SOLOPOS.COM - Febri Setiyasih Widayati (dok)

Solopos.com, SOLO — Tahun pelajaran baru dengan pembelajaran tatap muka (PTM) secara penuh sudah dinantikan masyarakat berbagai lini. Dua tahun lebih pendidikan Indonesia terbelenggu sehingga terjadi learning loss yang semakin memperburuk potret pendidikan di Indonesia.

Saat pembelajaran masih bisa dilakukan secara normal pun, Indonesia berada peringkat bawah. Berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2021, tingkat literasi Indonesia di dunia tergolong rendah, yakni berada pada rangking ke-62 dari 70 negara anggota/mitra Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam hal literasi sains, posisi Indonesia tak jauh berbeda. Berdasarkan pengukuran PISA 2015, rata-rata nilai sains negara-negara anggota dan mitra OECD adalah 493, sedangkan Indonesia baru mencapai skor 403.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Begitu pula dalam hal literasi digital. Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor menunjukkan bahwa generasi muda memiliki keahlian untuk mengakses media digital. Namun, saat ini mereka belum mengimbangi kemampuan menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung bertambahnya materi/informasi yang disajikan media digital yang sangat beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012).

Publikasi PISA 2009 menunjukkan siswa Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 65 negara anggota/mitra OECD. Indonesia mendapatkan skor 396, sedangkan rata-rata negara subjek riset memiliki skor 493. Selain itu, data lain yang dipublikasikan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) 2011 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-45 dari 48 negara dengan skor 428. Skor ini di bawah rata-rata skor 48 negara yang mencapai 500.

Mengawali tahun pelajaran 2022/2023, pemerintah mulai memberlakukan Kurikulum Merdeka untuk mengejar ketertinggalan pendidikan. Tenaga pendidik (guru) harus segera beradaptasi dengan kurikulum baru dengan berbagai perubahan istilah yang berbeda daripada kurikulum sebelumnya.

Sebenarnya istilah baru dalam Kurikulum Merdeka seperti CP, ATP, modul ajar, asesmen, proyek, dan lain-lain bukan hal yang sulit dipahami. Istilah CP, ATP, modul ajar, dan asesmen sebenarnya sudah ada pada kurikulum sebelumnya dengan nama kompetensi inti dan kompetensi dasar, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan penilaian.

Hal baru dalam Kurikulum Merdeka adalah proyek. Terdapat tujuh tema dalam Kurikulum Merdeka yang harus dilakukan pada fase D. Pertama, gaya hidup berkelanjutan; kedua, kearifan lokal; ketiga, Bhinneka Tunggal Ika; keempat, bangunlah jiwa dan raganya; kelima, suara demokrasi; keenam, berekayasa dan berteknologi untuk membangun NKRI, dan ketujuh, kewirausahaan.

Pada Kurikulum Merdeka, istilah pendidikan karakter diganti dengan profil pelajar Pancasila. Terdapat enam dimensi profil pelajar Pancasila, di antaranya beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, kreatif, mandiri, dan bernalar kritis.

Profil Pelajar Pancasila

Kurikulum Merdeka menjadi opsi satuan pendidikan dalam rangka pemulihan pembelajaran dari 2022 sampai 2024. Karena proyek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan hal yang baru, maka perlu ada pemahaman dari guru sebagai pendidik dan peserta didik. Profil pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri individu peserta didik melalui budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler, proyek penguatan profil pelajar Pancasila dan budaya kerja, maupun ekstrakurikuler.

Di dalam intrakurikuler, terdapat muatan pelajaran kegiatan/ pengalaman belajar. Sedangkan untuk penguatan proyek pelajar Pancasila, terdapat budaya kerja yang merupakan program lintas disiplin ilmu yang kontekstual dan berbasis kebutuhan dunia kerja. Budaya sekolah meliputi iklim sekolah, kebijakan, pola interaksi dan komunikasi, serta norma yang berlaku di sekolah sesuai standar dunia kerja. Sedangkan ekstrakurikuler merupakan kegiatan untuk mengembangkan niat dan bakat.

Proyek penguatan profil pelajar Pancasila dan budaya kerja menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project based learning), yang berbeda dari pembelajaran berbasis proyek dalam program intrakurikuler di dalam kelas. Hal ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dalam situasi tidak formal. Struktur belajar yang fleksibel, kegiatan belajar yang lebih interaktif, dan siswa juga terlibat langsung dalam lingkungan sekitar untuk menguatkan berbagai kompetensi dalam profil pelajar Pancasila.

Proyek adalah serangkaian kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu dengan cara menelaah suatu tema menantang. Proyek didesain agar peserta didik dapat melakukan investigasi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Peserta didik bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan produk dan/atau aksi.

Terdapat beberapa prinsip kunci proyek penguatan profil pelajar Pancasila dan budaya kerja, yaitu holistik, kontekstual, berpusat pada peserta didik, dan eksploratif. Dengan demikian, perlu adanya penyiapan ekosistem sekolah yang mendukung pelaksanaan proyek tersebut, antara lain berpikiran terbuka, senang mempelajari hal baru, dan kolaboratif.

Demi terlaksananya proyek penguatan profil pelajar Pancasila, dibutuhkan desain proyek yang jelas. Hal itu meliputi perencanaan proyek, merancang alokasi waktu proyek dan dimensi, membentuk tim fasilitasi proyek, identifikasi tahapan kesiapan sekolah dalam menjalankan proyek, pemilihan tema umum, penentuan tema dan topik spesifik sesuai dengan tahapan sekolah, merancang modul proyek.

Dengan penjelasan di atas, pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus dilaksanakan secara menyeluruh. Para guru harus berkolaborasi dengan pengajar disiplin ilmu yang lain dalam implementasi proyek tersebut. Karena selain hal baru, peserta didik perlu dibimbing beberapa guru dari berbagai mata pelajaran yang berbeda sehingga saling menguatkan dan melengkapi.

Di kelas VII dengan Kurikulum Merdeka, terdapat 11 mata pelajaran. Ke-11 mata pelajaran tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok sehingga setiap kelompok bisa berkolaborasi. Dengan informasi di atas, diharapkan pendidik dan peserta didik lebih memahami proyek penguatan profil pelajar Pancasila sehingga bisa mengimplementasikannya di satuan pendidikan dengan hasil yang terbaik.

Esai ini ditulis oleh Febri Setiyasih Widayati, guru di SMP Negeri 1 Andong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya