SOLOPOS.COM - Paimin, 36, sibuk menata batu bata yang mulai kering di halaman depan rumah ibunya di Dukuh Maron RT 014/RW 005, Desa Karanganyar, Sambungmacan, Sragen, Selasa (28/11/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Mantan teroris yang pernah dipenjara selama 30 bulan kini bekerja membuat batu bata.

Solopos.com, SRAGEN — Mendung abu-abu menggelayut di langit Desa Karanganyar, Sambungmacan, Sragen, Selasa (28/11/2017). Jalanan kampung di Dukuh Maron RT 014/RW 005 masih basah karena hujan yang mengguyur semalam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Suginem, 78, duduk di lincak bambu di bawah pohon belimbing sambil bercengkerama dengan cucunya. Perempuan lanjut usia itu tak bisa bekerja untuk mencetak batu bata karena intensitas hujan cukup tinggi belakangan ini.

Ribuan batu bata ditata berjajar, bersaf, dan rapi di gubuk di depan rumahnya. Batu bata itu masih basah karena terik matahari sering tertutup mendung seperti siang itu.

Perempuan menjadi orang tua tunggal bagi dua anak laki-lakinya. Si bungsu bernama Paimin, 36, menikah dengan Nur Wakhidah, 35. Mereka dikaruniai tiga orang putra dan seorang putri yang masih berumur tujuh bulan.

Paimin pulang ke tanah kelahirannya baru pada medio 2014 lalu setelah merantau di Ibu Kota. Sudah tiga tahun terakhir Paimin membantu ibunya yang sudah berumur itu. Paimin dan keluarganya tinggal di rumah yang bersebelahan dengan rumah Suginem.

Rumah berdinding batu bata itu dibangun atas inisiatif warga dan sebagian uang hasil pinjaman Paimin agar Paimin pulang dan menjadi warga biasa seperti warga lainnya di dukuh itu. Dua bulan sebelum pulang, Paimin sempat tinggal di rumah mertuanya di Kebumen.

Ia hanya tinggal beberapa waktu di Kebumen setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakan (LP) Kelas IIA Magelang pada April 2014 lalu. Ia mendekam di LP itu selama setahun lebih.

Sebelumnya, ia menginap di penjara Polda Metro Jaya selama delapan bulan. Sebelumnya lagi, ia masuk di sel Markas Komando Brimob selama setahun lebih sepekan. Total Paimin menjalani hukuman selama 30 bulan.

Ia menjalani hukuman itu karena terbukti masuk jaringan terorisme di Jakarta dan ditangkap Tim Densus 88 Antiteror pada Oktober 2011 lalu. Paimin terlibat dalam jaringan teroris yang berniat balas dendam kepada polisi dan merencanakan meracuni polisi di wilayah Polda Metro Jaya.

“Saat itu ada delapan orang dalam tim saya. Saya tidak tahu jaringan apa saat itu. Saya tahunya membantu teman karena satu agama. Teman-teman menyakini kalau thogut itu ya polisi. Saya bergabung di jaringan teroris itu hanya delapan bulan. Selama itu sering membesuk narapidana teroris di LP. Dari situlah muncul dendam dengan polisi. Ada rencana meracuni polisi lewat makanan di kantin-kantin Polsek atau di Polda,” ujar Paimin saat berbincang dengan wartawan dan tim Polres Sragen di kediamannya, Selasa siang.

Paimin mendapat tugas membuat ramuan dari buah jarak sebagai campuran bahan racun. Dia menumbuk buah jarak itu dan memasaknya. Hasilnya diberikan kepada anggota jaringan lainnya yang sudah menyiapkan bahan racun.

“Saya tidak tahu bahan yang disiapkan teman saya itu. Saya hanya ditugasi membuat cairan dari buah jarak. Saat terkena uapnya saja, saya sudah mual-mual. Hasil akhirnya berupa cairan yang rencananya dimasukkan makanan. Belum sempat rencana terealisasi, kami sudah ditangkap Densus. Saya ditangkap saat menjalankan ibadah Salat Jumat di sebuah masjid di Kemayoran,” kisahnya.

Paimin masuk jaringan teroris karena diajak teman dekatnya. Ia baru tersadar ketika berada di penjara. Pendapat teman-temannya pecah. Paimin hanya terpikir nasib istri dan anaknya.

Ia mengikuti persyaratan bebas bersyarat dengan menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia berusaha bersikap baik agar bisa cepat pulang bersama keluarganya.
Akhirnya Paimin bebas.

Sejak keluar dari penjara, ia sudah hilang kontak dengan teman-temannya. Ketujuh temannya itu berasal dari berbagai daerah yang berbeda, seperti dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Brebes, dan Jakarta.

“Masih ada satu teman yang pernah kontak bernama W tetapi hanya tanya kabar. Selebihnya yang pernah datang ke rumah ya dari BNPT [Badan Nasional Penanggulangan Terorisme], TNI, dan polisi,” katanya.

Kini, Paimin lebih nyaman hidup dengan keluarganya meskipun dengan pendapatan pas-pasan. Ia membantu orang tuanya membuat batu bata dan bekerja menjadi pengangkut sekam padi untuk bahan bakar pembakaran batu bata.

Dalam sehari penghasilannya tidak tentu, antara Rp60.000-Rp70.000 per hari. Kalau sepekan sekitar Rp300.000-Rp400.000. “Saya lebih bahagia hidup seperti sekarang ini. Saya bisa menemani ibu yang sudah tua,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya