SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pengeroyokan (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, JOGJA — Aksi klitih yang marak terjadi menjadi rapor merah bagi wajah Kota Jogja. Siapa sangka di balik gemerlapnya destinasi wisata ini tersimpan aksi kejahatan mengerikan yang bisa menimpa siapa saja.

Klitih merupakan istilah yang dipakai masyarakat Jogja untuk menyebut kejahatan yang terjadi di jalan raya. Selama ini kebanyakan pelaku aksi tersebut adalah remaja usia SMP maupun SMA.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Makna Klitih

Kota Jogja yang menjadi tujuan pendidikan hingga wisata ternyata memiliki bentuk kenakalan remaja yang menjadi momok bagi warga setempat. Sebagai informasi, klitih dalam bahasa Jawa berarti kegiatan angin di luar rumah atau keluyuran. Menurut sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto, klitih sebenarnya mempunyai makna yang positif. Klitih merupakan kegiatan untuk mengisi waktu luang.

Baca juga: Klitih di Jogja Trending di Twitter, Begini Ceritanya

Akan tetapi makna itu kemudian menjadi negatif ketika kegiatan mengisi waktu luang itu diisi dengan melakukan tindak kejahatan di jalan, menyerang orang lain secara acak tanpa motif yang jelas. Saat ini makna klitih dimaknai sebagai aksi kejahatan yang kebanyakan dilakukan remaja di jalanan pada malam hari.

Gambaran dari klitih adalah aksi penyiletan terhadap orang lain. Biasanya pelaku klitih adalah sekelompok geng yang berusaha menyerang lawannya. Tetapi bisa juga menyasar masyarakat umum yang sama sekali tidak dikenal oleh pelaku.

Meskipun demikian, klitih diyakini bukan kejahatan bawaan lahir, tetapi dilakukan secara sadar. Kebanyakan motif pelaku adalah balas dendam, rasa tidak suka, atau sekadar mencari-cari kegiatan sebagaimana makna asli dari klitih.

Baca juga: Miris! Tiga Remaja Pelaku Klitih Ditangkap Polres Bantul

Aksi klithih sebagai kenakalan remaja bukanlah kenakalan biasa, karena banyak memakan korban dengan cara melukai fisik. Korban yang dipilih pun tidak pandang bulu. Mayoritas sesama remaja, namun mahasiswa hingga orang dewasa pun tak luput menjadi korban aksi klitih yang marak di Jogja.

Para pelaku aksi klitih biasanya tidak segan melukai korban dengan cara membacok, memukul, atau menyerang menggunakan senjata tajam. Berbeda dengan begal yang merampas harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas melihat korban terluka dan tidak berdaya. Mereka akan meninggalkan korban terkapar begitu saja.

Baca juga: 3 Pemuda Boyolali Hendak Basmi Klitih Bak Hero, Malah Begini Nasibnya

Penyebab Klitih Marak di Jogja

Zulfikar Pamungkas dalam skripsi bertajuk Fenomena Klithih sebagai Bentuk Kenakalan Remaja dalam Perspektif Budaya Hukum di Kota Yogyakarta (2018), ada dua faktor yang menyebabkan maraknya aksi tersebut. Yaitu faktor lingkungan dan internal remaja.

Sarjana hukum lulusan Universitas Islam Indonesia itu menyebutkan lemahnya kontrol diri remaja memengaruhi kepribadian mereka dalam berperilaku positif maupun negatif. Selain itu, maraknya aksi klitih di Jogja yang dilakukan remaja juga disebabkan oleh faktor internal berupa masa pubertas yang berpengaruh pada ego dan rasa ingin tahu yang tinggi.

Fenomena klitih di Jogja juga menjadi bahan kajian dari Ahmad Fuadi, Titik Muti’ah, dan Hartosujono dari Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Artikel berjudul Faktor-Faktor Determinasi Perilaku Klitih yang mereka tulis menjelaskan beberapa alasan yang melatarbelakangi kejahatan di jalanan itu.

Baca juga: Jogja Darurat Klitih, Tangan Pemotor Tersayat Saat Melintas di Jakal

Kurang Perhatian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang orang tua, masalah keluarga, hubungan dengan kelompok, hubungan dengan lingkungan, serta karakter individu sangat berpengaruh pada perilaku klitih di Jogja. Sementara yang menjadi faktor determinasi atau penentu aksi klitih adalah kesesuaian dengan kelompok. Jadi, klitih adalah sarana bagi para remaja untuk mendapatkan perhatian orang tua sekaligus melampiaskan emosi.

Dengan demikian, hal yang mendasari perilaku klitih adalah hubungan keluarga dan orang tua yang memiliki masalah, dinamika interaksi remaja dengan kelompok, serta karakter individu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya