SOLOPOS.COM - Amangkurat I. (Youtube/AmangkuratI Mataram)

Solopos.com, SOLO — Raja Kesultanan Mataram pertama atau Sri Susuhan Amangkurat Akbar atau yang disingkat Amangkurat I terkenal dengan sejumlah kebijakan yang dianggap kontroversial dan kisahnya yang dikenal kejam.

Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646 hingga 1677. Ia memiliki nama asli Raden Mas Sayidin. Putra dari Sultan Akbar dan Ratu Wetan atau Tumenggung Upasanta itu pernah menjabat Adipati Anom dengan gelar Pengaran Arya Prabu Adi Mataram.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Amangkurat I memiliki kisah seperti raja-raja Maratam lainnya, yakni memiliki dua permaisuri yakni putri Pangeran Pekik dan putri keluarga Kajoran.

Putri Pangeran Pekik yang menjadi Ratu Kulon dikaruniai anak bernama Raden Mas Rahmat yang kelak menjadi Amangkurat II. Sementara putri keluarga Kajoran yang menjadi Ratu Wetan melahirkan putra bernama Raden Mas Drajat yang kemudin menjadi Pakubuwono I.

Baca Juga: Sosok Prabu Siliwangi, Raja yang Bawa Sunda Galuh ke Masa Kejayaan

Dikutip dari laman STIKI Malang, Minggu (16/1/2022), Amangkurat I yang dikenal dengan aksinya yang keji itu mendapatkan wilayah kekuasaan yang luas dari ayahnya Sultan Akbar. Dalam memimpin, ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Amangkurat I menjalin hubungan baik dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda yang sebelumnya diperangi ayahnya.

Amangkurat I membuat perjanjian tentang perizinan membuka pos-pos perdagangan di wilayah Mataram begitu pun sebaliknya, pihak Mataram diperbolehkan berdagang di wilayah yang didiami VOC pada 1646. Kedua pihak juga menyepakati untuk saling membebaskan tawanan. Namun, kisah hubungan Amangkurat I dan VOC retak setelah kongsi dagang Belanda itu merebut Palembang pada 1659.

Baca Juga: Kisah Brawijaya V Bersuci di Lereng Gunung Lawu Sebelum Mendaki

Singkirkan Tokoh Senior

Raja Mataram pertama itu juga dikenal zalim karena menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tak sejalan dengannya pandangan politiknya. Seperti Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya dibunuh saat perjalanan merebut Blambangan pada 1647.

Kerabat muda Amangkurat I, Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo yang menentang pembunuhan tokoh-tokoh senior juga juga terbunuh saat melakukan pemeberontakan pemerintahan Mataram.

Pemberontakan yang juga dilatarbelakangi perpindahan Ibu Kota Mataram ke Plered itu juga mendapatkan perlawanan dari para ulama yang mendukung Raja Mataram. Namun setelah kematian Raden Mas Alit, Amangkurat I yang memiliki banyak kisah itu justru berbalik menyerang para ulama.

Baca Juga: Ini Wujud Sendang di Pertapaan Bancolono yang Dipakai Brawijaya V Mandi

Penyerangan itu juga merembet kepada keluarga para ulama. Dai dan keluarganya yang berjumlah 5.000 orang dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya