SOLOPOS.COM - Kades Bonagung, Tanon, Sragen, Suwarno, memberikan penjelasan tentang pembebasan lahan untuk investasi pabrik sepatu di desa setempat, Selasa (13/9/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kepala Desa (Kades) Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, Suwarno, siap memperjuangkan masuknya investasi ke desanya apa pun risikonya. Meski itu artinya ia harus mengorbankan warganya yang enggan melepas sawah mereka yang diincar investor untuk dibangun pabrik sepatu.

Suwarno beralasan pembangunan pabrik sepatu itu akan menyerap 30.000 tenaga kerja. Adanya pabrik itu juga, menurutnya, akan menumbuhkan ekonomi desanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya sebagai kades memperjuangkan apa pun risikonya. Perusahaan itu bisa menampung 30.000 karuawan, sehingga bisa dianalisis. Lokasi yang dipilih investor hanya di wilayah Desa Bonagung,” kata Suwarno saat ditemui wartawan di balai desa setempat, Selasa (13/9/2022).

Ia mengaku dulu pernah ada upaya pembebasan lahan tetapi tidak sukses. Persoalan itu sudah disampaikan Suwarno kepada investor. Kini upaya pembelaan lahan kembali dilakukan, namun urni oleh pihak investor.

Ekspedisi Mudik 2024

Suwarno menerangkan ada tim dari pihak investor yang datang ke petani-petani pemilik lahan untuk menanyakan tanahnya dijual atau tidak. Akibat hal ini, sejumlah petani yang enggan menjual tanahnya merasa tak nyaman dan seperti diteror.

Baca Juga: Merasa Diteror Investor, Petani Bonagung Sragen Lapor Polisi

Namun Suwarno mengklaim mayoritas petani di desanya bersedia menjual sawah mereka. Menurutnya, sudah 80% petani yang bersedia melepas tanah mereka. Tinggal persoalannya adalah kesepakatan harga.

“Yang sudah nyekrup [sepakat] dengan harga yang diajukan perusahaan [investor] diberi DP [uang muka] 20%. Kalau minta cash harus lewat notaris dan divalidasi BPN. Saat ini yang tidak mau menjual pun tidak masalah,” jelas Suwarno.

Dia menerangkan ada pula petani yang minta lahannya ditukar lahan lain, yakni dari luasan 1.500 meter persegi mendapat 1.800 meter persegi dan masih mendapatkan sisa uang Rp57 juta.

“Terkait ada yang kontra itu hak mereka. Tidak dijual ya sudah, tidak ada paksaan kalau harus dijual. Dari perusahaan pendekatannya kekeluargaan. Hari ini dilobi belum bisa, beberapa hari lagi datang lagi untuk lobi, dan akhirnya bisa,” katanya.

Suwarno menjelaskan dulu petani yang tidak mau jual tanah karena takut dengan adanya makelar tanah. Menurutnya, yang turun bernegosiasi dengan warga adalah tim dari investor. Suwarno mengakui ikut menjembatani agar warga percaya bila tim itu benar-benar dari investor. Kalau warga minta perlindungan ke Polsek Tanon, ia menganggap itu menjadi hak mereka.

Baca Juga: Desa Bonagung Sragen Masuk Zona Industri, Bakal Dibangun Pabrik Sepatu

“Saya sudah sampaikan ke ketua tim dari perusahaan, kalau orang-orang ini jangan didatangi, kecuali yang bersangkutan datang sendiri untuk menjual sawahnya. Kalau tim mendatangi terus itu kan bagian dari lobi kekeluargaan,” kilahnya.

Tak Sesuai prosedur

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Petani Bersatu (FKPB) Bonagung, Sunarto, meragukan bila orang-orang yang mendatangi petani agar menjual tanahnya adalah tim dari investor. Sunarto yang juga Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bonagung menyampaikan prosedur umum ketika ada investor masuk desa maka menemui kepala desa (kades) atau perangkat terkait. Setelah itu dibawa ke musyawarah desa (musdes).

“Sampai sekarang itu belum ada musdes. Kami di BPD Bonagung secara kelembagaan juga belum mendapatkan pemberitahuan resmi tentang investor yang masuk ke Bonagung,” ujarnya.

Menurut Sunarto, masuknya investasi ke desanya ada untung dan ruginya. Jika investasi jadi masuk, maka sawah di Bonagung akan habis. Hal itu akan berdampak pada budaya masyarakatnya yang juga akan berubah.

Baca Juga: Lahan Tak Cocok untuk Bertani, Beberapa Warga Bonagung Sragen Jual Sawah ke Investor Pabrik Sepatu

“Saya manut petani saja. Keinginan mereka apa. Kalau berinvestasi ya lalui prosedur secara pas,” ujarnya.

Sekretaris FKPB Bonagung, Thonie Sujarwanto, menambahkan polemik pembebasan lahan ini pernah terjadi pada 2020 lalu dan sekarang muncul lagi. Dia mengatakan kedatangan tim pembebasan lahan dari investor ini yang membuat resah.

“Saat pertama masih baik. Ditanya dijual atau tidak, petani menjawab tidak dijual. Ketika sudah menyatakan tidak dijual ternyata tetap didatangi lagi. Saking seringnya warga menjadi resah. Yang datang ini orang dari luar Bonagung,” kata Thonie.

Mewakili 80-an petani yang resah, FPKB telah meminta perlindungan ke Polsek Tanon atas teror orang-orang yang ingin petani menjual tanah mereka. Thonie menerangkan petani tidak mau menjual sawahnya itu karena masih ingin bertani di lahannya sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya