SOLOPOS.COM - Hananto, sukarelawan TRC BPBD Solo anggota tim Kamboja pengantar jenazah Covid-19. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO -- Salah satu konsekuensi menjadi sukarelawan, termasuk petugas pengantar jenazah Covid-19 seperti Hananto, anggota TRC BPBD Solo, adalah harus ikhlas bekerja tanpa bayaran.

Hananto menceritakan banyak orang yang mengira keputusannya menjadi sukarelawan pengantar jenazah karena tergoda bayaran tinggi. Padahal, hingga 30 kali Hananto mengantar jenazah, tak serupiah pun ia menerima bayaran atas jerih payahnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Haram bagi saya meminta uang kepada keluarga korban. Sudah enam bulan saya menjadi pengantar jenazah, tak serupiah pun uang saya terima atas kerja saya. Saya bukan odong-odong yang terisi koin baru bekerja," papar Hananto kepada Solopos.com, Selasa (1/9/2020).

Sepekan Jumlah Kasus Meledak, Klaten Kembali ke Zona Merah Risiko Covid-19

Ekspedisi Mudik 2024

Sukarelawan petugas pengantar jenazah Covid-19 Solo itu justru mempertanyakan setiap kali ada yang meminta atau menyindir penghasilan atas kerjanya. Sejak masih sekolah dasar, ia berprinsip untuk selalu berbagi.

Hananto mengaku tumbuh besar sebagai sukarelawan. Berbagai lokasi bencana ia datangi sejak 2004 hingga saat ini, seluruhnya murni panggilan kemanusiaan bukan karena uang.

Membantu Sesama

"Saya tidak bermimpi jadi orang kaya, yang terpenting saya bisa membantu sesama. Apa saja yang saya lakukan, rezeki selalu datang sendiri dengan ilmu dan pengalaman yang saya miliki," ujar anggota Team Reaksi Cepat BPBD Solo itu.

13 Warga Manahan Solo Positif Virus Corona, Tertular Pasien Yang Meninggal

Sebagai petugas pengantar jenazah Covid-19, warga Solo itu mengatakan nyaris tidak pernah ada hari libur. Kapan saja, Hananto harus siap bertugas. Bahkan, saat libur bertugas sebagai anggota BPBD pun ia masih saja berangkat ketika ada panggilan.

Hal itu karena jumlah personel pengantar jenazah sangat minim. "Sangat sering saya memperoleh panggilan tugas saat sedang berlibur bersama keluarga. Ketika saya sedang perjalanan hendak berlibur, saya memilih putar arah dan menjelaskan kepada dua anak saya bahwa saya harus bertugas," ujar Hananto.

Ia mencontohkan pada Senin (31/8/2020) ia tengah makan bersama istri dan dua anaknya. Saat keluarga warga Pucangsawit, Jebres, itu berkumpul di sela-sela bebas tugas, Hananto mendapat panggilan tugas.

Positif Covid-19, Kepala MTs Negeri 2 Solo Meninggal Dunia

Pakaian Oranye

"Baru dua kali nyendok, makanan langsung saya bungkus. Istri dan dua anak, saya tinggalkan di warung saya minta pulang naik ojek online," paparnya.

Ia menceritakan keluarga kecilnya menganggap aktivitasnya sebagai petugas pengantar jenazah Covid-19 Solo sebagai hal biasa. Anak pertamanya masih kelas IV SD dan anak kedua masih berusia tiga tahun sudah terbiasa melihatnya berpakaian warna oranye.

"Anak saya sudah paham kalau saya mengenakan pakaian oranye pasti sedang bertugas. Sebelum menikah dengan saya, istri saya juga sudah kasih pengertian bahwa saya seorang rescuer. Berbagai risiko saya hadapi, dari risiko saya tinggal berbulan-bulan hingga saya tinggalkan selamanya karena bertugas," ucap Hananto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya