SOLOPOS.COM - Warga melintas di depan Pasar Nglangon, Karangtengah, Sragen, Senin (30/8/2021). (Solopos-Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN – Puluhan kios di Pasar Nglangon, Sragen, Jawa Tengah, menjadi hunian warga secara turun-temurun dan  dan melembaga menjadi satu lingkungan rukun tetangga (RT), yakni RT 004/RW 003, Kelurahan Karangtengah.

Deretan kios yang berada di sisi barat Jl. Ahmad Yani mulai dari simpang empat Batoar hingga Pasar Nglangon, Karangtengah, Sragen, dihuni 72 orang pedagang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Fakta tersebut terungkap saat Kepala Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sragen Kota, Sragen, Sri Harjanto, membuka arsip tentang kios renteng saat ditemui Solopos.com di kantornya, Selasa (31/8/2021).

Baca juga: Kering Kerontang, Air di Waduk Lalung Karanganyar Tinggal Segaris

Harjanto, sapaannya, memperkirakan kios-kios tersebut dibangun sekitar tahun 1970-an saat Karangtengah masih berstatus desa. Mulai 1994, ungkap dia, Karangtengah baru berubah status administrasinya sebagai kelurahan di bawah Kecamatan Sragen Kota.

“Kalau dilihat dari nomor urut kios yang terdaftar itu dimulai dari nomor 5-78 sehingga penghuni kios itu sebanyak 72 orang pedagang. Mereka ada yang menetap disitu dan ada pula yang tidak. Setiap kios berukuran 6 meter x 9 meter. Mereka tidak ditarik retribusi maupun sewa tetapi membayar pajak bumi dan bangunan (PBB),” ujarnya.

Harjanto menunjukkan sertifikat lahan yang ditempati kios-kios itu seluas 2.740 meter persegi. Dia menjadi bertanya-tanya lahannya sudah bersertifikasi atas nama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen tetapi para penghuni kiosnya bisa memiliki surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) untuk PBB. Dia menerangkan sertifikat itu dibuat pada 1999 atau setelah status Karangtengah berganti menjadi kelurahan bukan desa.

Baca juga: Sekolah di Solo Boleh Gelar PTM Mulai Pekan Ini, Kampus Pekan Depan

Harjanto tak mengetahui persisnya kapan hunian kios-kios itu membentuk menjadi sebuah RT dan mereka memiliki STTP atas nama yang menempati. Selama ini, Harjanto juga tidak menemukan bukti transaksi apa pun terkait sewa-menyewa atau kesepakatan lain ihwan pemanfaatan kios renteng di Kawasan Nglangon itu.

“Mungkin ada dari warga itu yang masih menyimpan hak guna dari desa. Setelah desa berubah jadi kelurahan sudah tidak ada penerbitan surat itu. Kalau ada peralihan pengguna itu di internal warga sendiri,” terangnya.

Baca juga: Profil Happy Hapsoro, Suami Puan Maharani yang Jarang Tersorot Kamera

Meskipun status Karangtengah sebagai kelurahan tetapi masih menyisakan dua orang yang status kepegawaiannya sebagai perangkat desa dengan gaji bengkok, yakni Sujarno, 59, dan Santoso, 57. Berdasarkan surat pengangkatan, mereka akan pensiun pada usia 65 tahun.

Sujarno pernah menempati salah satu kios itu selama enam tahun pada tahun 2000-an. Ia tidak tahu persis kapan kios-kios itu dibangun.

Santoso masih ingat bila kios-kios itu dibangun oleh warga yang hendak menempati lokasi itu. Dia menyebut lahan itu dulunya merupakan tanggul jalur lori pengangkut tebu ke Pabrik Gula (PG) Mojo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya