SOLOPOS.COM - ilustrasi aksi perempuan (Burhan Aris Nugraha/JIBI/SOLOPOS)

Solopos.com, PEMATANG SIANTAR — Seorang remaja berinisial MFA, 16, menjadi tersangka karena dilaporkan ayah kandungnya sendiri, Ipda Pj. Belum diketahui dakwaan yang dituduhkan kepada MFA.

Sebelum berstatus tersangka, MFA terlebih dulu melaporkan sang ayah karena kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

“Hal ini tentunya sangat ironis bagi kami di Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Sumut. Bayangkan, anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan ayah kandungnya sendiri malah menjadi tersangka atas laporan balik ayahnya yang notabene merupakan oknum anggota Polri berpangkat Ipda di Polres Pematangsiantar,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sumut, Komalasari, seperti dikutip Detik.com, Minggu (17/10/2021).

Laporan MFA kepada ayahnya itu bernomor LP/2332/XII/2020/SUMUT/SPKT tertanggal 3 Desember 2020. Sementara laporan dari Ipda PJ kepada MFA bernomor LP/27/I/2021/SU/STR tanggal 14 Januari 2021 tentang kekerasan fisik dalam keluarga.

Komalasari menilai laporan mereka ke Polres Pematangsiantar itu tidak ditindaklanjuti. Untuk itu mereka membuat laporan ke Polda Sumut.

Baca Juga: Kompolnas: Kombes Rachmat Widodo Permalukan Polri 

“Laporan itu tidak diproses di Polres Pematangsiantar. Pelapor dan korban yang datang ke sana malah diarahkan bertemu Wakapolres dan Kasi Propam yang menurut kita justru mengintimidasi korban dan orang tuanya agar tidak melaporkan kasus itu. Karena itu orang tua korban mengadu ke LPAI dan mendapat pendampingan membuat laporan kasus itu ke Polda Sumut pada 3 desember 2020 sehari setelah peristiwa kekerasan itu terjadi,” ucap Komalasari.

Komalasari menyebut MFA kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Oktober 2021. Dia menilai penetapan ini tidak tepat.

“Dari proses panjang laporan kasus kekerasan terhadap anak dan KDRT yang dialami korban MFA ini, kemudian muncul laporan balik dari pelaku yang kita simpulkan sebagai rekayasa dengan tujuan untuk menghentikan laporan Y dan MFA terhadap pelaku. Terlebih luka yang dialami pelaku dalam laporannya pada tanggal 14 januari 2021 itu soal peristiwa yang terjadi pada 2 desember 2020, kan aneh kalau laporan itu diterima,” tutur Komalasari.

Sementara itu, ibu MFA, Yusmawati, menceritakan kisah anaknya diduga menjadi korban KDRT. Yusmawati mengatakan anaknya menjadi korban karena pembelian air galon.

“Karena dia (pelaku) nanya, anak laki-laki saya (korban MFA) ini ngasih tahu ke pelaku kalau galon airnya cuma dibeli satu sama adiknya. ‘Ayah, galon ayah cuma satu yang dibeli, sisa uangnya Rp 5000 ada sama adik Akli’ kata anak saya ini. Tapi dia emosi langsung ngambil sapu mukulin anak saya, bukan cuma mukul tapi sapu itu ditindihkan ke leher anak saya sampai jatuh,” ungkap Yusmawati.

Baca Juga: Dilaporkan Ayah yang Perwira Polri, Anak Jadi Tersangka Penganiayaan 

Yusmawati menambahkan perlakuan kasar yang dilakukan pelaku sudah bertahun-tahun mereka alami. Selain dialami korban MFA, kekerasan juga dialami anak perempuannya sejak 2015 hingga akhirnya menikah dan tinggal terpisah.

“Ini yang kemudian menjadi pertimbangan untuk melanjutkan kasus tersebut agar pelaku berubah,” jelas Yusmawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya