SOLOPOS.COM - Ketua Tim Advokasi dan Hukum FPI Jateng, Zainal Abidin Petir (kiri) berfoto bersama Ketua FPI, M. Rizieq Shihab (tengah), saat menjalankan ibadah haji di Mekah, beberapa waktu lalu. (JIBI/Semarangpos.com/Istimewa-Zainal Abidin Petir)

Krisis kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya membuat ormas Islam, FPI, akan menggelar aksi di Candi Borobudur.

Semarangpos.com, SEMARANG – Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah (Jateng) bertekad tetap menggelar aksi solidaritas bagi kaum muslim Rohingya di Candi Borobudur, Magelang, Jumat (8/9/2017).  Bahkan, meskipun rencana aksi di salah satu situs cagar budaya warisan dunia itu ditentang oleh aparat kepolisian.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Lo apa alasan Polda melarang kami menggelar aksi solidaritas di Candi Borobudur? Kami menjamin tidak akan merusak Candi Borobudur dan ke sana untuk menggelar aksi solidaritas. Kami juga tidak akan melakukan tindakan anarkistis. Jadi kenapa dilarang?” tanya Ketua Tim Advokasi dan Hukum FPI Jateng, Zainal Abidin Petir, kepada Semarangpos.com, Selasa (5/9/2017) malam.

Larangan menggelar aksi solidaritas bertajuk #SaveRohingya di Candi Borobudur pada Jumat mendatang disampaikan Kapolda Jateng, Irjen Pol. Condro Kirono. Condro menilai Candi Borobudur merupakan obyek vital nasional sehingga sesuai UU No. 9/1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tidak boleh digunakan sebagai tempat menggelar unjuk rasa atau demonstrasi.

Demi mencegah aksi itu Kapolda bahkan akan menerjunkan 22 satuan setingkat kompi (SSK) atau setara 2.500 polisi untuk berjaga-jaga di sekitar kawasan Candi Borobudur, Kota Magelang dan juga daerah lain di Jateng. Sebagai gantinya, polisi justru mengarahkan aksi solidaritas bagi warga korban krisis Rohingya dilakukan di masjid, tempat terbuka untuk umum yang dikecualikan menjadi lokasi unjuk rasa atau demonstrasi dalam UU No. 9/1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Terkait sikap Kapolda Jateng itu, Zainal mengaku kecewa. Ia menilai seharusnya Kapolda memberikan fasilitas berupa pengamanan kepada para peserta aksi solidaritas bagi korban krisis Rohingya dan bukannya melarang warga datang ke candi yang kini dikelola PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu Boko (Persero) tersebut.

“Mestinya Kapolda justru memberikan rasa aman kepada ormas yang akan menggelar aksi. Mari berkoordinasi dengan ormas agar masyarakat yang tidak ikut aksi tidak terganggu dan lalu lintas juga lancar. Jangan hanya melarang dan curiga dengan ormas Islam yang mau beraksi,” tutur Zainal.

Terkait alasan Kapolda yang melarang Candi Borobudur digunakan sebagai tempat menggelar aksi, Zainal tidak sependapat. Menurutnya Candi Borobudur bukanlah objek vital nasional sesuai dengan yang diatur dalam UU No. 9/1998, sehingga bisa digunakan sebagai tempat menggelar aksi atau menyampaikan pendapat.

“Yang termasuk objek vital nasional setahu kami adalah Istana Negara, rumah sakit, pelabuhan, maupun bandara, dan bukan tempat wisata. Jadi boleh dong kalau Borobudur digunakan sebagai tempat untuk mengeluarkan pendapat atau aspirasi,” beber Zainal.

Zainal mengatakan aksi #SaveRohingya yang akan digelar sejumlah ormas di kawasan Candi Borobudur itu merupakan wujud keprihatinan atas tragedi yang menimpa warga Rohingya karena menjadi korban kekejaman militer dan penguasa Myanmar. Aksi itu diklaim akan diikuti sejumlah ormas Islam dan diikuti massa yang mencapai ribuan orang.

Pemilihan aksi di Borobudur, dinilai Zainal bakal menyita perhatian dunia internasional. Hal itu tak terlepas dari status Candi Borobudur yang merupakan salah satu situs warisan dunia yang diakui UNESCO, badan khusus milik PBB.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya