SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Anthony de Mello dalam bukunya Sejenak Bijak menulis tentang bagaimana pemikiran membuat sesuatu itu menjadi baik atau buruk. Yang seorang dengan senang melakukan tapa puasa tujuh kali seminggu, sedang yang lain dengan makan ukuran yang sama mati kelaparan. Orang yang berhasil menyelesaikan puasanya dengan baik kita sebut sebagai pemenang. Tentunya kita bersuka-cita ketika kita berhasil meraih kemenangan.

Kita juga seharusnya senang melihat orang lain menang. Merasakan simpati dan ikut gembira menunjukkan bagaimana cinta bekerja dalam diri kita. Cinta semacam ini disebut mudita (Sans.), menyingkirkan keirihatian, dan memotivasi kita untuk membuat orang lain beruntung. Sedang keprihatinan, ikut sedih melihat penderitaan orang lain, disebut karuna. Belas-kasih membuat kita tidak ingin orang lain berduka, sehingga memotivasi kita untuk menolong orang lain.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Menaklukkan Diri

Menang sering diartikan dapat mengalahkan musuh atau saingan. Agama yang mencerahkan tidak menempatkan sesama manusia sebagai musuh. Manusia adalah saudara dari manusia yang lain. Seorang pemenang sejati bukanlah orang yang menaklukkan makhluk lain, tetapi yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.

Apa yang disebut diri jelas tidak hanya jasmani tetapi juga unsur batin. Ada perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran atau mental dan kesadaran. Fisik memerlukan olahraga dan  batin memerlukan olahbatin. Jiwa dan raga saling bergantung dan memengaruhi satu sama lain.

Pengembangan batin terkait dengan iman. Kekuatan iman menakjubkan. Seorang jenderal Mongol pernah memanfaatkan kekuatan iman untuk menaklukkan Kota Samarkhan yang dipertahankan oleh tentara yang jumlahnya lima kali lipat. Sang jenderal mendirikan altar dan berdoa. Ia mengambil sebuah koin untuk mengundi, melihat bagaimana petunjuk dewa. Jika koin yang  dilemparkan ke udara jatuh ke tanah dengan menunjukkan gambar kepala, berarti tentaranya akan meraih kemenangan.

Hasilnya memperlihatkan gambar kepala.

Terinspirasi oleh petunjuk dewa-dewa, tentaranya bertempur dengan percaya diri, penuh semangat dan berhasil menang. Seorang prajurit berkata kepada jenderalnya, “Ketika dewa-dewa berpihak pada kita, tak satu pun yang dapat mengubah takdir kita.” Jenderal tertawa setuju, lalu menunjukkan padanya koin itu, yang bergambar kepala di kedua sisinya. Bagaimana jenderal itu bisa menaklukkan anak buahnya sendiri menentukan kemenangan mereka mengalahkan lawan.

Menjaga Kehormatan

Setiap pertandingan menentukan adanya pihak yang menang dan kalah. Menjadi juara saja tidak cukup. Menang adalah sebuah kehormatan. Mungkin saja seseorang sempat menang tetapi kehilangan kehormatan karena melakukan perbuatan tercela. Sedang yang kalah tidak hilang kehormatannya karena sportif dan menarik simpati kawan atau pun lawan. Karena itu, ketidakpuasan atas hasil tim kita di Olimpiade baru-baru ini tidak harus mengurangi kehormatan bangsa.

Ketika menonton pertandingan sepak bola misalnya, kebanyakan orang akan memihak.  Berdoa pun untuk kemenangan salah satu pihak. Sepertinya Tuhan ada di pihak yang satu, menyukai yang satu dan tidak menyukai yang lain. Padahal kemenangan adalah hasil sebuah perjuangan. Hanya yang terbaik yang akan menang.

Suporter memang mendukung jagonya. Gol di gawang pihak yang satu diikuti sorak gembira, sedang di pihak yang lain sebaliknya.

Menghormati lawan tidak mudah. Demikian pula menghargai wasit. Keterlibatan berlebihan secara emosional sering mengakibatkan kejengkelan, lalu penonton ikut main, dan terjadilah kerusuhan. Mereka lupa kalau tujuan menonton untuk mendapatkan hiburan, yang membuatnya rela membayar harga tiket.

Olahraga justru mengandung semangat perdamaian, persahabatan dan persatuan. Olahraga bela-diri saja, yang tidak lain dari jurus berkelahi, memerlukan bentuk penghormatan. Artinya olahraga ini tidak bertujuan  semata-mata menghantam lawan. Dalam tradisi Buddhis dikenal kungfu Shao Lin di tengah kehidupan biara yang damai dan mempraktikkan latihan merealisasi pencerahan.

Cikal-bakalnya, Bodhidharma, menurunkan ilmu kungfu mulai dengan mengelak atau menangkis serangan, karena itu namanya pun bela-diri. Lebih mendalam lagi terkandung pokok pikiran: Kalahkan dirimu sendiri sebelum menundukkan orang lain. Para pemenang adalah orang yang berhasil memperbaiki rekornya sendiri, entah lebih kuat, lebih tinggi, lebih cepat.

Krishnanda Wijaya-Mukti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya