SOLOPOS.COM - Ketua PCNU Sragen periode 2017-2022, K.H. Ma'ruf Islamudin, menyampaikan paparan tentang tema Konfercab IX NU yang dihelat di Ponpes Roudlotut Tholibien Bangle, Tanon, Sragen, Sabtu (5/2/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tanda-tanda kemajuan Nahdlatul Ulama (NU) mulai terlihat menjelang usianya 100 tahun, tepatnya pada 2026 mendatang. Tanda-tanda yang terlihat itu terlihat paada tiga hal, yakni teguhnya ideologi, menguatnya tradisi, dan kemandirian organisasi.

Hal diungkapkan Ketua Tanfidiyah Pimpinan Cabang (PC) NU Sragen periode 2017-2022, K.H. Ma’ruf Islamudin, dalam Konferensi Cabang (Konfercab) IX NU. Konfercab IX NU digelar di Ponpes Roudlotut Tholibien Bangle, Desa Tanon, Kecamatan Tanon, Sragen, Sabtu (5/2/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tanda-tanda Kemajuan NU menjelang satu abad itu tertuang dalam tema Konfercab, yakni Menuju Satu Abad NU: Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi, dan Kemandirian Organisasi. Konfercab yang dihelat setiap lima tahun sekali itu bertujuan untuk reorganisasi NU Sragen. Salah satu agenda utamanya adalah memilih Ketua Pimpinan Cabang (PC) NU Sragen.

Baca Juga: Ini Ponpes Tertua di Sragen yang Membidani Lahirnya NU di Bumi Sukowati

Konfercab tersebut dihadiri Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati; Wakil Bupati, Suroto; pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan pimpinan organisasi keagamaan lainnya. Sesuai dengan tradisi NU, dalam pembukaan Konfercab IX itu dilakukan zikir dan tahlil.

Perubahan 100 Tahun

Ma’ruf menjelaskan sejarah membuktikan setiap 100 tahun terjadi perubahan besar. Seperti halnya di NU yang menunjukkan adanya  perubahan menuju kemajuan. Hal ini terlihat dari sejumlah tanda-tanda yang muncul.

“Tanda yang pertama itu meneguhkan ideologi. Dulu orang mengaku NU itu takut, tetapi sekarang anak-anak pun bangga mengakui NU. Di Sragen pun ideologi NU semakin menguat. Tanda kedua terlihat adanya penguatan tradisi. NU sebagai agama tradisional itu sudah lama didengar karena warga NU memiliki amaliyah melestarikan tradisi masyarajat sejak dulu, seperti yasinan, tahlilan, istighasah, selawatan, ziarah kubur, akekohan, mendoakan orang meninggal, dan seterusnya,” ujarnya.

Baca Juga: 6 Personel Pagar Nusa Sragen Dikirim ke Muktamar NU, Jaga Ring I

Ma’ruf melanjutkan tanda-tanda ketiga yang terlihat adalah kemandirian organisasi. Kemandirian ini menjadikan jiwa NU karena hidup itu harus mandiri. Dia menerangkan kamandirian organisasi itu dari organisasi, oleh organisasi, dan untuk organisasi.

Di NU Sragen kemandirian itu terlihat dari Gerakan Koin NU Nusantara yang diluncurkan pada 14 April 2017. Gerakan koin itu menjadi gerakan nasional karena sudah ada 75 daerah di Indonesia yang studi banding ke Sragen.

“Uang koin itu digunakan untuk membiayai anak-anak kurang mampu, menolong orang tidak mampu, membangun rumah tidak layak huni, dan seterusnya,” ujar Ma’ruf.

Perwakilan Pengurus Pemimpin Wilayah NU Jawa Tengah, K.H. Hudalloh, menambahkan kemandirian itu bisa tercapai ketika ada penguatan di tiga hal. Yakni penguatan ideologi, penguatan organisasi, dan penguatan ilmu dan keterampilan. Dia menerangkan kuatnya ideologi itu akan membuat organisasi bersih.

Baca Juga: Ini Alasan Erick Thohir Bangga Muktamar NU Digelar di Gunung Sugih Lampung

“Kalau organisasi bersih maka bisa mandiri. Organisasi itu pelayanan umat. Kalau sakit ideologi, organisasi, dan ilmunya lemah maka sulit mencapai kemandirian” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya