SOLOPOS.COM - Mohammad Jamin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Harian Solopos edisi 9 Mei 2020 memuat artikel saya yang berjudul Mewaspadai Korupsi Dana Pandemi. Dalam artikel tersebut saya menyampaikan kekhawatiran penggelontoran dana penanganan pandemi Covid-19 senilai Rp405,1 triliun membuka peluang besar terjadi korupsi.

Alokasi anggaran itu untuk jaring pengaman sosial atau social safety net Rp110 triliun sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-unang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mewaspadai korupsi pada era pandemi Covid-19 yang belum ketahuan kapan berakhir sangatlah logis mengingat kasus korupsi dan bancakan dana bantuan bencana bukan fenomena langka. Kasus korupsi dana pemulihan bencana di Indonesia bukan barang baru.

Pengucuran dana penanganan pandemi yang sangat besar dalam situasi serba darurat dikhawatirkan akan membuka peluang besar terjadi penyimpangan dan korupsi, termasuk penumpang gelap yaitu pengusaha yang ikut memanfaatkan situasi dengan iming-iming suap puluhan miliar rupiah.

Ekspedisi Mudik 2024

Potensi penyalahgunaan dana dan korupsi dana penanganan Covid-19 sangat tinggi, terutama terjadi pada dana jaring pengamanan sosial (social safety net) sejak tahap pendataan hingga penyaluran kepada penerima bantuan, maupun bidang kesehatan berupa belanja pengadaan barang dan jasa untuk pembelian alat kesehatan serta perbaikan fasilitas kesehatan.

Pada titik rawan itulah yang sering mengundang terjadinya moral hazard. Kekhawatiran itu akhirnya terbukti ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (6/12/2020) menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Penetapan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka itu merupakan kelanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap MJS dan AW, dua orang pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial, yang mematok fee Rp10.000 per paket bahan pokok. Mereka merupakan tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada 2020.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan konstruksi kasus ini berawal dari pengadaan paket bahan pokok sebagai bantuan sosial penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan total 272 kontrak senilai Rp5,9 triliun yang dilaksanakan selama dua periode. Menteri Sosial Juliari Peter Batubara diduga menerima suap Rp17 miliar untuk keperluan pribadi.

Dua pejabat pembuat komitmen itulah yang mengerjakan proyek tersebut. Langkah yang dilakukan adalah penunjukan langsung para rekanan dan pejabat pembuat komitmen diduga menyepakati penetapan fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.

Setelah nilai fee disepakati, MJS dan AW membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa pemasok sebagai rekanan pada Mei-November 2020. Rekanan itu adalah AIM dan HS dari kalangan swasta serta PT RPI yang diduga milik MJS. Menurut KPK, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara diduga mengetahui penunjukan PT RPI.

KPK menyebut AW mengetahui penunjukan tersebut. Fee penunjukan langsung tersebut diberikan secara tunai kepada Juliari Peter Batubara. Pada realisasi pendistribusian paket bantuan sosial bahan pokok periode pertama diduga ada fee kurang lebih senilai Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada Juliari Peter Batubara melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Uang itu kemudian dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan Menteri Sosial untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi sang menteri tersebut. Pada  periode kedua realisasi paket bantuan sosial bahan pokok terkumpul uang fee, dari Oktober sampai Desember 2020, sekitar Rp 8,8 miliar.

Uang itu juga diduga akan digunakan untuk keperluan Juliari Peter Batubara. Total ada lima orang tersangka dalam kasus ini. Menteri Sosial Juliari Batubara, MJS, dan AW ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan AIM dan HS ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Membikin Miris

Korupsi yang terjadi di Kementerian Sosial dan melibatkan sang menteri yang seharusnya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam penyaluran dana bantuan sosial di tengah rakyat yang terimpit kesulitan sungguh sangat keterlaluan dan tidak berperikemanusiaan.

Kementerian Sosial sebagai leading sector penyaluran bantuan sosial yang seharusnya mengamankan dan menjamin tersalurkannya bantuan kepada tangan rakyat yang sangat membutuhkan justru kehilangan trust karena terjerembab perbuatan nista sang menteri. Kita patut mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo  yang menghormati proses hukum yang menjerat para menterinya.

Dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Minggu 6 Desember 2020, Presiden Joko Widodo secara tegas mengatakan tidak akan melindungi pejabatnya yang korupsi karena sudah sering diingatkan agar tidak korupsi. Ironisnya sekalipun  Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan sejak awal kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju agar jangan korupsi, tampaknya ada menteri yang memang bandel dan memiliki karakter korup.

Menteri yang melakukan korupsi di tengah pandemi merupakan pengkhianat terhadap amanat penderitaan rakyat. Mengingat korupsi dana bantuuan sosial di Kementerian Sosial tersebut terjadi di tengah pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai keadaan darurat bencana nonalam dan berskala nasional maka pelaku dapat dijatuhi hukuman mati.

Hal ini  berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi  dilakukan dalam keadaan tertentu, yaitu pada waktu negara dalam keadaan bahaya atau pada waktu terjadi bencana, dapat dikenakan sanksi pemberatan bagi pelaku dengan pidana mati.

Meskipun fenomena korupsi di kalangan menteri kian memperihatinkan, di sisi lain publik memberikan apresiasi tingg atas prestasi KPK yang mengejutkan membuat hattrick melalui oeprasi tangkap tangan terhadap pejabat negara sekelas menteri. Betapa tidak, dalam rentang waktu hanya dua pekan  KPK berhasil mencokok dua orang  pejabat tinggi negara sekelas pembantu presiden.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Maju Edhy Prabowo juga ditangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan terkait suap izin ekspor benih lobster. Edhy ditangkap sepulang bersama istri dan  rombongan dari perjalanan ke Amerika Serikat. Setelah revisi Undang-undang KPK dan pelantikan pimpinan baru KPK, lembaga penegak hukum ini dinilai kurang kredibel.

Publik mengemukakan protes keras karena menganggap ada upaya pelemahan KPK secara sistematis melalui Udang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Kinerja KPK diananggap melempem dibanding KPK sebelum berlakunya UU itu.

Pemberlakuan UU KPK yang baru memunculkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat karena proses pengesahannya yang dianggap cacat formal dan materinya dinilai sangat melemahkan KPK. Mungkin saja KPK masih dinilai lemah dalam menangani kasus dugaan korupsi seperti kasus Harun Masiku, namun prestasi menangkap koruptor melalui operasi tangkap tangan belakangan ini jelas memberikan harapan .

Harapan baru akan adanya lembaga KPK yang kredibel, independen, objektif, dan kuat tanpa mengabaikan tugas dalam rangka pencegahan korupsi. Total setidaknya KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri telah menggelar delapan kali operasi tangkap tangan sejak dilantik akhir tahun lalu. Sejumlah pejabat menjadi sasaran operasi komisi antikorupsi tersebut, mulai kepala daerah hingga menteri di Kabinet Indonesia Maju.



Prestasi spektakuler KPK melalui operasi tangkap tangan dua menteri dalam rentang waktu dua pekan ini telah membalikkan persepsi publik tentang KPK sekarang ini. Secara objektif dan jujur publik dan kelompok masyarakat sipil antikorupsi harus memberikan apresiasi dan dukungan terhadap KPK yang telah memberikan bukti awal prestasi yang meyakinkan. Bravo dan maju terus KPK.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya