SOLOPOS.COM - Para kepala SMP negeri di Sragen mencicipi makanan tradisional khas Sukowati di Learning Event di nDayu Park, Sragen, Senin (18/7/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kukusan, besek, dan tumbu yang terbuat dari anyaman bambu bisa menjadi sarana pembelajaran matematika dalam Kurikulum Toleransi Khas Sukowati.

Bahkan tampah, kelereng, karet, dan tikar berbahan daun pandan pun bisa menjadi alat peraga untuk mengenalkan bangun ruang dan bangun datar kepada siswa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Metode pembelajaran kreatif itu dipaparkan di hadapan 49 kepala SMP negeri di Kabupaten Sragen saat mengikuti learning event  di nDayu Park, Sragen, Senin (18/7/2022). Learning event yang dibuka Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disidkbud) Sragen, Suwardi, itu disampaikan melalui dua teknik dalam belajar selama, yakni teknik talk show dan kunjungan ke galeri kerja atau work galery.

Seperti di galeri kerja rumpun matematika dan sains yang dipandu dua master teacher. Salah satu master teacher itu adalah Bagus Suprihanto, dari SMPN 2 Sukodono. Ia menerangkan penerapan kurikulum toleransi khas Sukowati dalam pelajaran matematika cukup mudah.

Penerapannya sambil mengenalkan produk makanan tradisional seperti cenil, gemblong, cetot, jadah tiwul, tape ketan, dan kemplang kepada siswa. Siswa diajak menghitung komposisi bahan baku dari makanan tradisional itu. Misalnya, komposisi tepung berapa persen, air berapa pesen, bumbu berapa persen, dan seterusnya.

Baca Juga: Mengenal Kurikulum Toleransi Khas Sukowati Lewat Learning Event

Selanjutnya makanan tradisional itu ditempatkan pada tampah bambu. Tampah bisa menjadi sarana pembelajaran bangun datar dalam matematika. Adanya kelereng, besek, tumbu, dan kukusan juga bisa digunakan sebagai sarana pembelajaran bangun ruang dalam matematika.

“Kukusan itu mengenalkan bentuk kerucut. Kubus dikenalkan dalam bentuk tumbu dan besek,” ungkapnya.

Pembelajaran Pakai Jamu

Master Teacher dari SMPN 1 Miri, Yundari, mengenalkan produk jamu tradisional serta membawa tanaman jamu kaca beling sebagai alat peraga ilmu pengetahuan alam (IPA). Dia menjelaskan bahwa aneka ragam flora yang ada di Sukowati itu memiliki manfaat bagi tubuh karena di dalamnya ada zat-zat yang bisa membantu metabolisme tubuh.

Pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS),  master teacher dari SMPN 2 Sragen, Ernawati, menggunakan produk suvenir dari Museum Sangiran dan gambar museum Sangiran untuk pembelajaran tentang ekonomi, sejarah, dan geografi.

Baca Juga: Pendidikan Toleransi Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Sragen

“Bagaimana para pelaku UMKM di Sangiran itu memproduksi, distribusi, dan seterusnya merupakan pelajaran ekonomi. Keberadaan manusia purba itu juga menjadi sarana pembelajaran sejarah. Sedangkan letak geografis dan topografi Sangiran menjadi materi pembelajaran geografi,” jelasnya.

Kepala Disidkbud Sragen, Suwardi, menyampaikan perumusan Kurikulum Toleransi Khas Sukowati ini pihaknya dibimbing  USAID. Dia mengatakan guru dan siswa merasakan betul dalam lingkungan pembelajaran bahwa dampak dari kurikulum toleransi ini mampu membentuk karakter anak sejak dini

“Kami berharap kemitraan Disdikbud dengan USAID terus berjalan baik. Kurikulum toleransi ini perjalanannya panjang yang dimulai pada 2019 dengan penerapan di tiga sekolah, yakni SMPN 1 Sragen, SMPN 1 Sidoharjo, dan SMPN 2 Gondang. Dari tiga sekolah itu kemudian berkembang ke SMP negeri dan swasta lainnya,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya