SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

CIREBON- Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama mengusulkan untuk menghentikan pilkada langsung baik di tingkat gubernur, bupati  dan walikota   dan mengembalikan kepada pemilihan perwakilan melalui DPRD.

Dalam sidang Komisi  Bathsul Masail Munas NU  yang membahas mengenai agama kontekstual dan kenegaraan, merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghentikan pilkada langsung karena lebih banyak kerugiannya dibandingkan manfaat yang ingin diperoleh.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Para ulama NU yang terlibat membahas isu pilkada dalam pertemuan tersebut menilai selama delapan tahun terakhir penyelenggaraan pilkada langsung lebih banyak membawa mudarat atau dampak negatifnya. Melalui persidangan Komisi Masail Diniyah Maudluiyah terungkap dipetakan dampak negatif pilkada langsung bagi masyarakat diantaranya, condong melatih rakyat untuk menjadi pengemis yang mengharapkan politik uang dari para calon sehingga terjadi dekadensi moral yang dalam pandangan Islam sangat buruk.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain itu, pilkada langsung dianggap kerap menimbulkan konflik horizontal. Manfaat yang diharapkan dari pilkada langsung yaitu menghasilkan pemimpin terbaik disebuah daerah hingga kini tidak pernah terbukti.

Katib Aam PBNU Malik Madani menyatakan meskipun melalui pilkada tidak langsung belum tentu baik, namun tingkat risiko atas dampak negatif lebih kecil. “Selama ini, bukan pendidikan politik dan demokrasi yang didapatkan, melainkan menjual hati nurani dengan money politic, dan inilah yang merusak moral umat sampai pimpinan wilayah dan cabang NU,” ujarnya.

Lebih memprihatinkan lagi, lanjut Malik, politik uang tersebut dianggap sebagai kewajaran dalam era demokrasi saat ini. Hal ini bukan hanya merusak rakyat dan umat, tapi juga elit politik dan elit NU, yang kadang malah menjadi bandar dan tim sukses calon kepala daerah tertentu. “Itulah yang merusak moral masyarakat. Pilkada juga menuntut biaya yang sangat besar, baik oleh pemerintah, kandidat dan cukong atau Bandar yang berkepentingan di daerah-daerah yang dating dari Jakarta,” ujarnya.

Konsekuensinya menurut Malik Madany, kalau calonnya menang, maka akan berusaha mengembalikan modalnya plus bunga dan keuntungan lainnya. Karena itu, mereka ini tidak akan lagi memikirkan rakyat, tapi malah memperluas bisnis dan usahanya dengan misalnya harus mendapatkan hak guna usaha (HGU) tanah, izin perusahaan dan sebagainya, yang justru makin merugikan rakyat. Dan, dari situlah kembalinya terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam lima tahun pemerintahan daerahnya.

Ditambah lagi dengan terjadinya konflik horizontal, pembakaran gedung pemerintah, DPRD, gedung KPUD dan anarkisme. Maka dampak buruk dari pilkada langsung dinilai lebih banyak.

Sementara itu, ditemui disela-sela Munas dan Konbes NU,  Anggota Fraksi PKB Abdul Malik Haramain yang juga Anggota Komisi II DPR menilai positif keputusan Munas NU tersebut mengenai penghentian pilkada langsung.

“Pilkada langsung emang berimplikasi jelek terhadap moralitas warga, meskipun tidak menghilangkan 100% money politic, tetapi dampak buruknya lebih kecil,” ujarnya.

Malik Harmain mengatakan untuk pilkada gubernur menghentikan pemilihan langsung sebenarnya lebih rasional, karena basis otonomi daerah itu sebenarnya ada di tingkat kabupaten dan kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya