Solopos.com, PEMALANG -- Setelah memakan waktu 1,5 tahun sejak mulai dibangun pada bulan Juli 2019, akhirnya proses pemugaran Masjid Agung Nurul Kalam Pemalang, selesai pada bulan bulan September 2020 silam.
Dilansir dari situs pemalangkab.go.id, Selasa (4/5/2021), masjid kebanggaan warga Pemalang tersebut telah diresmikan pada 3 Desember 2020 silam. Peresmian dilakukan langsung oleh Bupati Pemalang, Junaedi, didampingi oleh Forkompimda, tokoh agama dan pengurus Masjid.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Dengan diiringi doa sekaligus rasa haru, Bupati Junaedi menandatangani prasasti dan membuka kain penutup nama Masjid sebagai tanda diresmikannya Masjid yang terletak di sebelah barat Alun-Alun Pemalang tersebut.
Baca Juga : Ulujami Pemalang Juga Punya Sentra Bandeng Duri Lunak
Saat peresmian, Bupati Junaedi mengulas balik gagasan, ide dan proses pemugaran Masjid dengan konstruksi bangunan 4 lantai dan menelan anggaran sebesar Rp42,3 miliar tersebut.
Bupati Junaedi juga mengungkapkan bahwa sebagai pemimpin daerah, pihaknya tentu mendengarkan dan menyerap aspirasi dari para ulama, kyai dan tokoh masyarakat Pemalang dalam rangka bagaimana kaum muslimin dan muslimat Kabupaten Pemalang mempunyai kebanggaan yang ditandai dengan bentuk monumental.
Salah satunya dengan mewujudkan Masjid Nurul Kalam ini yang telah disaksikan secara massal oleh masyarakat Pemalang. Junaedi mengaku dalam proses pembangunan tidak begitu lancar dan ada hambatannya, seperti awal mula proses penganggaran hingga proses lelang yang beberapa kali tertunda namun pada akhirnya bisa tetap berjalan dengan baik.
Syarat Utama
Namun dibalik kemegahan Masid Agung Nurul Kalam ini, tersimpan sebuah kisah mengenai 2 syarat yang harus dipenuhi sebelum pembangunannya dimulai. Dilansir dari laman Instagram @puskapik.com, kisah tentang 2 syarat ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Masjid Agung Pemalang, Muntaha.
Masjid Agung ini sebelumnya sudah dibangun pada tahun 1700-an oleh Mbah Nur Kalam, seorang ulama yang berpengaruh dan makamnya ada di halaman belakang Masjid. Menurut Muntaha, Mbah Nur Kalam sendiri dipercaya sebagai penasihat Bupati Pemalang pada masa itu yang kemudian namanya diabadikan menjadi nama Masjid kebanggaan warga Pemalang ini .
Saat proyek pemugaran dilakukan, Muntaha dipercaya sebagai pengawas proyek pembangunan dari perwakilan pengurus Masjid. Ia juga dipercaya oleh Bupati untuk mencari lokasi sumur tua sebagai syarat utama pemugaran.
Baca Juga : Nanas Madu Pemalang Banjiri Kota-Kota di Jawa Saat Ramadan
Muntaha juga mengaku bahwa secara nasab atau keturunan berdasarkan informasi, dirinya dan keluarga besar masih termasuk dalam garis keturunan Mbah Kalam. Hal itu memudahkan dirinya menemukan sumur tua yang kondisinya saat itu tidak terlihat secara kasat mata karena mengalami proses pengurukan.
Setelah ditemukan, masalahpun tidak berhenti di situ. Pekerja penggali sumur dan warga sempat enggan mengerjakan penggalian sumur tersebut karena takut. Sumur tua itu baru ditemukan di kedalaman 3,5 meter. Karena tidak ada yang berani menggali, Muntaha harus memanggil keluarganya yang ada di Pedurungan.
Singkat cerita, sumur pun digali dan setelah beberapa meter menuju air, tiba-tiba semua pekerja keluar dengan terburu-buru. Muntaha yang mengawasipun kaget, lalu bertanya kepada mereka dan mereka yang menggali berkata kalau mendengar suara yang berbunyi “Ojo jero-jero mengko ambruk.”
Baca Juga : SMK di Kabupaten Pemalang Diajak Urun Rembug Pembangunan Desa
Di dalam sumur tua tersenbut terdapat batu persegi yang lumayan besar. Batu tersebut rencananya dihancurkan untuk diangkat. Namun Muntaha mendapatkan saran dari seseorang yang dipercayai untuk tidak memindahkan batu itu karena dipercaya batu itu berfungsi sebagai penjernih air, baik saat musim hujan atau kemarau.
Selain sumur, Muntaha juga menceritakan keanehan saat perobohan Menara Masjid. Saat ketiga pilar sudah dipotong tapi menyisakan satu pilar. Meskipun sudah ditarik menggunakan alat berat namun tetap saja pilar itu tidak bisa roboh sampai kawat sling yang digunakan untuk menarik putus.
Akhirnya, Muntaha mengajak saudaranya yang juga keturunan dari Mbah Kalam untuk berdoa dan bertawasul disekitar menara Masjid yang akan dirobohkan itu namun esok harinya tetap tidak bisa roboh. Kejadian yang aneh terjadi saat Muntaha beberapa langkah meninggalkan lokasi dan kedapatan pilar penyangga yang sebelumnya sulit dirobohkan tiba-tiba roboh sendiri.