SOLOPOS.COM - Nursalim (Solopos/Istimewa)

Di meda sosial ramai sekali perdebatan yang didasari unggahan Podcas Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Zudan Arif Fahrullah, tentang penjelasan bahwa pelaku nikah siri agar mengajukan Kartu Keluarga (KK). Mereka akan dilayani seperti pasangan suami istri yang lain hanya dengan sedikit beda prosedur, yaitu melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang diketahui dua orang saksi.

Ketentuan baru itu diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran. Karena salah satu syarat memperoleh akta kelahiran adalah Kartu Keluarga, dan Kartu Keluarga diperoleh dengan menunjukkan Akta Nikah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bagi pelaku nikah siri tentu tidak punya akta nikah. Maka mereka tidak mungkin memperoleh Kartu Kelurga sebagai pasangan suami istri. Karena itu SPTJM menjadi jalan keluar untuk memperoleh KK. Ini solusi bagi para pelaku nikah siri.

Pertanyaannya, siapa yang menjamin pasangan laki-laki–perempuan itu telah menikah siri secara sah sesuai dengan agama yang dianut yang bersangkutan, Walaupun ada ketentuan melampirkan dua orang saksi? Kebijakan ini sangat rawan dari sisi agama. Sebab sesuai dengan UU No 1/1974 Pasal 2 ayat (1) perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Dalam syariah Islam pernikahan itu sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun nikah. Ada empat rukun nikah, yaitu adanya dua calon mempelai, dua orang saksi, wali dan sighat (ijab dan kabul). Penghulu ditugaskan oleh negara untuk memastikan setiap perkawinan warga negara yang beragama Islam telah memenuhi syarat dan rukun nikah kemudian mencatat dan mengeluarkan akta nikahnya.

Ada sebagian kaum muslimin yang melakukan pernikahan tanpa dihadiri penghulu juga tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Masyarakat sering menyebut mereka itu telah melakukan nikah siri.

Kasus seperti itu sebenarnya tetap dapat dilakukan pencatatan di KUA. Hanya saja langkahnya berbeda dengan yang langsung mendaftar di KUA, yaitu dilakukan isbat nikah di pengadilan agama (PA). Hakim akan menilai apakah prosesi akad nikah yang bersangkutan sudah sesuai dengan syariah Islam atau belum.

Jika sudah memenuhi syarat dan rukun nikah maka PA akan menetapkan isbat nikah  mempelai tersebut, kemudian memerintahkan kepada KUA untuk mencatat pernikahan berdasarkan putusan pengadilan serta dikeluarkan akta nikahnya.

Pada isbat nikah ada otoritas yang mengontrol kepastian hukum tentang kebenaran syariah Islam telah dijalankan oleh mempelai. Kontrol otoritas ini sangat penting karena banyak kasus  terjadi di masyarakat  pernikahan yang tidak sesuai dengan syari’ah Islam.

Misalnya, pernikahan dengan wali muhakam padahal wali nasab ada. Wali muhakam adalah wali hakim swasta. Kasus ini biasanya terjadi ketika wali nasab tidak bersedia menjadi wali karena sesuatu hal. Padahal wali hakim itu hanya sah apabila dari negara.

Ada juga pernikahan poliandri terselubung. Seorang perempuan masih sah menjadi istri orang lain akan tetapi karena ditinggal pergi suami dalam waktu yang  lama akhirnya melakukan pernikah lagi dengan laki-laki lain tanpa memproses perceraian di pengadilan agama.

Sekularisasi Perkawinan

Sekilas kebijakan pemberian KK untuk pasangan nikah siri itu solutif dan adil. Padahal langkah ini membuka peluang masyarakat untuk melakuan hubungan sek nonmarital secara legal. Pasangan kumpul kebo, kawin kontrak dan perselingkuhan dapat memperoleh KK resmi. SPTJM yang menjadi syarat untuk keperluan tersebut dengan mudah mereka buat, begitupun dua saksi yang diajukan tidak akan sulit diperoleh.

Perkawinan yang begitu sakral menjadi sekular. Hubungan dua insan yang melahirkan anak berubah hanya administratif belaka. Seperti terjadi di negara Japang dan negara-negara sekuler lain. Di negeri matahari terbit itu jika seseorang ingin memperoleh akta nikah cukup datang bersama pasangannya  ke kantor kecamatan. Di sana mengisi formulir  lalu negara mengakui bahwa dua insan itu pasangan sah suami istri.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil memang mengatakan bahwa Kartu Keluarga (KK) yang dikeluarkan lambaganya bukan berarti mengesahkan perkawinan yang bersangkutan. Pernyataan ini justru memberi penegasan bahwa untuk diakui negara, pasangan laki-laki perempuan itu tidak perlu sah secara agama. Inilah wujud sekularisasi yang paling nyata.

Kebijakan seperti ini ternyata bermula dari gagasan kaum liberal. Fikih munakahat yang dipositifkan menjadi undang-undang dan peraturan terus digoyang. Seperti hasil kajian Abdul Azis dalam disertasinya yang berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabasahan Hubungan Seksual Non-Marital yang ditulis oleh Abdul Aziz, mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Disertasi itu berkesimpulan bahwa konsep milk Al Yamin Muhammad  Syahrur merupakan sebuah teori baru yang dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap keabsahan hubungan seksual nonmarital. Dengan teori ini, maka hubungan seksual nonmarital adalah sah menurut syariah sebagaimana sahnya hubungan seksual marital. Dengan demikian, konsep ini menawarkan akses hubungan seksual yang lebih luas dibandingkan konsep milk Al Yamin tradisionalis.

Sebagai tindak lanjut dari kajian akademik tersebut lalu yang bersangkutan mengusulkan rekomendasi sebagai berikut. “Bentuk konkret dekontruksi hukum Islam ini misalnya dapat dilakukan pada kasus Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang  No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal ini tidak mengakui anak hasil hubungan seksual nonmarital, dapat diusulkan mengakui anak hasil hubungan seksual nonmarital melalui alat bukti yang cukup.”

Rekomendasi disertasi tersebut  100% diamini Dirjen Dukcapil. Dengan kebijakan Dukcapil yang memberikan KK kepada pasangan nikah siri dan kemungkinan juga pasangan illegal lain yang membawa SPTJM, maka secara tidak langsung telah menafikan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Gerilya sekularisasi perkawinan mendapatkan bentuknya yang elegan. Tampak membawa semangat perlindungan HAM padahal dibalik itu jutru melegitimasi perzinahan. Wallahua’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya