Kedatangan warga Desa Kandangrejo yang merupakan petani penggarap tersebut meminta kejelasan mengenai kemungkinan mendaftarkan tanah garapan mereka agar bisa disertifikatkan di Kantor BPN Grobogan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Karena tanah yang mereka garap puluhan bahkan sebelum Indonesia merdeka di lokasi kalimati di Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu tiba-tiba dipatok oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

Koordinator warga Desa Kandangrejo Edi Haryono menjelaskan ada 180 kepala keluarga yang turun-temurun menggarap tanah seluas sekitar 39 hektare di bekas kelokan sungai atau kalimati.

“Sejak sebelum merdeka warga sudah menggarap. Kedatangan ke BPN Grobogan ingin meminta informasi kemungkinan tanah garapan mereka bisa dibuatkan sertifikat,” ujar Edi.

Baca juga: Terima 5.000 Dosis Vaksin PMK, Disnakkan Grobogan: Masih Kurang

Salah satu petani penggarap, Wandi, 83 tahun mengaku keluarganya sudah menggarap tanah yang sejak 2014 dipasangi patok oleh BBWS sejak sebelum kemerdekaan.

“Kami sempat membayar pajak ke Dinas Pengairan pada 2014 setelah ada perjanjian. Namun kini tanah garapan dipatok sama BBWS. Kami ingin tahu apakah tanah tersebut bisa disertifikatkan,” tanya Wandi.

Bagaimanapun lanjutnya, berkat menggarap tanah tersebut sejak puluhan tahun secara turun temurun, warga bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak.

Perwakilan dari LBH Semarang, Fajar Dika yang mendampingi warga ke Kantor Pertanahan Grobogan mengatakan, dari penuturan warga bahwa mereka sudah menggarap sebelum merdeka.

Baca juga: Siap-Siap! Tahun 2022, Jateng Buka Lowongan 4.000 ASN

“Itu tanah timbul. Yang semula sungai, jadi tanah tersebut bisa menjadi tanah obyek reforma agraria (TORA). Sehingga masyarakat bisa memiliki dengan status hukum yang jelas, yakni dengan sertifikat,” ujarnya.

Kepala ATR/BPN Kantor Pertanahan Grobogan Herry Sudiartono menjelaskan dari catatan di BPN tanah di lokasi itu dikelola dinas pengairan. Yang sekarang di bawah BBWS.

Namun, masih ada tarik menarik terkait status kepemilikan tanah yang semula kalimati. Karena ada juga perjanjian warga dan pihak pengairan terkait ijin penggarapan tanah itu.

“Kepemilikan aset yang belum jelas sehingga belum bisa didaftarkan sertifikat. Saya sarankan warga mencari kejelasan mengenai hal itu ddengan mendatangi BBWS. Setelah jelas, maka kami baru bisa mengurus sertifikatnya,” jelas Herry.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya