SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembayaran digital (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA –– Beberapa sentimen masih jadi penghambat pertumbuhan industri pembiayaan (multifinance), terutama di segmen kredit mobil yang menyumbang nilai portofolio pembiayaan terbesar.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2021, piutang pembiayaan mobil baru sebesar Rp108,81 triliun, masih mengalami kontraksi 3 persen (year-to-date/ytd) dari awal tahun dan 9,9 persen (year-on-year/yoy) secara tahunan.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa kendati penjualan mobil baru mulai membaik, terutama karena subsidi pajak barang mewah (PPnBM), permintaan kredit di segmen ini masih belum optimal.

Sekadar informasi, insentif PPnBM kini ditanggung pemerintah 100 persen hingga akhir Agustus 2021, di mana apabila tidak diperpanjang kembali, maka diskon PPnBM yang ditanggung pemerintah pada periode September-Desember 2021 hanya tersisa 25 persen saja.

Baca Juga: Kadin Bantu Oksigen Cair 3 Ton di Solo

Menunggu Stok

Salah satu alasan kenapa saya ungkit insentif ini belum maksimal buat mendongkrak kinerja multifinance, yaitu fenomena keterbatasan supply beberapa merek mobil. Tak jarang, sebagian masyarakat memilih menunda dan masih rela menunggu sampai stok kendaraan impiannya ada, bahkan beralih ke kendaraan bekas.

Sekadar informasi, keterbatasan supply merupakan dampak pembatasan kegiatan di pabrik produksi dan perakitan kendaraan, serta dampak krisis semikonduktor atau microchip dunia yang menjadi bahan baku fitur-fitur pintar dalam kendaraan masa kini.

“Keterbatasan supply mobil memang jadi salah satu faktor yang tidak bisa kita prediksi. Jadi kalau saya pribadi, momentum buat multifinance bisa optimal memang kalau PPnBM diperpanjang lagi. Tapi tetap kita serahkan kepada pembuat keputusan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (30/8/2021).

Faktor lainnya, yaitu kenaikan persentase pembeli mobil baru secara tunai atau cash. Apabila dari total penjualan unit tiap tahun sebelumnya hanya berada di kisaran 30 persen, sepanjang 2021 ini telah mencapai 50 sampai 60 persen.

Baca Juga: Kolaborasi Bisnis, Upaya Meraih Pasar Ekspor di Masa Pandemi

Namun demikian, Suwandi menjelaskan bahwa salah satu pendorong kenaikan persentase ini bukan hanya karena segmen pembeli mobil baru kini didominasi kalangan menengah ke atas, namun juga karena sikap selektif dari pemain multifinance di era new normal ini.

“Memang ada pembeli yang memilih mau aman saja, memilih di era ketidakpastian ini menghindari urusan dengan leasing, atau dari segmen produktif yang pilih keluarin modal langsung banyak karena takut usahanya mandek. Tapi kalau dari analisa kami juga ada pengaruh karena calon debitur yang disetujui makin sedikit,” jelasnya.

Menurut Suwandi, pendekatan para pemain multifinance masih lebih berhati-hati dan ketat, karena kini penilaian rekam jejak debitur saja tidak cukup dalam menilai kelayakan kredit. Penilaian credit scoring terkini turut mencakup analisis kondisi debitur ke depan terhadap dampak ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

“Kita sekarang sudah ikut terintegrasi ke Sistem Layanan Informasi Keuangan [SLIK], para pemain juga terkoneksi ke sistem asset registry. Prioritas industri sekarang memang bagaimana menjaga kualitas portofolio, sehingga mungkin banyak calon debitur yang belum bisa masuk,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya