SOLOPOS.COM - Y Bayu Widagdo, Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Y Bayu Widagdo, Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Apa jadinya jika di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ada dua jenis harga untuk satu tipe bahan bakar, katakan saja bensin? Jadi kalau Anda membawa mobil pribadi, harus membayar Rp6.500 tiap liter bensin, sementara bila naik sepeda motor membayar tetap Rp4.500 tiap liter.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gambaran seperti itu merupakan salah satu hasil kajian pemerintah yang berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat. Kenapa harus dinaikkan? Bukankah Indonesia produsen minyak bumi?

Betul, Indonesia memang memproduksi minyak bumi. Saat ini, produksi minyak bumi Indonesia setiap hari pada kisaran 800.000 barel. Pada akhir 2012, produksi minyak nasional 825.000 barel per hari dan normalnya produksi minyak akan mengalami penurunan alamiah. Pada saat jaya dia era 1980-an, produksi minyak Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari.

Repotnya, konsumsi minyak nasional terus mengalami peningkatan seiring semakin banyaknya orang Indonesia yang makmur. Setidaknya konsumsi minyak bumi Indonesia mencapai 1,3 juta barel. Kekurangan minyak itulah yang kita impor dari negara lain, tentu dengan harga yang berlaku di pasar internasional.

Persoalannya, harga BBM yang dijual di pasar domestik, sebagian besar mendapatkan subsidi dari negara sehingga harganya jauh lebih murah ketimbang harga keekonomian BBM tersebut. Contohnya, premium yang dijual Rp4.500 per liter sementara harga keekonomiannya Rp9.018 per liter pada Maret lalu. Ini berarti nilai subsidi per liternya mencapai lebih dari Rp4.500. Demikian juga solar yang dijual jauh di bawah harga ekonomisnya.

Dengan konsumsi BBM yang terus meningkat, negara akan menanggung beban subsidi BBM yang sangat besar. Hal ini dilatari kemungkinan meningkatnya volume konsumsi BBM melebihi yang dipatok dalam APBN 2013, dari semula 46 juta kiloliter (KL) menjadi 52-53 juta KL. Anggaran subsidi BBM yang semula dipatok Rp193 triliun, bisa-bisa membengkak menjadi Rp293 triliun.

Yang menjadi persoalan, sebagian besar penggunaan BBM bersubsidi itu dinikmati pemilik kendaraan pribadi yang notabene adalah orang-orang mampu. Oleh karena itu sudah sepantasnya harga BBM dinaikkan untuk mengurangi subsidi bagi orang mampu ini dan setidaknya dialihkan ke pihak-pihak yang lebih membutuhkan.

Itulah mengapa pemerintah memiliki rencana menaikkan harga BBM supaya anggaran subsidi dapat dikurangi dan dialihkan untuk membiayai kegiatan lain yang lebih berguna seperti halnya pembangunan infrastruktur.

Penuh Keraguan

Persoalannya, pemerintah terlihat sering ragu-ragu untuk menaikkan harga BBM. Maklum saja, langkah menaikkan harga bensin merupakan tindakan yang sangat tidak populer. Apalagi Indonesia akan menghadapi Pemilihan Umum (Pemiu) 2014.

Awal April 2013 misalnya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan pemerintah menyiapkan beberapa alternatif penaikan harga BBM. Pertengahan bulan yang sama, dia mengatakan sudah mengerucut ke sistem dua harga, Rp4.500 per liter untuk sepeda motor dan angkutan umum serta Rp6.500-Rp7.000 per liter untuk kendaraan pribadi.

Saat yang sama, pemerintah pusat mengumpulkan seluruh gubernur untuk mendapatkan penjelasan mengenai latar belakang perlunya menaikkan harga BBM. Keluar dari gedung pertemuan, hampir semua gubernur menyatakan memahami dan mendukung langkah dan kebijakan pemerintah pusat soal penaikan harga BBM.

Akibatnya jelas, muncul persepsi harga BBM segera naik. Persoalannya, kapan harga mau naik ini tidak jelas waktunya. Mumpung belum naik, banyak orang melakukan aksi ambil untung dengan menimbun bensin maupun solar bersubsidi dengan harapan bisa mengambil laba pas BBM dinaikkan.

Di sisi lain, pasokan BBM pun seperti dikurangi. Buktinya banyak SPBU di berbagai daerah yang kosong sehingga mengakibatkan antrean yang cukup panjang. Dampaknya, kegiatan transportasi barang maupun penumpang terganggu.

”Kalau benar nanti ada dua harga, sebagian angkot saya tidak akan menarik penumpang. Akan saya berdayakan keluar masuk SPBU membeli bensin bersubsidi dan nanti dijual eceran,”ujar seorang kenalan saya, sebut saja Bagyo. Dia memiliki beberapa kendaraan angkutan kota.

Logika Bagyo lumrah saja dan ada benarnya. Di sisi lain, para petugas SPBU bisa jadi akan semakin berat menjalankan tugas mereka menghadapi para pelanggan yang ngotot meminta dilayani BBM bersubsidi. Beberapa teman saya sudah memiliki aneka rencana untuk tetap membeli BBM bersubsidi, meski menggunakan kendaraan pribadi roda empat. Maklumlah, urusan mengakali peraturan, orang kita sangat ulung.

Oleh karena itu, wajar bila Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menilai penerapan kebijakan dua harga BBM bersubsidi yang  rencananya  diberlakukan pemerintah pada Mei 2013 ini amat sulit dijalankan di setiap SPBU. Bagaimana pengawasannya supaya kebijakan itu bisa diberlakukan?

”Jelas, pengawasannya dipastikan runyam. Jika tak terkontrol bisa menimbulkan kericuhan,” tegas Wakil Sekretaris DPD 3 Hiswana Migas, Syarief Hidayat, akhir pekan lalu.

Menurut dia, anggota Hiswana Migas sudah sepakat menyatakan tidak siap dan tidak setuju untuk menjalankan kebijakan pemerintah tersebut. “Kami sudah sepakat tidak siap. Bahkan beberapa daerah ada yang bersuara lebih keras, menolak rencana dual price ini.”

Yang jelas, wacana penaikan harga BBM ini sudah mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sopir truk sudah kesulitan mencari solar, akibatnya berbagai harga juga ikut-ikutan naik.

Keresahan nasional akibat kurang tegasnya para pemimpin kita memutus persoalan harga BBM ini sudah berjalan 2-3 pekan. Sampai kapan kondisi ini akan berlangsung? Apakah harga BBM benar-benar akan dinaikkan per 1 Mei mendatang?

Saya sih yakin tidak akan naik per 1 Mei. Mengapa? Hari itu merupakan peringatan Hari Buruh, May Day. Biasanya pada hari itu ribuan buruh turun ke jalan. Menaikkan harga BBM per 1 Mei pas para buruh melakukan aksi di jalanan ibaratnya sama saja menyiramkan bensin ke api.

Tiba-tiba saya teringat zaman masih SD, seusai siaran Dunia Dalam Berita di TVRI pukul 21.30, muncul Pak Harmoko dan Pak Subroto, selaku Menteri Penerangan dan Menteri Energi kabinet Pak Harto. Tidak sampai 30 menit, keduanya sudah mengumumkan bahwa harga bensin mulai pukul 00.00 naik.



Spontan para tetangga berduyun-duyun ke SPBU, memborong bensin sebelum harganya naik pas pukul 12.00 malam. Banyak antrean di seluruh SPBU. Namun, yang jelas kekacauan seperti itu hanya berlangsung 2-3 jam. Tidak sampai 2-3 pekan seperti sekarang.

Jadi teringat lagi tulisan di bak belakang sebuah truk di jalanan Pantai Utara Jawa yang panas. ”Piye kabare..? Enak jamanku ta..? (bayu.widagdo@bisnis.co.id)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya