SOLOPOS.COM - Gea Annafi Kyla Putri, 3, bayi penderita kelainan saluran empedu. (Sri Sumi Handayani/JIBI/Solopos)

Seorang bocah 3 tahun di Karanganyar menderita kelainan saluran empedu dan butuh uluran tangan untuk pengobatan.

Solopos.com, KARANGANYAR — Bocah perempuan berambut cepak dan ikal itu duduk di paha kiri kakeknya sementara sang kakek berbincang dengan rombongan tamu dari Pemerintah Kecamatan Jaten, Puskesmas Jaten I, dan petugas lain.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gadis cilik itu beberapa kali menggaruk salah satu telapak tangannya. Dia juga menggaruk pergelangan tangan dan punggung tangan. Sorot matanya tertuju pada tangan yang digaruk.

Beberapa kali itu pula kakeknya berupaya mencegah cucunya menggaruk. Tetapi, dia tidak kuasa. “Kalau sumuk [gerah] seperti ini. Gatal-gatal. Garuk-garuk,” kata lelaki tua itu menceritakan kebiasaan cucunya, Gea Annafi Kyla Putri, 3.

Ekspedisi Mudik 2024

Dia memanggil istrinya untuk mengambil kipas dari plastik. Gea masih saja menggaruk tangannya meskipun kakeknya sudah mencoba mengusir hawa panas menggunakan kipas dari plastik. (baca: Bayi Klaten Divonis Atresia Bilier, Biaya Operasi Butuh Rp1,6 Miliar)

“Sumuk. Metu [keluar]. Gendong,” rengek Gea kepada kakeknya.

Kakeknya sigap mengambil selendang dan menggendong Gea pada pinggang sisi kiri. Dia mengajak Gea jalan-jalan di jalan kampung di depan rumah sembari masih mengipas-ngipaskan kipas plastik. Pada dua tangan, dua kaki, dan sejumlah bagian tubuh Gea terdapat bintil. Bintil itu yang digaruk.

Gea di rumah bersama kakek dan neneknya. Ayah dan ibunya bekerja mencari nafkah sejak Subuh hingga menjelang Magrib. Ayahnya, Wanto, bekerja di salah satu pabrik tekstil di Jaten sedangkan ibunya, Sisti Supardiana, membantu bibinya di salah satu rumah makan di Solo.

Nama Gea sempat viral di media sosial. Di situ disebutkan Gea yang tinggal di Dukuh Nilorejo RT 001/RW 004, Jetis, Jaten, Karanganyar, menderita kelainan pada saluran empedu atau atresia bilier. Kepala Puskesmas Jaten I, Iwan Christiawan, menjelaskan atresia bilier adalah gangguan saluran empedu.

Apabila penyakit itu tidak segera ditangani mengakibatkan kerusakan hati. Iwan menyebut kemungkinan penyakit itu muncul pada bayi maupun balita adalah 1 : 18.000 kelahiran. Gea adalah salah satunya.

“Kami memantau Gea sejak usia satu bulan. Gejala awal sakit kuning. Kulitnya masih kuning hingga satu tahun yang lalu. Kalau sekarang sudah membaik. Ini kasus langka,” tutur Iwan saat berbincang dengan wartawan di rumah orang tua Gea, Senin (5/3/2018).

Atresia bilier disebabkan saluran di hati menuju empedu tersumbat. Efeknya adalah makanan tidak tercerna sempurna. Iwan menjelaskan mengenai bintil pada tubuh Gea. Bintil itu adalah salah satu contoh efek kelainan hati.

“Reaksi dari lemak muncul bintil. Kalau lemak turun, bintil hilang. Gea ini sudah dirawat di RSUP dr. Sardjito, DIY. Saya cek hasil pemeriksaan, kadar kolesterolnya 1.200 mg/dL. Padahal normalnya 170 mg/dL,” ujar dia.

Iwan berkomunikasi dengan keluarga Gea tentang hasil penanangan di RSUP dr. Sardjito. Dokter yang menangani Gea meminta keluarga fokus menurunkan kadar kolesterol Gea. Salah satu caranya mengonsumsi susu rendah lemak.

Gea mengonsumsi susu 180 cc setiap tiga jam. Tetapi, hasilnya tidak maksimal. Kolesterol Gea hanya turun 15 mg/dL.

“Gea minum lewat selang yang dimasukkan ke hidung dan turun hingga lambung. Itu kemungkinan dibuat supaya Gea bisa minum dengan baik. Dokter di sana [RSUP dr. Sardjito] melakukan operasi pembuatan saluran dari hati dan empedu [operasi kasai],” jelas dia.

Selain kelainan pada saluran empedu, Gea mengalami gizi buruk. Hal itu karena Gea tidak doyan makan dan menghindari makanan berlemak. Dia hanya makan nasi dengan lauk kecap.

“Solusinya transplantasi hati. Harus ada donor. Kalau ditangani lebih cepat, lebih baik. Dia punya BPJS, tetapi kelihatannya tidak semua penanganan di-cover. Saya akan membantu menanyakan persyaratan apa untuk cover kasus khusus,” tutur dia.

Cangkok Hati

Sementara itu, ayah Gea, Wanto, mengaku ingin berusaha maksimal demi anak nomor duanya itu. Dia membenarkan pernyataan Iwan bahwa Gea menjalani operasi kasai atau pembuatan saluran untuk menunda cangkok hati. Setelah operasi Kasai, Gea menjalani operasi biopsi.

“Itu [biopsi] untuk mengecek penumpukan lemak di hati. Ternyata enggak ada lemak di hati. Ini masih riset sembari menunggu kolesterol turun. Saya sembari cari info tentang kemungkinan cangkok hati. Katanya biaya Rp1,6 miliar. Padahal BPJS hanya cover Rp250 juta,” tutur lelaki yang bekerja di bagian pengiriman barang di pabrik tekstil itu.

Wanto mengaku gajinya tidak bakalan cukup untuk membayar biaya operasi cangkok hati. Bahkan, Wanto kewalahan menebus obat Gea yang pembiayaannya tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Setiap bulan, dia harus mengeluarkan Rp600.000 untuk menebus obat.

“Ada yayasan yang membantu. Belikan 20 kardus susu rendah lemak dan bantu bayar obat Gea. Gea harus kontrol setiap bulan sekali. Saya ke Sardjito naik motor atau kereta api. Beruntung, kantor saya memahami dan memberikan izin. Saya inginnya Gea lekas membaik supaya dia bisa tumbuh sehat seperti teman-temannya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya