SOLOPOS.COM - Pekerja menaikkan buah kelapa sawit yang baru dipanen di kawasan perkebunan sawit di Desa Berkat, Bodong-Bodong, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Kamis (10/3/2022). Harga tandan buah segar kelapa sawit nasional saat itu berada di level terendah di Papua Barat senilai Rp2.756,73 per kilogram dan tertinggi di Sumatra Barat senilai Rp3.733,02 per kilogram dan diprediksi akan naik terkait konflik Rusia dan Ukraina. (Antara/Basri Marzuki)

Solopos.com, JAKARTA — Konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan kenaikan harga komoditas secara eksponensial, mengingat kedua negara yang bertikai adalah pengekspor utama bahan bakar fosil, biji-bijian, pupuk, dan logam.

Gangguan pasokan komoditas akibat invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022, berdampak drastis pada perekonomian global, termasuk di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut catatan Bank Dunia, pada tahun 2020 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) mengimpor 9,7 persen pupuk dari Rusia dan 9,2 persen bahan bubur (sereal) dari Ukraina.

Selain itu, konflik Rusia-Ukraina itu akan menyebabkan harga energi dan makanan global naik masing-masing sebesar 50 persen dan 20 persen pada tahun 2022.

Baca Juga: Menteri Luhut Klaim Ekonomi Indonesia Terbaik di Dunia

Sedangkan tingkat inflasi untuk Asean sebagai sebuah kelompok meningkat dari 3,1 persen pada tahun 2021 menjadi 4,7 persen pada tahun 2022.

Gangguan Target Perbaikan Iklim Peneliti Utama dalam Program Perubahan Iklim di Asia Tenggara (ISEAS), Mirza Sadaqat Huda dari Yusof Ishak Institute mengatakan selain menghambat pertumbuhan ekonomi, krisis komoditas telah merusak target perbaikan iklim (climate ambitions) di Asia Tenggara.

Untuk mengurangi tekanan inflasi, misalnya, Filipina baru-baru ini menggandakan program subsidi bahan bakar untuk transportasi umum dan juga berencana meningkatkan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik.

Baca Juga: Diundang Jokowi ke KTT G20, Presiden Ukraina Tak Jamin Bisa Hadir

Sedangkan subsidi minyak Malaysia dapat mencapai lebih dari US$6 miliar tahun ini dan Indonesia telah menggenjot ekspor batu bara.

Thailand dan Vietnam juga baru-baru ini meningkatkan subsidi bahan bakar fosil, ujar peneliti yang bernaung di bawah Lembaga Asean tersebut.

Pada satu sisi, target energi terbarukan Asean 23 persen pada tahun 2025 juga dipengaruhi oleh guncangan pasokan mineral yang dapat memungkinkan transisi ke energi hijau.

Baca Juga: IMF Sebut Dunia Berharap Banyak kepada Indonesia soal Konflik Ukraina

Pada sisi lain, karena sanksi ekonomi terhadap Moskow belum sepenuhnya berlaku, maka Rusia masih menjadi pengekspor nikel dan paladium terbesar di dunia.

“Nikel adalah komponen penting baterai yang menggerakkan kendaraan listrik, sedangkan paladium untuk memproduksi catalytic converter, bagian dari sistem pembutan mobil yang mengontrol emisi,” katanya.

Sebagai catatan, setelah sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa diberlakukan terhadap Rusia, harga nikel dan paladium masing-masing meningkat sebanyak 60 persen dan 25 persen.

Baca Juga: Airlangga Tegaskan Minyak Sawit Jadi Solusi Krisis Pangan-Energi Dunia

Hal itu menyebabkan kekhawatiran tentang kelayakan ekonomi yang bersumber dari teknologi energi terbarukan.

Adapun, Ukraina adalah pemasok gas neon terkemuka di dunia, yang digunakan untuk memproduksi semikonduktor komponen penting kendaraan listrik dan teknologi komunikasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya