KISAH AJUDAN SULTAN : Berasal dari Cirebon, Belajar Bahasa Jawa Dahulu (Bag II)

Aceng Supriyatno terhitung Senin (20/10/2014) resmi “pensiun” jadi ajudan Gubernur. Pria asli Cirebon ini menjadi ajudan Gubernur sekaligus Raja Kraton Ngayogyakarta sampai 14 tahun. Berikut kisahnya yang ditulis wartawan Harian Jogja, Andreas Tri Pamungkas.

Aceng sebelumnya tak pernah menyangka akan menjadi ajudan gubernur, karena latar belakangnya dari Cirebon cenderung membuat perangainya sudah cukup untuk halus seperti orang Jawa asli.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, tak tahu mengapa, Sultan bersama permaisurinya GKR Hemas justru menunjuknya langsung.

Padahal, saat ia bertugas pertama kali di protokoler, HB X belum menjabat sebagai gubernur. Kala itu yang menjabat gubernur adalah Sri Paduka Paku Alam VIII.

Tapi, karena Sultan adalah seorang tokoh, ia kerap bertemu dengannya dan melayani dalam sebuah acara-acara Pemda. “Mungkin karena tahu dari situ, beliau dan Kanjeng Gusti Hemas ‘memanggil’ saya,” ujar Aceng, belum lama ini.

Nervous. Mungkin itu suatu perasaan yang dialami pertama kalinya ketika melayani gubernur. Apalagi ia tak fasih berbahasa Jawa secara halus. Tempat tinggalnya di pesisir Cirebon membiasakannya bercakap dengan bahasa seadanya.

Karenanya ia mengaku banyak belajar pada awal mula. Misalnya ketika mau menyebut kacamata Sultan.

Dengan sendirinya, ia berusaha berbicara santun dengan menggantinya dengan bahasa Jawa kaca tingal, karena mata konotasinya dalam bahasa Jawa adalah kasar.

“Berusaha sehalus mungkin, walau dalam hati beliau mungkin masih diketawain karena saya campur-campur dengan bahasa Indonesia,” ujarnya sembari berkelakar.

Ia pun juga pernah merasa sangat nervous ketika pertama kali membukakan pintu mobil dinas gubernur. Bahkan, ketika berada di dalam mobil, sampai membuatnya kehabisan kata-kata untuk mencairkan suasana.

“Bayangkan saya duduk di depan [samping sopir], sementara beliau di belakang. He..he.”