SOLOPOS.COM - Paundra Noorbaskoro menenteng laptopnya di area tambak udang vaname miliknya di kawasan Pantai Pidakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Senin (19/12/2022). (Solopos.com/Abdul Jalil)

Solopos.com, PACITAN — Matahari menyengat saat seorang pria paruh baya, Gianto, 52, menebar pakan ke kolam-kolam di kompleks pembudidayaan udang vaname di kawasan Pantai Pidakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada Senin (19/12/2022).

Gianto mengenakan celana pendek, berkemeja batik, dan topi untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. Dia berkeliling dari satu kolam ke kolam lainnya untuk menebar pakan. Setelah satu kolam selesai, ia beralih ke kolam lain. Dia melakukan aktivitasnya itu ditemani debur ombak Samudera Hindia di Pantai Pidakan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Usai menebar pakan, Gianto kembali ke sebuah rumah di dekat tambak. Ia menakar pakan menggunakan timbangan elektrik. Kemudian, pakan yang sudah dicampur itu dibungkus. Gianto merupakan satu dari belasan pekerja di tambak udang vaname milik Paundra Noorbaskoro.

Sementara itu, di dekat tambak, seorang pemuda terlihat mengoperasikan laptopnya. Pemuda itu mengisi kolom-kolom yang ada di layar laptopnya dengan angka-angka. Sesekali, ia melihat tambak udang kemudian kembali ke layar laptopnya.

Dia, Paundra Noorbaskoro, pemilik tambak udang vaname di kawasan Pantai Pidakan. Paundra juga menggagas tambak udang vaname berkonsep Internet of Things (IoT) dan ramah lingkungan di kawasan Pantai Pidakan. Cara-cara yang dilakukan untuk bertambak udang ini mendobrak tradisi lama.

Penggunaan konsep Internet of Things (IoT) dalam proses budi daya udang vaname ini sangat bermanfaat dan berdampak. Alumnus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya itu mengaku menciptakan sendiri pengelolaan tambak udang berbasi IoT. Dia juga menciptakan sistem bertambak yang dibakukan sebagai standar operasional prosedur (SOP). Melalui sistem ini, ia bisa mengontrol kondisi tambak dan air dengan baik dan secara real time.

Paundra telah membuktikan dengan mengelola tambak menggunakan sistem IoT membuat hasil panen udang vaname melimpah. Namun, perjalanan Paundra menemukan sistem budi daya berbasis teknologi dan ramah lingkungan ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada investasi waktu, biaya, dan tenaga di situ.

Pernah Gagal Budi Daya

Pengalaman adalah guru terbaik! Mungkin kalimat itu sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Paundra saat ini. Pria berusia 30 tahun itu bercerita mulai terjun di dunia tambak udang vaname sejak 2018 lalu bersama tiga orang temannya.

Saat itu, ia dengan tiga temannya mengembangkan usaha rintisan di bidang budi daya udang berbasis aplikasi. Namun, dalam perjalanannya, bisnis ini tidak berjalan sesuai rencana. Usaha yang dirintis bersama teman-temannya itu mengalami guncangan hingga merugi miliaran rupiah. Hingga akhirnya, pada 2020, perusahaan rintisan yang dibangun Paundra bersama tiga temannya berhenti beroperasi.

Tidak mau lama-lama berkubang dalam kesedihan dan kegagalan, Paundra mengumpulkan motivasi untuk bangkit dan memulai lagi usaha budi daya udang vaname tersebut. Ada pergolakan batin saat ingin memutuskan untuk melanjutkan usaha atau menyeduhinya.

Namun, dengan tekad, Paundra memutuskan tidak menyerah dan terus mengembangkan usaha bertambak udang. Dia mengambil tabungan keluarga untuk dijadikan modal memulai lagi budi daya tambak udang vaname.

“Waktu itu, bagi saya, pilihannya ada dua. Mati sekalian atau bertahan secara bertahap untuk mengembangkan tambak,” cerita Paundra saat berbincang dengan Solopos.com di tambaknya, Senin siang.

tambah udang ramah lingkungan pacitan SATU Indonesia Awards
Paundra Noorbaskoro memantau aplikasi bikinannya yang digunakan untuk mengontrol kondisi tambak udang vaname, Senin (19/12/2022). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Belajar dari kegagalan masa lalu, dia terjun secara langsung menjadi petani tambak udang vaname di kawasan Pantai Pidakan Pacitan. Dia memanfaatkan kolam yang ada dan satu per satu mempelajari tahapan bertambak udang secara holistis.

Mulai Riset

Berbekal ilmu yang dipelajari di bangku kuliah, Paundra kembali belajar perihal budi daya udang. Dia membaca berbagai jurnal ilmiah dan menonton tayangan di YouTube. Berbagai permasalahan yang dihadapi saat kali pertama budi daya udang bersama rekan-rekannya itu dia jadikan modal untuk mengkaji dan mencari solusi.

Untuk kebutuhan riset, Paundra membeli delapan kolam bundar. Riset awalnya fokus meneliti penyakit yang kerap menyerang udang vaname, yakni hepatopankreas atau early mortality Syndrome (EMS). Penyakit yang disebabkan bakteri itu menyerang pankreas udang.

Setelah mempelajari penyebab-penyebab penyakit udang lewat penelitian ilmiah, ia meracik komposisi pakan yang tepat. Setelah itu, udang yang diserang EMS itu diberikan treatment sesuai racikan. Satu kali percobaan, gagal. Kemudian, ia mengubah komposisi treatment lagi. Setelah tiga kali percobaan mengubah racikan pakan, akhirnya ia menemukan komposisi yang tepat.

“Setelah benar-benar treatment itu membuahkan hasil. Kami patenkan racikan itu sebagai SOP yang saya gunakan di tambak,” ujar dia.

Aspek berikutnya yang kerap menjadi masalah adalah kondisi air. Untuk melakukan riset air, ia mengumpulkan beberapa air tambak bermasalah dan membuat udang mati. Dari mengumpulkan air bermasalah itu, ia menemukan penyakit yang kerap menyerang udang vaname di Pacitan, yaitu EMS, Myo, dan White Feces atau feses udang berwarna putih.

Satu per satu air itu diteliti untuk menemukan kandungan penyebab air tidak sehat bagi udang. Setelah masalah ditemukan, dia mencari formula untuk mengatasinya. Proses uji coba itu dilakukan tiga kali masa penyebaran benih. Setiap kali siklus atau penebaran benih, ia mengamatinya secara seksama dan mencatat setiap permasalahan.

Proses riset itu, kata Paundra, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Ia melakukan riset tersebut hampir satu tahun pada 2021. Pernah suatu kali saat masih riset, ia menabur 300.000 benur di enam kolam. Tetapi, saat masa panen hanya mendapatkan 80 kilogram udang.

“Padahal kalau berhasil, itu bisa enam sampai tujuh ton udang. Saya waktu itu rugi Rp150 juta,” ujar dia.

Penerapan IoT

Permasalahan yang berhasil diatasi melalui berbagai riset tersebut kemudian diimplementasikan melalui konsep Internet of Things (IoT). Paundra memulai menerapkan konsep IoT dalam tambak udang vaname pada awal 2022. Ia mulai menebar benih udang di satu kolam. Benih tersebut dibeli menggunakan uang sisa di tabungannya.

Ia memulai dengan menyiapkan air sesuai kondisi tertentu agar udah dapat tumbuh dengan sehat. Standar kualitas air pun benar-benar diterapkan.

Berikutnya, kedalaman kolam yang disiapkan antara 100-120 sentimeter. Kemudian, unsur-unsur lain ada delapan item, seperti salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, Nitrat, H2S, transparansi air, dan lainnya. Semua unsur ini ada hitungannya dan harus diseimbangkan. Jika salah satu unsur ada yang tidak sesuai, maka akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan udang.

“Semisal, unsur pH air. Kalau udang itu mau sehat, maka pH airnya antara 7,5 sampai 8. Jika di bawah itu, berarti kondisi air tidak sehat. Setelah tahu pH air tidak sehat, kemudian dilakukan treatment supaya pH tanah bisa sesuai lagi,” jelas bapak satu anak ini.

tambak udang pacitan SATU Indonesia Awards
Paundra Noorbaskoro saat mengecek kondisi udang di tambaknya di kawasan Pantai Pidakan, Kabupaten Pacitan, Senin (19/12/2022). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Paundra membutuhkan sistem yang mempermudah pekerjaannya untuk mengontrol kondisi air tambak. Ia membangun ekosistem berbasis IoT. Melalui gadget, ia membuat aplikasi yang terhubung dengan data-data kondisi air kolam.

Data terkait kolam dan udang semuanya tercatat secara detail di aplikasi tersebut, seperti kualitas air yang dibutuhkan dan lain-lain. Semua data terpantau di aplikasi tersebut. Saat ada kondisi air yang kualitasnya menurun bisa langsung diketahui. Setelah itu bisa langsung dilakukan tindakan.

“Kualitas air ini sangat penting untuk udang. Kalau kualitas air itu menurun akan berdampak langsung terhadap kesehatan udang. Ini harus cepat ditangani,” ujarnya.

Melalui aplikasi ini, tuturnya, bisa mengetahui perkembangan dan kesehatan udang di dalam kolam. Pendataan yang rajin dilakukan dengan sistem itu juga membuat berat udang bisa diketahui tanpa harus memanennya. Pada saat proses penebaran, jumlah benur pun dihitung. Kemudian, puluhan ribu benur itu diberi racikan pakan yang telah dibuat sesuai takaran.

Waktu pemberian pakan pun telah ditentukan, yakni tujuh kali sehari. Pemberian pakan diawali pukul 07.00 WIB, kemudian berlanjut dua jam sekali harus ditabur pakan. Pemberian pakan terakhir pada pukul 19.00 WIB.

Saat umur udang 33 hari dari masa ditebar, ia akan mengambil sampling udang tersebut kemudian menimbangnya. Dari sampling itu akan diketahui berapa total berat udang yang ada di satu kolam. Dengan ekosistem IoT yang dibangun, bahkan ia bisa menarget pada ukuran berat badan berapa udang itu siap dipanen.

“Semisal, saya mau menarget panen di umur 40 hari dengan berat 4 gram per ekor. Saya akan main indeks tadi. Berarti untuk mencapai target itu, saya harus memberikan makan berapa supaya berat udang bisa tercapai 4 gram. Jadi, pemberian pakan selama tujuh hari kemudian harus sesuai hitungan,” terang dia.

Untuk mengontrol kondisi kesehatan udang, ia biasanya menggunakan cara sampling. Namun, cara ini biasanya hanya dilakukan saat kondisi tertentu.



Dia mencontohkan semisal di satu kolam itu biasanya diberi pakan 10 kg, maka 10% dari pakan itu akan dimasukkan ke dalam suatu alat khusus. Setelah itu alat yang telah diberi pakan itu akan dimasukkan ke dalam kolam. Saat kondisi udang itu sehat, maka pakan tersebut akan habis antara satu hingga satu setengah jam. Namun, bila kondisi udang tidak sehat, pakan tersebut tidak akan habis sesuai target.

“Setelah mengetahui itu, ia akan mengambil sampel untuk dikirimkan ke laboratorium. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi kesehatan udang. Setelah tahu penyakitnya apa, kami bisa segera memberikan treatment,” ungkapnya.

Semakin cepat memberikan penanganan, maka udang di kolam bisa terselamatkan. Sebaliknya, saat terlambat memberikan penanganan, bisa-bisa gagal panen.

Panen Melimpah

Data yang tercatat secara teratur setiap hari melalui sistem itu menjadi pegangan untuk melangkah. Semua perawatan terencana. Ketika ada masalah pun, solusi sudah tersedia.

Paundra menyampaikan sistem berbasis IoT yang dikembangkan itu juga bisa memprogram waktu panen udang. Melalui aplikasi, ia bisa melihat berat udang di dalam kolam. Biasanya, panen parsial awal dilakukan saat usia udang telah memasuki 57 hari. Pada panen awal, ia hanya mengambil 20% dari total isian kolam. Pada usia itu, ukuran udang sudah sekitar 5,5 gram.

tambak udang pacitan SATU Indonesia Awards
Seorang pekerja tambak, Gianto, saat memberi pakan di kolam udang milik Paundra Noorbaskoro di kawasan Pantai Pidakan, Kabupaten Pacitan, Senin (19/12/2022). (Abdul Jalil/Solopos.com)

“Penjualan udang vaname diekspor ke luar negeri. Biasanya saat memasuki masa panen, sudah ada eksportir yang datang untuk mengambil. Hasil penjualan panen ini digunakan untuk menggaji karyawan dan membeli pakan untuk membesarkan udang,” kata dia.

Masa panen parsial kedua biasanya dilakukan saat udang berusia 64 hari. Sama seperti panen pertama, untuk panen kedua hanya diambil 20% dari total isian kolam. Setelah kepadatan kolam mencapai 50 ekor per meter, baru kolam dipanen total.

Bahkan, dengan sistem IoT yang dibangun, ia bisa mengetahui berapa total udang yang dipanen sebelum masa panen dilakukan. Dengan pendataan yang matang dan dibantu teknologi, ia bisa menghindari kerugian.

Melalui sistem budi daya yang menerapkan sistem IoT ini, ia mengaku lebih bisa menghemat dalam sisi operasional karena semua pakan dan hasil terhitung secara matematis dalam aplikasi.



Dalam tiga kali siklus masa tebar yang dilakukan selama 2022, rata-rata hasil panen udang per kolam antara 1,7 hingga 20 ton. Dari hasil itu, ia bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp50 juta per kolam.

Uang yang dihasilkan dari panen kemudian dikembangkan lagi dengan membuka tambak baru. Paundra awalnya hanya punya tiga kolam, saat ini sudah memiliki kolam udang vaname sebanyak 18 titik. Proses pengembangan kolam ini bukan dari pinjaman, tetapi dari hasil keuntungan menambak yang dilakukan pada siklus sebelumnya.

“Keuntungan dari siklus pertama buat nambah kolam di siklus kedua. Begitu seterusnya. Saat ini kolam saya sudah ada 18. Itu benar-benar dari keuntungan panen kolam,” ungkapnya.

Dobrak Tradisi Lama

Sistem pengelolaan budi daya udang vaname berbasis IoT, kata dia, memang sangat ribet dan butuh ketelitian. Kondisi udang dan air setiap hari harus dipantau dan dimasukkan dalam sistem. Bukan hanya itu, inovasi dan riset harus terus dilakukan supaya setiap permasalahan yang terjadi di kolam bisa diselesaikan secara benar.

Dia menyebut sistem budi daya udang ini hasil kolaborasi dari sains dan teknologi. Elemen-elemen yang mendukung perkembangan udang didasari ilmu pengetahuan seperti fisika, biologi, dan kimia. Sedangkan pengolahan data dan pembuatan aplikasi menggunakan teknologi dan internet.

Budi daya udang vaname dengan sistem seperti ini bisa dikatakan mendobrak tradisi lama yang biasa dilakukan para petambak tradisional. Dalam tradisi lama, para petambak hanya mengandalkan intuisi untuk membudidayakan udang, seperti memberi pakan tidak menggunakan takaran yang pas dan hanya menggunakan intuisi. Saat terlihat udang makan dengan lahap maka peternak akan memberikan pakan lebih banyak.

Begitu juga kondisi air tidak dikontrol secara teratur sehingga petambak tidak mengetahui seberapa kotor dan tidak sehat air kolam untuk udang. Langkah-langkah intuitif itu juga pernah dilakoni Paundra saat kali pertama membudidayakan udang bersama tiga temannya. Ujung-ujungnya tambak gagal panen karena banyak udang yang mati.

“Kalau sudah begitu, hanya menganggap itu musibah dan bukan rezeki. Siklus berikutnya diulangi lagi dengan pengelolaan seperti itu. Itu pernah saya alami juga,” jelas pria asli Pacitan itu.

Tambak Ramah Lingkungan

Selain membangun budi daya udang berbasis sains dan teknologi, Paundra juga membangun tambak ramah lingkungan. Dia melengkapi tambaknya dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), yakni system smart farm village. Kolam udang yang dibangun terintegrasi dengan sistem IPAL. Hal ini berfungsi untuk mengontrol kandungan limbah supaya tidak mencemari laut.



tambak udang pacitan SATU Indonesia Awards
Paundra Noorbaskoro menunjukkan IPAL yang digunakan untuk mengolah limbah tambaknya di kawasan Pantai Pidakan, Kabupaten Pacitan, Senin (19/12/2022). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Saat panen udang tiba, seluruh air di dalam kolam akan dikuras. Namun, air dari kolam itu tidak langsung dibuang ke laut. Melainkan masuk ke IPAL yang ada di kawasan tambak.

Setelah masuk ke IPAL, air limbah akan diendapkan selama tiga hari. Kemudian air limbah itu diberikan treatment berupa bakteri pengurai. Air limbah tersebut bisa dilepaskan ke laut saat kandungan amonia kurang dari 0,1 ppm.

“Kalau kandungannya lebih dari itu, ya kami treatment lagi. Sampai benar-benar kandungan amonianya rendah di bawah 0,1 ppm,” jelasnya.

Paundra menuturkan pengelolaan air limbah ini sangat penting untuk keberlanjutan budi daya udang itu sendiri. Kenapa penting? Air laut menjadi air baku untuk tambak udang. Ketika air baku sudah tercemar dengan bakteri perusak, tentu akan berdampak pada keberlangsungan budi daya itu.

“Laut memang punya kekuatan untuk mengolah limbah. Apalagi limbah tambak ini tidak ada unsur logam beratnya. Tapi kalau semua tambak langsung membuang limbah ke laut, pastinya akan tercemar. Dampaknya tentu akan ke tambak juga, karena air yang akan digunakan untuk budi daya tercemar. Pengaruhnya ya ke kesehatan udang,” terang dia.

Oleh karena itu, dia selalu mengkampanyekan supaya para petambak udang di wilayahnya membangun IPAL untuk mengelola limbah sebelum dibuang ke laut. Langkah ini bertujuan supaya usaha budi daya tambak udang bisa berkelanjutan.

SATU Indonesia Award

Paundra tak menyangka langkah yang dibangun dalam mengelola tambak berbasis scientific dan ramah lingkungan mendapat apresiasi dari PT Astra International Tbk. Paundra menjadi salah satu finalis SATU Indonesia Awards 2022 di sektor teknologi.

Dia menuturkan dalam menambak udang ini ada tiga prinsip yang menjadi inovasinya, yaitu membangun SOP dalam bertambak dengan konsep IoT. Selanjutnya inovasi meracik pakan dengan beragam bahan yang bisa membuat udang tetap sehat dan cepat berkembang. Kemudian inovasi berikutnya dari sisi IPAL yang menjadi unsur penting dalam membangun tambak ramah lingkungan.

“Saya sangat senang menjadi juara dalam ajang Astra Award ini. Saya banting tulang mengeluarkan tenaga dan biaya untuk membangun sistem ini. Meski awalnya sempat terpuruk saat gagal, saya mencoba bangkit dan melakukan berbagai perubahan,” ujarnya.



Melalui tambaknya ini, Paundra juga bisa mempekerjakan warga sekitar untuk membantu dalam mengurus tambak. Saat ini jumlah karyawannya sebelas orang.

Dia berharap tambak yang dibangun dengan mengolaborasikan antara sains dengan teknologi ini bisa terus berkembang. Dengan demikian semakin banyak warga yang bisa diberdayakan.

Ia yakin potensi udang ini masih terbuka lebar karena pasar ekspor selalu kekurangan. Potensi pasar yang tidak susah ini membuat para petambak udang vaname tidak perlu pusing saat menjual.

Salah satu nelayan yang ikut Paundra sejak awal, Gianto, mengatakan tugasnya di tambak ini memberi makan dan menjaga tambak. Dia juga memastikan kincir air di tambak tetap menyala. “Saya sebelumnya jadi nelayan di laut. Kemudian di tambak ini karena faktor keselamatan. Selain itu juga dekat rumah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya