SOLOPOS.COM - Kerupuk ndalepak ndalepuk Wonogiri (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Kuliner Wonogiri yang satu ini merupakan kuliner jadul.

Solopos.com, WONOGIRI — Ingat kerupuk ndalepak-ndalepuk atau kerupuk kere yang dahulu bisa didapat hanya dengan cara barter dengan rosok? Ternyata kerupuk berbentuk seperti rantai itu masih bisa dijumpai di Wonogiri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kerupuk yang rasanya asin dan manis tersebut dijual Sri Giyati, 46, di rumahnya di Dusun Sengon RT 003/RW 007, Ngadiroyo, Nguntoronadi. Kerupuk dijajakan di tepi jalan raya Ngadirojo-Pacitan dari arah Ngadirojo kanan jalan setelah Jembatan Gedong, Ngadirojo.

Sri menjual kerupuk camilan tradisional itu sejak setahun terakhir. Penjualannya mencapai 6 kuintal/pekan. Penghasilan bersih yang didapatnya mencapai Rp5 juta/pekan dari omset sekitar Rp12 juta/pekan.

Menurut Sri konsumen berbondong-bondang membeli kerupuk ndalepak-ndalepuk lebih karena ingin mengakrabi kenangan masa kecil. Hal yang sama dirasakan Solopos.com saat melihat kerupuk itu, Kamis (14/9/2017). Menurut Sri melihat terlebih menikmati kerupuk yang digoreng menggunakan pasir itu mengingatkan pada masa kecil di desa.

Barter Rosok

Dahulu, sekitar 1990-an atau sebelumnya, kerupuk  kere bisa dibeli dengan cara barter dengan rosok atau barang bekas. Bahkan, sandal pun laku. Banyak anak yang mengambil sandal bapaknya untuk ditukarkan kerupuk. Atas kebiasaan itu kerupuk dinamakan ndalepak-ndalepuk akronim dari sandale bapak diijolke kerupuk atau sandal milik bapak ditukarkan kerupuk.

Pekerja membungkus kerupuk ndalepak-ndalepuk di rumah Sri Giyati Sengon RT 003/RW 007, Ngadiroyo, Nguntoronadi, Wonogiri, Kamis (14/9/2017). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Pekerja membungkus kerupuk ndalepak-ndalepuk di rumah Sri Giyati Sengon RT 003/RW 007, Ngadiroyo, Nguntoronadi, Wonogiri, Kamis (14/9/2017). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Saminem, 49, warga Ngadiroyo, merasakan hal sama. Masa indah waktu kecil langsung merasuki pikiran saat melihat kerupuk ndalepak-ndalepuk. Dia tak menyangka ternyata kerupuk tersebut bisa ditemui tak jauh dari rumahnya. Bedanya jika dahulu membelinya dengan cara barter rosok, sekarang dibeli dengan uang.

Dahulu, kata dia, saat mendengar bunyi ngikngok ngikngok dari penjual kerupuk, Saminem bersama teman-temannya langsung mencari rosok sedapatnya. Kadang menemukan ember bekas, kadang dapat botol handbody. Kalau bisa barter rasanya senang sekali.

“Wadah kerupuknya bukan plastik, tapi bagian bawah baju atau daun jati,” kisah Saminem.

Sri Giyati menceritakan kerupuk dagangannya didapat dari produsen di Demak. Dia kulak sebanyak 6 kuintal/pekan. Persediaan itu selalu habis tiap pekan. Kerupuk dikemas di plastik besar dan kecil. Kerupuk seplastik besar dijualnya Rp10.000.

Sedangkan seplastik kecil dijual Rp1.500. Sri memasarkan sebagian persediaan ke sejumlah pasar di Wonogiri, seperti Baturetno, Slogohimo, dan Ngadirojo, serta Pasar Punung, Pacitan, Jawa Timur. Sebagian lagi dijual di rumahnya untuk melayani pembeli yang lewat jalan raya.

Sebelumnya dia menjalankan usaha mengkreditkan perabot rumah tangga selama 10 tahun. Karena alasan tertentu usahanya berhenti. Lalu dia berjualan tahu bakso di Pasar Punung hingga akhirnya melihat ada yang berjualan kerupuk ndalepak-ndalepuk. Dia pun mengikuti jejak pedagang tersebut.

“Banyak konsumen yang beli karena teringat masa kecil. Ada juga yang membeli karena nonkolesterol,” ucap Sri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya