SOLOPOS.COM - Polisi melerai bentrokan antara pengemudi taksi dan pengemudi Gojek di depan Balai Kota Solo, Rabu (15/3/2017). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Konflik antara Gojek dengan angkutan umum konvensional membutuhkan solusi.

Solopos.com, SOLO — Kalangan legislator mengimbau Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk menengahi konflik yang melibatkan ojek online (Gojek) dengan sopir taksi maupun tukang ojek pangkalan dan tukang becak. DPRD Solo pun meminta Pemkot untuk memanggil sejumlah pihak yang bertikai ini duduk bersama dan mencari jalan keluar terbaik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Diberitakan, perseteruan terjadi antara driver Gojek dengan sopir taksi terjadi di Stasiun Purwosari Solo, Rabu (15/3/2017). Konflik berlanjut dengan aksi demo yang dilakukan sopir taksi, ojek pangkalan, dan penarik becak di Balai Kota Solo untuk meminta ketegasan Pemkot Solo terkait status Gojek. Aksi unjuk rasa itu diwarnai bentrokan di depan balai kota. (baca: Sopir Taksi Bentrok dengan Driver Gojek di Stasiun Purwosari Solo)

Wakil Ketua DPRD Solo, Umar Hasyim, mengatakan selama ini Pemkot menyatakan menolak keberadaan layanan transportasi berbasis online tersebut di Solo. Meskipun demikian, pengemudi Gojek tetap beroperasi dan mangkal di beberapa lokasi di Kota Bengawan.

“Kalau memang Pemkot menolak mesti ada tindak lanjutnya seperti apa. Setelah ini eksekutif harus memanggil manajemen dan beberapa pihak terkait yang berkonflik untuk mencari solusi agar tak saling merugikan,” katanya, kepada wartawan, di Kantor DPRD Solo, Rabu.

Di samping itu, politikus Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini mendengar adanya wacana aturan soal pemberlakuan tarif dan pajak untuk Gojek di tingkat pusat. Jika demikian, maka ini bisa menjadi rujukan Pemkot untuk menata keberadaan Gojek di Kota Solo. Di sisi lain, tak dapat dimungkiri animo masyarakat akan layanan Gojek ini memang sangat tinggi.

“Kalau pun ada persaingan harus yang sehat, jangan sampai terjadi bentrok lagi seperti ini. Tapi, di sisi lain Pemkot juga tak bisa menutup mata melihat kebutuhan masyarakat saat ini yang merasa dimudahkan soal transportasi dengan adanya Gojek ini,” imbuhnya.

Sementara itu, Pakar Transportasi Solo, Djoko Setijowarno, berpendapat Pemkot Solo dianggap bertindak benar dengan melarang Gojek beroperasi. Menurutnya, dengan membiarkan ojek online ini tidak akan mendukung program penataan transportasi umum yang sedang digencarkan Pemkot Solo.

“Mobilisasi warga ini tidak bisa dibatasi suatu wilayah. Maka dari itu, kawasan di sekitarnya di Soloraya juga harus dilibatkan dan ikut mendukung. Selain penataan transportasi umum di Solo, semestinya wilayah lain seperti Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Boyolali, dan Sragen, bergerak bersama dengan menata transportasi massal di wilayah masing-masing,” tuturnya.

Ia menambahkan terlebih sekarang ini sudah dirancang ada sebanyak tujuh rute atau trayek Batik Solo Trans (BST) atau bus sistem transit yang menghubungkan jaringan transportasi umum antarkota atau kabupaten.

Di samping itu, sepeda motor bukanlah jenis angkutan umum yang berkeselamatan. Menurutnya, lebih baik mengembangkan transportasi massal roda empat yang mempunyai daya angkut lebih besar dan bisa membawa barang.

“Daya angkut lebih besar dan bisa bawa barang. Selain itu, lajunya juga tidak cepat dan kuat melewati tanjakan,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya