SOLOPOS.COM - Supriyanto (kanan) bersama ibunya, Juminten, di rumah mereka di RT 004/ RW 001 Desa Karangkendal, Musuk, Boyolali, Rabu (19/10/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, warga Boyolali ini menderita penyakit langka yang bikin wajahnya membengkak.

Solopos.com, BOYOLALI — Remaja asal RT 004/ RW 001 Desa Karangkendal, Musuk, Boyolali, ini sehari-hari hanya bisa menghabiskan waktunya di rumah. Supriyanto, demikian nama putra pasangan Priyo Wiyono dan Juminten ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sejak setahun terakhir ini, dunianya menjadi gelap. Kedua matanya tak lagi bisa melihat. “Benjolan di wajah saya ini terus membesar. Sekarang mata saya sudah tak bisa melihat,” ujar Supriyanto kepada Solopos.com yang menyambangi rumahnya yang berlantai tanah, Rabu (19/10/2016).

Supriyanto anak yang sangat patuh kepada orang tuanya. Ia pendiam dan tak banyak bertingkah. Beberapa waktu lalu, separuh dari mukanya tiba-tiba membengkak, membesar hampir seukuran bola sepak.

Bola matanya pun terdorong keluar. “Sudah berobat ke mana-mana, tapi tak sembuh,” ungkap remaja kelahiran 1998 silam ini.

Derita Supriyanto bermula ketika ia masih duduk di bangku SD kelas V. Sepulang dari acara kemah, ia merasakan pipi kanannya bengkak seperti sakit gigi.

Lalu, dia diperiksakan ke puskesmas setempat. “Saat itu, saya diminta mengompres pakai air hangat. Tapi, enggak ada perubahan, malah terus membesar,” ujar dia.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini pernah dibawa ke RSUD dr. Moewardi Solo, bahkan pernah pula ke Jakarta. Hasil Rontgen bahkan dibawa ke Korea. Semua biaya dibantu para dermawan. Namun, hasilnya tetap nihil.

Tiga bulan lalu, ia mendapatkan tawaran operasi dari RS dr. Sardjito, Jogja. Supriyanto divonis sakit kanker rahang atas.

Mendapatkan tawaran itu, hati Supriyanto berbunga tiada tara. Ia berharap operasi itu adalah jawaban atas doa-doa yang ia panjatkan selama enam tahun terakhir.

Namun, sikap orang tua Supriyanto sungguh di luar dugaan. Mereka menolak tawaran operasi itu dengan alasan takut jika operasi gagal.

“Saya sebenarnya sangat kecewa. Tapi, saya enggak berani sama orang tua. Saya pengin sembuh, pengin bisa sekolah seperti teman-teman yang lain,” ujarnya.

Ibunda Supriyanto, Juminten, sama sekali tak bermaksud membiarkan derita anaknya itu berkepanjangan. Namun, ia juga tak kuasa melihat anaknya pergi terlalu cepat jika operasi tak berjalan mulus.

“Kula boten berarti ndisiki kersa. Namung kula ajrih menawi dipun operasi [Saya bukannya mau mendahului kehendak. Tapi saya takut kalau dia dioperasi],” kata buruh tani itu.

Kini, Supriyanto hanya meminum obat tradisional dari akar-akaran resep orang tuanya. Resep itu diyakini bisa menyembuhkan sakit anaknya.

Namun, setahun ini, penyakit Supriyanto tak kunjung membaik. Dua matanya kini tak lagi bisa melihat. Ia pun hanya bisa pasrah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya