SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta--Tuntutan hukuman mati atas terdakwa Antasari Azhar dinilai Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sebagai upaya menyelamatkan citra jelek korps Adyaksa di mata masyarakat. Terlebih, proses hukum kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain tersebut berkembang menjadi situasi politis.

Terlebih peradilan di Indonesia belum indepeden dan korup. Bahkan masih menjadi ruang bebas gerak mafia peradilan. “Kami menengarai langkah Jaksa ini merupakan upaya memulihkan citranya di tengah sorotan tajam masyarakat saat ini,” kata Wakil Koordinator Kontras, Indria Fernida dalam press release yang diterima detikcom, Kamis, (21/1).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kontras memberikan argumen berdasarkan studi PBB tentang hukuman mati yang menunjukan adanya kerentanan intervensi atas proses hukum dalam peradilan. Tak hanya itu, efektivitas hukuman mati menjadi perdebatan sengit, apakah memberikan efek jera atau tidak.

“Dalam studi PBB, hukuman mati tak berbanding lurus dengan menurunya angka kejahatan,” bebernya.

Tak hanya itu, hukuman mati juga dinilai melanggar konstitusi dan prinsip dasar hak asasi manusia. Belum lagi, banyak catatan peristiwa kesalahan penerapan hukum yang justru menimbulkan ketidakadilan bagi para korban.

“Para terdakwa yang terbukti melakukan pembunuhan memang harus dihukum maksimal. Tapi tak bisa menegasikan hak dasar, yaitu hak hidup,” pungkasnya.

dtc/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya