Solopos.com, SOLO — Semasa hidupnya, Mbah Dipo, juru kunci Gunung Semeru ternyata mempunyai kebiasaan unik yang diketahui masyarakat.
Sosoknya yang telah meninggal dunia pada 2007 karena sakit dan dimakamkan di belakang rumahnya ini, semasa hidupnya tinggal di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di masa mudanya, dia bertapa di puncak Semeru atau biasa dikenal Mahameru.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Baca Juga: Kampung Belanda Solo: Dulu Ada 150 Bangunan Kuno, Kini Hanya Separonya
Bahkan, saking lamanya bertapa di puncak Semeru, rambut Mbah Dipo disebut-sebut menyentuh pinggang.
Sebagaimana diberitakan Solopos.com sebelumnya, juru kunci Gunung Semeru yang disebut memiliki tiga istri dipercaya bisa menangkap tanda-tanda alam ketika gunung setinggi 3.676 akan meletus.
Baca Juga: Misteri Peri Cantik Penggoda di TPU Bonoloyo Solo, Pernah Diisengin?
Selain itu, dia juga mempunyai kebiasaan unik yang sarat makna. Misalnya, saat ada tamu yang mendatangi kediamannya, dia diminta untuk bermalam, tamu harus manut sampai diizinkan pulang. Mbah Dipo tak akan mengizinkan pulang meskipun si tamu itu meminta pulang.
Sebaliknya, jika juru kunci Gunung Semeru itu tidak menghendaki tamu tersebut menginap, maka haram hukumnya untuk bermalam. Jika ada yang melanggar aturan ini konon katanya tamu akan mengalami suatu kejadian di luar nalar.
Baca Juga: Ide Kado untuk Hari Ibu: Murah, Sederhana Tapi Mengesankan
Selama menjadi juru kunci, Mbah Dipo berjanji akan menjamin keselamatan seluruh warga yang tinggal di lereng Gunung Semeru. Mbah Dipo menjamin warga sekitar tidak akan terkena musibah.
Sepeninggalnya pada 2007 lalu, juru kunci Gunung Semeru konon katanya beralih kepada Eyang Putri, yang diduga adalah muridnya. Semasa hidupnya, Mbah Dipo pernah berwasiat bahwa Eyang Putri lah yang akan meneruskan tahtanya di Gunung Semeru.
Baca Juga: Pernah Ada Kampung Belanda di Solo, Ini Lokasinya