SOLOPOS.COM - Warga beraktivitas di area ladang di Dusun Klakah Duwur, Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jateng, Kamis (13/2/2020) pagi. (Solopos-Nadia Lutfiana Mawarni)

Solopos.com, BOYOLALI — Tangan keriput Mbah Rebo, 70, terlihat lincah mencabuti ilalang liar yang tumbuh di sekitar tanaman cabainya di Dusun Klakah Duwur, Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (13/2/2020) pagi.

Ladang milik lelaki tua itu hanya berjarak sekitar 3 km dari lereng barat Gunung Merapi. Pagi Mbah Rebo dimulai dengan dentuman keras yang terdengar dari puncak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dentuman itu bahkan tak mengurungkan niat Mbah Rebo untuk pergi ke ladang. Padahal, erupsi maupun luncuran awan panas sudah beberapa kali terlihat dari Klakah sejak Gunung Merapi ditetapkan berstatus waspada sejak Mei 2018 lalu.

Bersama Mbah Rebo, belasan petani lain tampak wira-wiri di jalan setapak yang menanjak itu. Laki-laki muda menaiki sepeda motor untuk mengangkut sayur dan hasil pertanian.

Pria Tertua Di Dunia Ungkap Rahasia Panjang Umurnya: Tersenyum & Jangan Cepat Marah!

Sementara para perempuan lebih banyak berjalan kaki sambil menggendong hasil bumi. "Tidak ada gangguan apa-apa di rumah kami," ujar Mbah Rebo ketika ditemui Solopos.com di Dusun Klakah Duwur, Kamis (13/2/2020) pagi.

Mbah Rebo bercerita luncuran awan panas sudah menjadi hal biasa bagi warga di lereng Merapi tersebut. Sebelumnya, ia pernah menjadi saksi erupsi terparah pada 1954 silam. Saat itu, Dusun Pencar yang bertetangga dengan Dusun Klakah Duwur luluh lantak. Warga mengungsi ke Dusun Klakah Duwur maupun ke kawasan lain di Selo.

Kembali ke aktivitas para warga Dusun Klakah Duwun saat ini. Aktivitas normal bukan hanya ditunjukkan petani, namun anak-anak sekolah juga tampak menjalani hari seperti biasanya. Raut ketakutan tidak terlihat di wajah mereka.

Disebut Ngelawak Tanam Pohon Di Hutan Rusak, Ganjar Tak Peduli Orang Mau Nyinyir Apa

Warga lain, Suminah, mengatakan ia justru mengetahui erupsi Merapi yang terjadi Rabu (12/2/2020) pagi karena keributan di Facebook. Sementara di dekat tempat tinggalnya, semua warga beraktivitas seperti biasanya.

"Tadi pagi memang seperti ada letusan, tapi setelah itu biasa saja, hujan abu juga tidak ada," ujarnya.

Suminah menyebut meski luncuran awan panas kerap terjadi, namun menurut kepercayaan warga, desa yang ia tinggali akan tetap aman. Klakah memang menjadi salah satu desa yang terlindung di balik bukit yang disebut Gunung Bibi.

Bukit yang disebut gunung setinggi 2.205 mdpl itu berada di timur laut Merapi. Usia gunung itu disebut 400.000 tahun lebih tua dari Merapi.

Ingat! Tes Psikologi Pencari SIM Berlaku Se-Jateng, Bukan Cuma Solo

Sementara itu, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogja, Hanik Humaida, mengatakan erupsi eksplosif atau letusan tercatat di seismograf terjadi pada pukul 05.16 WIB.

Erupsi terpantau dalam durasi 150 detik dengan lontaran material erupsi teramati pada jarak 1 km. Tinggi asap letusan teramati sekitar 2 km.

Angin saat kejadian mengarah ke barat laut sehingga hujan abu terpantau terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Sleman, seperti Desa Hargobinangun, Glagaharjo, dan Kepuharjo.

Sebelumnya, pada rentang September-November 2019 terjadi letusan eksplosif sebanyak empat kali dan diiringi dengan gempa vulkanik dalam. Kejadian semacam itu masih dapat terus terjadi. Warga diimbau untuk tetap tenang dan waspada, serta beraktivitas seperti biasanya di luar radius 3 km.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya