SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras (par.com.pk).

Komoditas pangan, harga beras di pasar Klaten naik diduga karena gagal panen.

Solopos.com, KLATEN — Harga beras di pasar tradisional Klaten naik diduga karena sebagian petani gagal panen. Di Pasar Induk Klaten, harga beras kelas medium naik dari Rp9.000/kilogram (kg) menjadi Rp9.500/kg.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sedangkan di Delanggu, harga beras bergerak dari Rp9.500/kg menjadi Rp10.000/kg. Salah satu pedagang beras di Pasar Induk Klaten, Marini, 60, mengatakan harga beras terus merangkak sejak sepekan terakhir. Kenaikan disebabkan stok langka akibat gagal panen.

“Saya ambil beras dari Delanggu. Sepekan ini memang barangnya [beras] sulit karena banyak lahan enggak panen,” ujar dia saat ditemui Solopos.com di kiosnya, Selasa (26/9/2017).

Marini menerangkan biasanya ia mendapat pasokan beras satu ton per hari. Jumlah itu berkurang menjadi lima kuintal per hari. Ia memprediksikan kenaikan harga akan berlangsung lebih lama hingga panen tiba.

“Banyak pembeli sambat kepada saya kok berasnya naik terus,” ujar perempuan warga Tambong Wetan, Kalikotes, itu.

Pedagang beras di Delanggu, Naf’an Rifai Ahmad, 40, mengatakan harga beras di tokonya naik Rp300/kg-Rp500/kg. Kenaikan harga itu karena harga gabah dari petani juga naik.

Ia menjelaskan beras dari Sragen mengalami gagal panen. Akibatnya, sejumlah pedagang mengambil beras dari Delanggu sehingga Delanggu mengalami kekurangan stok.

“Lalu harga naik. Mungkin sekitar dua bulanan bakal naik kendati bakal ada penurunan. Penurunan paling Rp200-Rp300 per kg, enggak total kembali ke harga semula,” beber dia.

Ia mengatakan kenaikan harga beras tidak dipengaruhi aturan harga eceran tertinggi (HET) dari pemerintah. HET belum ada pengaruhnya. HET biasanya hanya dipakai pedagang besar. “Sedangkan pedagang di level bawah [harga beras] naik terus.”

Pedagang beras lainnya di Pasar Induk Klaten, Pradoyo, mengatakan akibat kenaikan harga beras, margin untung yang diterimanya menurun. Ia tak berani mengambil untung seperti biasanya lantaran khawatir pelanggannya beralih ke pedagang lain. “Kalau biasanya ambil untung sepuluh persen, sekarang enggak berani. Dibatasi oleh pesaing,” tutur Pradoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya