SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo mulyanto@solopos.co.id Wartawan Solopos

Mulyanto Utomo mulyanto@solopos.co.id Wartawan Solopos

Mulyanto Utomo
mulyanto@solopos.co.id
Wartawan Solopos

Tetangga saya, Mas Wartonegoro, punya telepon seluler baru. Orang-orang bilang itu telepon cerdas, smart phone. Tapi katanya itu termasuk ke dalam ”spesies” hand phone (HP), telepon genggam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Padahal bentuknya agak lebar, tidak lagi bisa digenggam, bisanya dipegang. Kok namanya tetap HP ya? Tapi, terserahlah. Mau dibilang apa alat komunikasi canggih yang ke mana-mana kini dibawa Mas Wartonegoro itu.

Yang jelas, peranti itu bisa memberi informasi paling mutakhir, menjawab pertanyaan paling rumit, menebak teka-teki paling sulit, memberi hiburan paling meriah saat kami duduk bersila jagongan, ngudarasa, berdiskusi di News Kafe, warung wedangan kelas hik di kampung kami.

Seperti malam Minggu kemarin. Mas Wartonegoro memperlihatkan status-status lucu, menggemaskan, sekaligus menggelitik di wall Facebook teman-temannya terkait dengan isu kenaikan harga elpiji.

”Ini coba sampeyan baca… nek ora ngakak ya kebangeten,” kata Mas Wartonegoro sembari menyerahkan gadget barunya itu kepada Denmas Suloyo.

Status itu berbunyi: Mendapat kejutan di hari pertama di tahun 2014, harga gas elpiji 12 kg yg biasanya hanya Rp.77.000. Hari ini menjadi Rp.140.000. Ayooo ibu-ibu, gasnya diirit-irit ya, jangan sering2 bikin kue kayak sayaaaa… Untuk para Bapak, status ini FYI ya, kalau Ibunya lapur harga gas naik 2 kali lipat jangan dipaido…ahihihi… # karo ngremus regulator #”

Benar saja, Denmas Suloyo yang memang suka dengan isu-isu paling baru itu tak bisa menahan ketawanya. ”Ha…ha…ha… jian, pemerintah ini memang kurang ajar kok. Hla belum lama menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), e… tahun baru mengganti harga elpiji, piye ta karepe, ngejak mlarat ki sajake,” teriak Denmas Suloyo.

”Wah hla ini, saya cocok dengan status Mbake, teman sampeyan ini Mas Warto. Saya baca ya: Rasanya ingin melemparkan tabung elpiji 12 kg ke muka seseorang.’ Ha…ha…ha… wis jian repot-repot, ibu-ibu pada sewot ini. Saya terus terang ya mangkel model menaikkan harga kebutuhan pokok sak penake dhewe ngene iki, Mas,” tambah Denmas Suloyo sembari tergelak-gelak membaca komentar status berbau anarkistis namun menyegarkan itu.

Saya kira Denmas Suloyo benar jika kemudian mempertanyakan fungsi dan peran pemerintah ketika kebijakan-kebijakan ekonomi yang mereka lakukan menyengsarakan rakyat.

Jan-jane sapa ta pemerintah kuwi? Pemerintah, siapakah sebenarnya engkau,” tanya Denmas Suloyo bernada puitis.

 

Rakyat Bawah

Pemerintah sejatinya merupakan organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang. Namun, sebagai sebuah organisasi yang dibentuk berdasar konsep negara republik demokratis, pemerintah sesungguhnya perwujudan dari rakyat.

Pemerintah di negara republik demokratis bukanlah milik kelompok tertentu, seperti halnya monarki yang berprinsip pada keturunan kebangsawanan dan sebagainya. Pemerintah di negara republik adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Hla, tapi kalau kemudian pemerintah abai kepada kepentingan paling mendasar rakyat bagaimana, Mas Warto?” tanya Denmas Suloyo kepada karibnya, Mas Wartonegoro, yang hanya bisa menjawab dengan senyuman sinis.

Begitulah. Diskusi di warung hik kampung kami kian seru. Seperti biasanya, apa yang dibicarakan kawan-kawan di sana sebenarnya lebih sebagai sebuah keluh kesah, ngudarasa.

Seperti kata pembawa acara lawakan di sebuah televisi: menyelesaikan masalah tanpa solusi. Yang penting unek-unek di dada tersalurkan, sekali pun tak ada jalan keluar yang bisa ditemukan.

Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan segala macam kenaikan harga selalu saja rakyat bawah yang terkena langsung imbasnya.

Sementara sistem pemerintahan yang dibangun di negeri ini sering kali tidak memahami benar akar masalah yang dihadapi masyarakat.

Para elite di negeri ini hanya terlihat saling menampilkan citra terbaik sebagai seorang pemimpin paling hebat, berebut pengaruh guna meraih kekuasaan, menebar retorika politik hebat yang sebatas pada janji dan omongan tak bermakna.

Seperti pernah dikatakan budayawan Emha Ainun Nadjib dalam salah satu esainya, rakyat kita ini begitu gampang ditimang-timang oleh kata, slogan, hiburan, tanpa diimbangi oleh disiplin tanggung jawab terhadap realitas.

Orang menjadi permisif, luwes terhadap ketidakberesan, kebobrokan, pengingkaran, ketidaksetiaan, kemunafikan dan kesemuan. Yang terjadi, negeri ini seolah tanpa ada pemerintah.

Negara sering tidak hadir di tengah rakyat ketika mereka dalam kesulitan. Negeri autopilot, kata orang-orang. Padahal, pemerintah sesungguhnya mempunyai tugas besar untuk melaksanakan amanah UUD 45, yaitu mewujudkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa.



Namun, apa yang terlihat sampai sejauh ini? Semua orang bertanya-tanya dan tidak habis mengerti mengapa bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang cukup besar ini tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, terbelakang dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

Negeri ini bahkan terjerumus ke jurang kemiskinan dengan persentase penduduk miskin dengan pendapatan di bawah US$2 per hari, tertinggi di antara negara-negara  ASEAN-7 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam).

Menurut data World Bank, rasio penduduk miskin Indonesia terhadap jumlah penduduk pada 2010 dengan pendapatan per hari kurang dari US$2 harga internasional 2005 adalah 43,8%, lebih tinggi dari Vietnam.

Keputusan menaikkan harga elpiji 12 kg di awal tahun ini tentu saja bisa membikin orang miskin di negeri ini semakin banyak. Cita-cita yang harus diraih untuk mewujudkan rakyat adil, makmur, dan sejahtera kian jauh di awang-awang.

Kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg jelas membebani rakyat. Beban hidup masyarakat semakin berat lantaran sebelumnya harus menghadapi kenaikan harga BBM dan sejumlah harga kebutuhan pokok.

Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melansir data terbaru tentang profil kemiskinan di Indonesia. Jumlah penduduk miskin kini naik 480.000 jiwa dalam kurun waktu tujuh bulan, Maret-September 2013.

Penyebabnya kenaikan harga BBM yang diikuti kenaikan harga bahan pokok. Kebijakan makroekonomi yang dikeluarkan pemerintah dan bersinggungan langsung dengan masyarakat cenderung berakibat pada angka kemiskinan.

Kalau sudah begini, jangan marah jika ada rakyat yang mempertanyakan eksistensi pemerintah. Siapakah sesungguhnya engkau ini pemerintah?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya