SOLOPOS.COM - Penambang pasir, Tri Puji Rahayu, 43, menggunakan troli memindahkan pasir dari sungai menuju pinggir Kali Gandul, Jelok, Boyolali, Senin (14/3/2022). (Solopos/Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Watugajah, Desa Jelok, Kecamatan Cepogo, Boyolali, tercuat kisah para wanita yang melakoni pekerjaan sebagai penambang pasir. Bukan satu dua hari, mereka sudah bertahun-tahun menekuni mata pencaharian tersebut demi turut mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Pada Senin (14/3/2022), beberapa perempuan penambang pasir tengah menggendong keranjang bambu berisi pasir di pinggir aliran Kali Gandul, Jelok, Cepogo, Boyolali. Sementara sejumlah wanita lainnya menggunakan troli untuk memindahkan pasir yang terbawa aliran air dari hulu Merapi melewati Kali Gandul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu perempuan penambang pasir di Kali Gandul tersebut adalah Tri Puji Rahayu. Ia mengaku telah 18 tahun menambang pasir di Kali Gandul. Kegiatan menambang pasir itu ia lakukan sejak menikah dengan seorang pria warga Jelok.

Baca juga: Hujan Deras, 24 Truk Penambang Pasir Terjebak Lahar Dingin Merapi

Ekspedisi Mudik 2024

“Saya nambang pasir atas inisiatif sendiri. Ini untuk membantu suami, ya untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari. Ini saya nambang sama suami juga,” ungkapnya saat berbincang-bincang dengan wartawan di lokasi kerjanya, Senin.

Lebih lanjut, wanita yang akrab disapa Yayuk itu mengaku berangkat setiap hari untuk menambang pasir dari pukul 07.00 WIB. Kemudian, Yayuk pulang ke rumah sekitar pukul 10.00 WIB. Tak berhenti sampai di situ, wanita umur 43 tahun itu kemudian beraktivitas di ladang.

Di tengah suasana pandemi Covid-19, Yayuk mengeluhkan akhir-akhir ini jumlah pasir yang dia dapat berkurang drastis. “Sehari kadang dapat pasir, kadang nggak. Jadi sekarang ini sehari hanya dapat satu kol [mobil bak terbuka], harganya Rp170.000 untuk satu kol, standar tidak ada kenaikan harga. Pembelian pasir juga menurun selama pandemi, masalahnya pembeli juga mengalami kesulitan pendapatan, apalagi harga bahan pokok juga semakin mahal,” ungkap dia.

Baca juga: Museum R. Hamong Wardoyo Boyolali Dapat Dikunjungi Tanpa Reservasi

Sementara itu, perempuan penambang pasir lainnya, Partiyem, 50, mengaku sudah sejak kecil menambang pasir di aliran Kali Gandul Boyolali untuk membantu orang tuanya.

“Sudah menambang sejak kecil, untuk umurnya saya lupa, tapi sejak SD. Tapi ini hasilnya lagi sedikit, seminggu begitu kadang nggak sampai satu kol,” adu Partiyem kepada Solopos.com. Partiyem mengungkapkan, pasir-pasir yang ia kumpulkan biasanya sudah diangkut oleh pembeli. Mereka datang langsung ke lokasi penambangan pasir di Kali Gandul Boyolali.

Kepala Desa Jelok, Suparno, 58, mengungkapkan total ada 50 penambang pasir di aliran Kali Gandul yang berada di Jelok, Cepogo, di mana setengahnya adalah perempuan. Kebanyakan penambang pasir itu, menurut dia, adalah pasangan suami-istri.

Baca juga: Ini Daftar Lengkap Kode Pos Kabupaten Boyolali

Suparno mengatakan aktivitas penambangan pasir di aliran Kali Gandul telah berlangsung sejak lama. “Aktivitas itu sudah ada sejak saya kecil, jadi sudah sekian tahun. Itu sudah turun temurun dilakukan. Jadi orang tua nurun ke anaknya. Karena memang bagi mereka yang ekonominya kurang, menambang pasir jadi cara termudah cari uang. Pagi cari pasir, siang sudah jadi uang,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Senin siang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya