SOLOPOS.COM - Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9/2015). (Antara)

Kontrak Freeport Indonesia habis pada 2021. Sebagian pihak menganggap nilai saham divestasi Freeport kemahalan.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian ESDM menyatakan pihak PT Freeport Indonesia belum menjelaskan dasar harga nilai divestasi 10,46 persen saham yang ditawarkan kepada Pemerintah Indonesia. Hal ini dirasa perlu agar pemerintah bisa menaksir harga saham divestasi Freeport Indonesia itu kemahalan atau tidak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Muhammad Hidayat, dalam 2016 Indonesia Energy & Mining Summit di Jakarta, Rabu (20/1/2016), mengatakan, pihaknya akan melakukan proses evaluasi mengenai kewajaran penawaran divestasi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.

“Sekali lagi, harus ada kesepakatan harga, kalau lihat kemahalan, ya kita panggil Freeport, kenapa tawarkan harga setinggi ini, karena mereka belum jelaskan dasar harga divestasinya,” katanya. Menurut Hidayat, pihaknya bersama tim evaluasi yang tengah dibentuk, akan menilai kewajaran harga divestasi yang ditawarkan.

“Banyak di publik beredar, katanya ini kok kemahalan ya. Sekali lagi, kami saja masih mengevaluasi benar tidak itu kemahalan dan wajar. Proses yang ditawarkan itu untuk jangka waktu kapan? Apakah sampai umur tambang selesai, atau sampai berakhirnya kontrak? Ini sedang kami evaluasi,” katanya. Baca juga: Harga Saham yang Ditawarkan Freeport Dinilai Kemahalan.

Menurut Hidayat, sesuai dengan aturan yang ada, pihaknya harus melakukan rangkaian tahap sebelum memutuskan untuk memperpanjang kontrak Freeport di Papua yang berakhir 2021. Namun, lanjut dia, jika misalnya tidak ada kesepakatan harga, pemerintah Indonesia bisa saja tidak membeli saham perusahaan tersebut dan membiarkan kontraknya berakhir.

“Kami ingin lakukan sesuai aturan. Andaikan nanti misalnya harganya tidak sepakat, tidak ada yang menawar, BUMN juga tidak ada (yang menawar), kita juga harus pikirkan, ‘worth it‘ [sepadan] tidak ya untuk beli, sedangkan 2021 sudah berakhir [kontraknya Freeport Indonesia],” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden Komunikasi Perusahaan Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan harga nilai divestasi yang ditawarkan itu berdasarkan perhitungan yang wajar. “Itu harga berdasarkan perhitungan yang wajar. Kita ada analisa, menurut kita wajar. Pemerintah akan evaluasi, dan pemerintah akan bilang, kita tunggu saja,” katanya.

PT Freeport Indonesia sudah memberikan penawaran awal harga untuk 10,64% saham divestasinya kepada pemerintah senilai US$1,7 miliar pada 13 Januari lalu. Namun, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menilai harga seluruh saham Freeport Indonesia hanya sekitar US$11,6 miliar.

Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi laba bersih yang stabil hingga masa kontraknya habis pada 2021 ditambah nilai aset pada 2014. Dia menjelaskan aset Freeport Indonesia pada 2014 tercatat senilai US$9,1 miliar dengan laba bersih senilai US$500 juta atau turun dari laba bersih pada 2013 senilai US$784 juta. Jika laba bersih diasumsikan tetap hingga 2019, maka nilainya seluruh sahamnya US$11,6 miliar saja atau US$1,23 miliar untk 10,64% saham. Baca juga: Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin Mundur.

“Perlu diingat dan menjadi pertimbangan, lima tahun ke depan Freeport akan lebih banyak development, sehingga produksi dan profitnya akan terus turun. Apalagi empat tahun terakhir Freeport tidak membayar dividen dan bisa berlanjut selama lima tahun ke depan,” paparnya, Senin (18/1/2016) lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya