SOLOPOS.COM - Penampakan dua batu besar bernama Eyang Watu yang dikeramatkan di Pasar Kota Sragen, Senin (2/8/2021). (Solopos.com/Moh Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Aroma harum bunga melati tercium saat Solopos.com tiba di kompleks Pasar Kota Sragen, Senin (2/8/2021). Tepat di sebelah barat sumur yang berada di bagian tengah pasar, terdapat salah satu los yang berbeda dengan los pedagang pada umumnya.

Jika los lain berisi aneka dagangan milik pedagang, los ini hanya berisi dua buah batu. Namun, dua buah batu yang berukuran cukup besar itu bukan sekadar batu biasa. Dua buah batu itu ternyata dianggap keramat oleh kalangan pedagang dan pengunjung pasar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aroma harum bunga melati itu ternyata berasal dari bunga tabur yang berada di atas dua batu besar itu. Salah satu batu itu memiliki permukaan yang agak cekung. Sementara batu permukaan batu lainnya datar. Di antara kedua batu itu terdapat sebuah tungku yang biasa dipakai untuk menyalakan dupa atau wewangian bakar.

Baca juga: Baliho Puan Maharani Mejeng di Jalanan Se-Indonesia, PDIP Sebut Ekspresi Kegembiraan

Di depan batu itu terdapat tikar yang terbuat dari serat pelepah pisang. Tikar itu biasa dipakai para peziarah untuk duduk bersila. Para pedagang di Pasar Kota Sragen biasa menyebut dua batu besar itu Mbah Watu atau Eyang Watu.

Ada juga yang menyebut dua batu besar itu sebagai makam Mbah Watu atau Eyang Watu. Ada pula yang menyebut bahwa dua batu itu semacam petilasan dari Mbah Watu.

Ada pula yang penyebut Mbah Watu merupakan sebutan dua batu besar itu sendiri. Namun, sampai saat ini belum ada penjelasan detail tentang siapakah sosok Eyang Watu sebenarnya.

“Dulu setiap malam Jumat Pahing, biasanya selalu ada warga yang datang untuk berziarah. Biasanya mereka datang dari luar kota. Kebanyakan dari wilayah Jawa Timur,” ujar Tiyem, 60, salah seorang pedagang kepada Solopos.com di lokasi.

Baca juga: Kisah Pilu Azalea, Bayi 9 Bulan asal Sragen yang Harus BAB Lewat Perut

Datangnya pandemi Covid-19, membuat jumlah peziarah Mbah Watu di Pasar Kota Sragen berkurang. Bagi sebagian pedagang, Mbah Watu dianggap sebagai “pelindung” dari mara bahaya.

“Mbah Watu itu bisa dibilang penunggu pasar. Karena ada penunggunya, nuansa di dalam pasar itu terasa lebih adem. Itu yang membuat pedagang lebih betah berjualan. Pasar ini pernah akan terbakar sekali, tapi tidak membesar. Mungkin karena ada penunggunya itu,” ucap pedagang sepuh yang keberatan disebutkan namanya.

Baca juga: Kisah Tragis 2 Wanita Kembar Dijuluki PSK Tertua di Dunia

Ketua Kerukunan Pedagang Pasar Kota Sragen (KPPKS), Mario, mengakui tidak mengetahui cerita sejarah terkait siapa itu Eyang Watu. Menurut sekelumit cerita yang dia ketahui, Eyang Watu merupakan sebutan dua batu besar yang berada di tengah pasar.

“Ceritanya dulu, konon dua batu itu pernah dipindah ke pasar cilik yang berada di depan terminal lama [Terminal Bus Martonegaran], tapi kembali lagi ke Pasar Kota Sragen,” ujar Mario.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya