SOLOPOS.COM - Titik Isnani atau Nani, 46, melihat foto Kartini yang terpasang di samping PAUD Inklusi Tersenyum Boyolali, Rabu (20/4/2022). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI –  Di lereng Merapi, tepatnya di daerah Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Boyolali, berdiri satu sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menampung anak berkebutuhan khusus (ABK). Tak hanya mengajari ABK, PAUD yang didirikan oleh Titik Isnani atau Nani tersebut juga menerima anak non-ABK.

Sekolah yang diberi nama PAUD Inklusi Tersenyum itu didirikan Nani di pelataran rumahnya pada 25 Agustus 2015. Saat Solopos.com menyambangi PAUD tersebut, Rabu (20/4/2022), suasana cukup sepi karena murid yang seharusnya datang pada sif tersebut sedang sakit panas. Namun, Solopos.com berkesempatan bertemu dan berbincang-bincang dengan Nani.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nani yang merupakan penyandang disabilitas daksa mengungkapkan tahun ini ada tujuh murid yang bersekolah di tempatnya. Mereka adalah empat murid ABK dan tiga non-ABK. Sejak berdiri tahun 2015, PAUD Inklusi Tersenyum telah meluluskan belasan ABK untuk diantar ke tingkat selanjutnya.

“Untuk kurikulum non-ABK tentu seperti kurikulum pada umumnya. Namun, untuk ABK, kurikulum yang diterapkan adalah cakap diri, bisa BAK [buang air kecil] dan BAB [buang air besar] sendiri, mengurus dirinya sendiri,” ucapnya.

Baca juga: Mengenal Sosok RA Kartini, Ini Biografinya

Nani mengatakan tujuan pendidikan inklusi di tempatnya adalah untuk mencampurkan ABK dan non-ABK sedini mungkin. Ia ingin anak nondisabilitas bisa berempati dan tahu cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas saat dewasa.

Begitupun anak disabilitas, mereka tidak akan kaget ketika dewasa nanti harus berinteraksi dengan rekannya yang nondisabilitas. Tak hanya itu, dia mengamati orang tua dari ABK dan non-ABK yang menunggui di sekolah berinteraksi dan mulai saling mengerti satu sama lain.

nani difabel kartini
Titik Isnani atau Nani berinteraksi dengan murid-murid ABK yang bersekolah di PAUD Inklusi Tersenyum di Musuk, Boyolali, beberapa waktu lalu. (Istimewa/dok pribadi Titik Isnani)

Saat ditanya mengenai alasan ia mendirikan PAUD Inklusi Tersenyum, Nani mengatakan hal tersebut berdasarkan pengalaman pahit yang dirasakannya. Di masa kecil, Nani tak bisa mengenyam pendidikan formal layaknya anak-anak seumurannya.

Nani mengaku belajar dengan cara mengamati murid-murid ayahnya yang belajar di rumahnya. Dia yang waktu itu hanya berjalan dengan cara mengesot, mengamati setiap coretan di papan tulis yang dibuat sang ayah. Dari situ lah ia mulai belajar membaca.

Baca juga: Diskriminasi dan Stigmatisasi Masih Menghambat Difabel di Dunia Kerja

Menurutnya, kala itu ada stigma di kalangan masyarakat bahwa keluarga dengan anggota disabilitas di dalamnya adalah keluarga yang terkena kutukan. “Jadi saya merasa sejak kecil sudah ada diskriminasi antara difabel dan nondifabel,” kata dia.

Perubahan dan Hidup

Saat beranjak dewasa yakni pada umur sekitar 21 tahun, Nani nekat mengirimkan surat ke Rehabilitasi Centrum (RC) Rumah Sakit Ortophedi Prof Dr R Soeharso Solo. Suat itu berisi tentang keluh kesah yang ia alami sebagai penyandang disabilitas.

Surat tersebut bersambut, ia akhirnya memiliki kesempatan keluar dari rumah dan belajar. Dimulai dari mengikuti pelatihan menjahit, pelatihan peningkatan kapasitas diri, dan pelatihan-pelatihan lain yang ia rasa membawa perubahan pada hidupnya

“Dulu saya selalu bertanya-tanya mengapa saya mendapatkan diskriminasi, sekarang saya menemukan jawabannya sendiri yaitu akses. Saya baru dapat kursi roda setelah keluar dari rumah,” jelas dia.

Baca juga: Mau Cek Darah Gratis di Boyolali pada Hari Kartini? Ini Lokasinya

Akses yang dimaksud Nani seperti aksesnya bergerak dengan kursi roda, akses pendidikan, dan akses-akses lainnya. Nani tidak ingin pengalaman masa lalunya tersebut dirasakan oleh anak-anak disabilitas lain. Ia pun mendirikan PAUD Inklusi Tersenyum. “Menurut saya pendidikan adalah solusi dari masalah pada ABK. ABK harus sekolah apa pun kondisinya,” jelas dia.

Kegigihan Nani dalam membantu menyediakan pendidikan untuk anak disabilitas itu mendapat anugerah Apresiasi Pegiat PAUD dari Kemendikbud pada November 2019.

Salah satu orang tua murid penyandang autisme, Ika Maryani, 28, mengucapkan terima kasih pada Nani. Ia mengaku karena bersekolah di PAUD Inklusi, anaknya yang awalnya takut dan menangis jika berada dekat dengan orang lain menjadi tidak menangis lagi.

“Saya melihat sosok Bu Nani itu seperti pahlawan bagi saya karena sudah menyediakan tempat untuk anak saya dan anak disabilitas lainnya,” jelas Ika.

Baca juga: Berpikiran Moderat, Begini Pemikiran RA Kartini tentang Agama

Ibu dua anak tersebut mengungkapkan harapan untuk anak pertamanya yang sekolah di PAUD Inklusi Tersenyum. Ia ingin sang anak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.

“Tapi yang tak kalah penting, anak saya bisa mandiri, merawat dirinya sendiri, dan juga berkomunikasi dengan baik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya