SOLOPOS.COM - Devita Putri Mariyana, 27 (mengenakan kerudung), melakukan perjalanan dengan kereta rel listrik dari Stasiun Solo Balapan ke Stasiun Maguwo, Jumat (21/10/2022). (Istimewa/Devita Putri Mariyana)

Solopos.com, SOLO — Salah satu aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Solo, Devita Putri Mariyana, 27, setiap nglaju atau bolak-balik dari rumahnya di Jogja ke Solo. Ia mengaku menghabiskan hingga Rp850.000 per bulan.

Devita biasanya menempuh perjalanan Solo-Jogja maupun sebaliknya menggunakan kereta rel listrik (KRL) commuter. Devita bekerja sebagai salah satu staf Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ibu satu anak tersebut harus bangun setidaknya pukul 04.30 WIB. Seperti yang dilakukan pada Jumat (21/10/2022) pagi, ia mengaku memulai rutinitas dengan berangkat dari Kecamatan Piyungan, Bantul, menuju Stasiun Maguwo bersama suaminya, Iqbal Dwi Rian, 28, yang juga ASN Pemkot Solo.

ASN Pemkot Solo yang nglaju itu berangkat dari rumah paling lambat pukul 05.00 WIB naik sepeda motor ke stasiun dan menitipkan sepeda motornya di Stasiun Maguwo, Jogja. Biaya parkirnya Rp2.000 per hari.

Ekspedisi Mudik 2024

Semantara biaya sekali perjalanan KRL Commuter Rp8.000 per orang sekali jalan. Jadwal KRL berangkat pukul 05.31 WIB dari Stasiun Maguwo.

Baca Juga: Pemkot: Gaji ASN Tak Cukup Buat Beli Rumah di Solo dan Kawasan Terdekat

Selanjutnya mereka turun di Stasiun Solo Balapan pukul 06.30 WIB untuk melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor. Sepeda itu dititipkan stasiun. Biaya parkir per harinya Rp8.000.

Ada lokasi parkir di luar stasiun dengan biaya Rp70.000 per bulan namun harus memesan dulu jauh-jauh hari. Selain itu butuh upaya berjalan kaki lebih jauh ke lokasi parkir di luar stasiun tersebut.

Perjalanan Pulang-Pergi Naik KRL

Jam masuk kerja Pemkot Solo pukul 07.15 WIB. Kantornya di Balai Kota Solo belum begitu ramai ketika Devina sampai kantor. Waktu luang digunakan ASN Solo yang nglaju dari Jogja itu untuk merias wajah di kantor.

Setelah jam pulangh kantor, Devita dan Iqbal melakukan perjalanan ke Stasiun Solo Balapan sekitar lima menit. Perjalanan pulang dilanjutkan dengan KRL pukul 16.30 WIB.

Baca Juga: Banyak ASN Solo Terpaksa Nglaju karena Tak Bisa Beli Rumah, Terjauh dari Jogja

Sebelum pindah ke Pemkot Solo, lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu sempat bertugas di Pemkab Bantul pada 2019. Iqbal yang asli Sragen lalu ikut Devita tinggal di Bantul.

“Suami saya asli Sragen sebenarnya dekat ya di Masaran paling setengah jam. Cuma kendalanya di sini anak saya enggak ada yang momong. Masih nglaju. Bapak-ibu di Masaran kerja, bapak baru pensiun kalau harus momong kasian. Jadi [anak saya] sama ibu saya di Bantul,” katanya saat diwawancarai Solopos.com, Jumat.

Menurut ASN Pemkot Solo itu, pengalaman paling menyebalkan selama nglaju dari Jogja adalah ketika ketinggalan KRL pada jam berangkat kerja. Selain itu saat KRL yang penuh setiap Senin.

“Penumpang sudah banyak dari Stasiun Tugu [Stasiun Yogyakarta] dan Stasiun Lempuyangan. Di Maguwo harus berdiri. Kadang lompat ke gerbong belakangnya karena kondisi Stasiun Maguwo peronnya tidak sampai semua gerbang. Lompat di Stasiun Brambanan,” paparnya.

Baca Juga: Gaji ASN Tak Cukup Buat Beli Rumah di Solo, Pemkot Siapkan Lahan di Mojosongo 

Devina juga pernah ketinggalan KRL karena kehujanan saat naik sepeda motor. “Ketinggalan belum lama ini sampai dua kali. Ketinggalan kereta ta, terus ketinggalan kereta lagi yang kedua. Karena hujan, banjir jalannya. Terus macet juga jalannya ya wis ketinggalan lagi, habis itu nunggu sampai satu jam kereta berikutnya,” jelasnya.

Sudah Berusaha Mencari Rumah di Sekitar Solo

Selain itu, pengalaman paling membekas sampai kantor masih sepi ketika jam kantor ASN lingkungan Pemkot Solo pukul 07.30 WIB. Keputusan untuk pulang juga kadang mempertimbangkan deadline pekerjaan waktu itu. “Kejar-kejaran jadinya. Kalau enggak bisa ya kadang saya bawa laptop untuk ngerjain tugas di kereta,” paparnya.

Kondisi rumah yang jauh membuat Devita berkeinginan memiliki hunian yang berlokasi dekat kantor. Meskipun memiliki penghasilan tetap dan tunjangan bersama suaminya, untuk membeli rumah masih butuh upaya panjang.

Baca Juga: Luas Kawasan Kumuh Kota Solo Berkurang Hampir 70%, Gibran Beberkan Strateginya

Maklum, harga tanah dan bangunan di Kota Solo tergolong tinggi bagi ASN. Devita sudah mulai mencari lahan di kawasan Palur sebelum berinvestasi lahan 150 meter persegi di sekitar Mojosongo, Jebres, Solo, pada 2021. Harga tanah yang dibeli sekitar Rp250 juta waktu itu.

Mencari lahan dengan harga segitu di Kota Solo cukup sulit bagi Devita dan Iqbal. “Masih mengangsur juga enggak bisa beli full. PNS kan bisanya utang, dari mana duitnya,” katanya sambil ketawa.

Mewujudkan keinginan punya hunian dekat kantor membutuhkan perjuangan. Butuh proses lagi untuk mendirikan bangunan yang layak huni. “Sulit ya [beli properti] harus mengencangkan ikat pinggang. Soalnya saya setiap hari nglaju. Biaya transportasinya enggak sedikit. Ya lumayan kalau dihitung,” lanjutnya.

ASN Pemkot Solo itu menghitung biaya transportasi keluarganya untuk nglaju dari Jogja ke Solo mencapai Rp850.000 per bulan. Perinciannya, biaya KRL Rp16.000 per hari dikalikan 20 hari dan biaya penitipan sepeda motor Rp240.000 per bulan.



Baca Juga: Harga Rumah Komersial Soloraya di Atas Rp350 Juta, Masih Terjangkau Gaji UMK?

Selanjutnya biaya bahan bakar minyak (BBM) untuk sepeda motor yang dititipkan di Stasiun Maguwo Rp145.000 per bulan. Biaya BBM sepeda motor yang dititipkan di Stasiun Balapan Rp145.000 per bulan.

“Rumah idaman itu bisa untuk berteduh. Enggak perlu besar yang penting bisa dekat dengan kantor. Enggak kesusu seperti kalau nglaju dari Bantul. Bisa santai,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya