SOLOPOS.COM - Seorang warga melintas di depan Tugu Museum Manyarejo, Plupuh, Sragen, yang masih menjadi Kawasan Situs Sangiran, Kamis (11/8/2022). (Espos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pemuda di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen, ingin mengembangkan destinasi wisata baru di wilayah mereka. Pemuda yang tergabung dalam Perkumpulan Brayat Krajan Sangiran ini mlihat banyaknya temuan fosil hewan purba di Manyarejo menjadi potensi untuk menarik wisatawan.

Nantinya banyaknya fosil yang ditemukan dan dikelola warga akan dilengkapi dengan potensi budaya sehingga akan semakin menarik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua Perkumpulan Brayat Krajan Sangiran, Heri Irawan, langkah awal yang akan mereka lakukan adalah mendata potensi desa yang bisa dikembangkan jadi daya tarik wisata. Potensi tersebut di antaranya pertanian, sumber daya alam, fosil, sumber air, dan seterusnya.

“Di Dukuh Krajan ini sebenarnya gudangnya fosil karena mayoritas temuan fosil di Sangiran itu dari Krajan ini,” ujar Heri saat berbincang dengan Espos, Kamis (11/8/2022),

Baca Juga: Gading Purba Sedot Perhatian Pengunjung Pameran Keliling di RSPD Klaten

Dia menerangkan fosil-fosil yang ditemukan warga hanya dilaporkan kepada pihak Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. Sementara pengelolaannya dilakukan masyarakat secara mandiri.

“Kami sudah memiliki fosil gading gajah yang masih di dalam tanah dan baru terlihat sepanjang 20-25 cm. Fosil itu sengaja tidak diambil tetapi dijadikan daya tarik wisata desa. Kami juga sudah memiliki fosil banteng purba yang disimpan di joglo Mbah Tugi,” sambunga Heru yang diamini anggota Perkumpulan Brajat Krajan Sangiran, Tri Handoko.

Asal Usul Krajan

Dia mengatakan Sangiran sudah dikenal dunia, tetapi warga Krajan ternyata belum bisa memanfaatkan sumber daya alam itu untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Selain fosil sebagai daya tarik wisata, Heri juga akan mengembangkan seni budaya dengan menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Seni yang akan dikembangkan antara lain gambus, tari balung buta, dan tari rempek.

Tri Handoko menambahkan, Krajan memiliki sejarah yang unik. Menurutnya, asal usul Krajan yang sebenarnya diambil dari kata Kerajaan. Kerajaan yang dimaksud berkaitan dengan kisah Raden Bandung Bondowoso yang berhasil membunuh raksasa atau buta Tegopati karena membuat kehidupan masyarakat kerajaan porak poranda.

Baca Juga: Tiga Generasi Gajah Purba di Situs Sangiran dan Kepunahan Gajah Jawa

Ada toponimi desa yang berkaitan dengan kisah Raden Bandung itu, seperti tempat bertapanya di Dukuh Tapan dan tempat perang Raden Bandung dengan raksasa di Dukuh Glagah Ombo. Selain itu ada tempat untuk mengasah kuku pancanaka di Dukuh Sangir, tempat mendapatkan wahyu bertemu Dewa Ruci di Dukuh Kedungringin, tempat mendapatkan ilham atau wisik di Sendang Busik, dan kalahnya raksasa Tegopati itu di Dukuh Bapang karena kalahnya dalam kondisi jepapang.

“Kerajaan itu sebenarnya bukan kerajaan dalam arti sekarang. Kemungkinan kerajaan itu adalah kerajaan manusia purba atau pusat permukiman manusia purba. Sehingga 65% temuan fosil itu ada di Dukuh Grogolan, Krajan ini, seperti fosil manusia purba, fosil alat, fosil hewan, dan seterusnya. Orang Belanda yang meneliti di sini awalnya bukan mencari fosil tetapi mencari minyak. Di kawasan ini masih ada air asin dan gas alam,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya