SOLOPOS.COM - Aksi Koalisi Solo untuk Kendeng, Selasa (23/9/2014). (JIBI/Solopos/Dok)

Kisruh pendirian pabrik semen di pegunungan Kendeng sudah terjadi sejak lama. Penolakan juga sempat dilakukan masyarakat suku Samin.

Solopos.com, SOLO – Pegiat media sosial dan Internet tampak sinis mengomentari rencana pendirian pabrik semen di pegunungan karst Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Mereka menyebut pembangunan pabrik akan berdampak buruk bagi kondisi alam dan masyarakat sekitar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Tahun 1990 di Tuban berdiri pabrik semen yang mengeruk batuan kars berdampak ekosistem, ekologi rusak. #KENDENG #SaveKARST,” demikian ditulis akun Twitter @InfoBencana, Jumat (20/3/2015).

Kicauan akun ini bukan tanpa alasan. Pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng memang dinilai banyak pihak cukup mengkhawatirkan. Pembangunan bukan hanya dikhawatirkan akan merusak alam, tapi juga kearifan lokal dan mata pencaharian masyarakat sekitar.

Sebuah film dokumenter dibuat Ekspedisi Indonesia Biru membicarakan tentang penolakan pabrik semen. Film ini menyorot upaya masyarakat suku Samin dalam menolak pendirian pabrik semen di daerahnya.

Film ini diunggah di Youtube laman https://www.youtube.com/watch?v=1fJuJ28WZ_Q dengan judul Samin vs Semen.

Menjaga Kendeng

Pegunungan Kendeng Utara merupakan hamparan perbukitan karst yang terbentang luas dari Kabupaten Grobogan di bagian selatan, Rembang, Blora hingga Kabupaten Pati di bagian utara.

Bentang alam karst Kendeng Utara meliputi hamparan bukit-bukit kapur kerucut, ribuan mata air pada rekahan batuan dan sungai-sungai bawah tanah dalam gua serta candi dan fosil bersejarah.

Warga khawatir pembangunaan pabrik-pabrik semen akan memakan lahan pertanian mereka, menyusutkan sumber mata, mengganggu keseimbangan ekosistem dan membawa polusi ke wilayah tempat tinggal mereka.

“Karst pasti di batu gamping dan batu gamping itu satu-satunya bahan baku semen. Jadi kalau bangun pabrik semen pasti merusak karst padahal karst dalam peraturan tata ruang harusnya dilindungi,” kata Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Muhnur Satyahaprabu.

Ia menjelaskan Peratuan Pemerintah No.22/2010 tentang Wilayah Pertambangan memungkinkan pemerintah daerah mengusulkan daerah karst tidak dijadikan wilayah pertambangan.

“Karst punya dua dimensi, dimensi fungsi dan hukum. Kalau suatu wilayah punya fungsi karst artinya punya fungsi menyerap air dan menyimpan air karena ada sungai-sungai,” tutur Muhnur.

“Karst harus dilegalisasikan tetapi masalahnya tidak semua kawasan berfungsi karst ditetapkan sebagai kawasan karst oleh pemerintah karena ada kepentingan tambang. Jadi secara fungsi masuk kawasan karst tetapi secara hukum belum tentu, ini yang kacau. Kelemahan itu dipakai pemerintah daerah untuk menarik investor,” jelasnya.

Padahal, menurut Muhnur, kawasan karst bisa menghasilkan devisa lebih banyak jika dijadikan kawasan pariwisata.

“Di Tiongkok, kawasan karst dibuat sebagai tempat rekreasi karena pasti ada flora dan fauna endemik, ada banyak batuan fosil bersejarah karena dulu manusia purba hidupnya di sana,” katanya.

Walhi bersama warga Kabupaten Rembang yang tinggal di sekitar proyek pabrik semen mengajukan gugatan atas penerbitan izin lingkungan PT Semen Indonesia di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang.

Izin lingkungan rencana penambangan PT Semen Indonesia masuk dalam wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih di Gunung Watu Putih berdasarkan peta Izin Usaha Pertambangan tahun 2012.

Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan surat dengan Nomor 668.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan tertanggal 7 Juni 2012 tersebut.

Meski gugatan sudah disampaikan ke pengadilan, kegiatan pembangunan pabrik semen tidak berhenti.

“Kalau tetap dilakukan pembangunan, kalau pun dalam putusan nanti kami menang, kawasan di sana sudah terlanjur rusak,” kata Muhnur.

“Penolakan itu tidak ada artinya bagi perusahaan. Pembangunan terus dilanjut karena didukung birokrasi dan aparat keamanan. Kalau tidak ada dukungan politik dan aparat keamanan tidak mungkin begitu. Seharusnya pembangunan diberhentikan dulu, tetapi pemerintah lokal dan pusat tidak melakukan apa-apa,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya