SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Pemkot Solo akan meletakkan iklan rokok di pinggir kota sebagai upaya mewujudkan Kota Layak Anak.

Solopos.com, SOLO — Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Solo berencana menempatkan iklan rokok hanya berada di pinggir kota atau wilayah perbatasan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala BPPKAD Solo, Herman Yosca Soedradjad, mengatakan berdasarkan arahan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo, keberadaan iklan rokok dinilai masih menjadi salah satu penghambat capaian predikat Kota Layak Anak (KLA) bagi Kota Solo.

Namun, menurut dia, iklan rokok yang telah terpasang di berbagai sudut Kota Solo tersebut tidak bisa seketika langsung ditiadakan. Yosca menilai keberadaan iklan rokok apalagi berkontribusi cukup besar terhadap capaian pendapatan daerah dari sektor pajak.

“Iklan rokok jangan dihabisi. Tapi akan kami tempatkan di lokasi pinggir kota atau pintu masuk kota seperti Jurug. Penempatan iklan rokok ke pinggir kota juga harus dengan tahapan. Tidak bisa langsung dipinggirkan,” kata Yosca, Rabu (6/9/2017).

Yosca menyampaikan potensi pendapatan daerah dari retribusi dan pajak perlu digenjot. Dia menceritakan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo hingga sekarang masih sangat mengandalkan pemanfaatan APDB Provinsi Jateng maupun APBN untuk pelaksanaan program. Kondisi tersebut, menurut Yosca, tidak bisa terus dibiarkan.

Pemkot harus mandiri dalam menyediakan anggaran guna mencukupi kebutuhan dalam pelayanan kepada masyarakt. Dengan begitu, kata dia, iklan rokok jangan dihabisi karena cukup menyumbang pendapatan daerah dari sektor pajak.

“Kondisi APBD kota masih banyak menerima transfer dari pusat baik APBD provinsi maupun APBN. Uang mereka kan lama-lama habis, bisa berkurang transfer dari APBD pusat ke APBD kota. Dengan begitu kami perlu mengutamakan pendapatan pajak termasuk dari itu [iklan rokok],” jelas Yosca.

Yosca menerangkan pendapatan daerah yang dikumpulkan dari sektor pajak reklame kini mencapai sekitar Rp8 miliar/tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp3,5 miliar-Rp4 miliar/tahun merupakan pajak iklan rokok dalam wujud videotron, vertikal banner, spanduk, dan lain sebagainya. Dia mengatakan BPPKAD kini telah memiliki rencana untuk membuat masterplan penataan iklan di Kota Solo.

BPPKAD bahkan telah menggelar pertemuan dengan pengurus dan anggota Asosiasi Perusahaan dan Praktisi Periklanan (Aspro) Solo guna mengumpulkan pandangan mengenai rencana pembuatan masterplan penataan iklan.

“Aspro kami kumpulkan. Mereka sudah saya mintai pendapat. Pandangan Aspro nanti kami jadikan pertimbangan untuk membuat masterplan penataan iklan. Jadi kebijakannya genah. Tidak seperti sekarang. Dalam aturan sekarang, iklan rokok boleh asal tidak dekat dengan sekolah, kantor dan lain-lain. Ini yang dipegang oleh perusahan rokok. Nantinya titik-titik iklan bakal kami atur lebih jelas,” terang Yosca.

Diwawancarai terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Solo, Widdi Srihanto, menjelaskan pemerintah pusat menetapkan lima tahapan peringkat kabupaten atau kota sebagai KLA, mulai dari pratama, madya, nindya, utama, hingga KLA.

Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Solo bertengger pada predikat Nindya bersama Surabaya dan Denpasar. Dia menyebut salah satu hambatan Kota Solo bisa mendapat predikat KLA adalah masih maraknya iklan rokok di ruang publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya